Sabtu, 28 Februari 2009

RESPONS TERHADAP KRITIKAN

Wahai Zat yang menampakkan kebaikan dan menutup kejelekan, tutuplah aib yang melekat pada diri hamba ya Allah. Wahai Yang pemilik hujjah dan dalil, lenyapkan seluruh hujjah hamba dengan hujjahMu agar hamba selalu dekat padaMu ya Allaah. Wahai Yang baginya cahaya yang tak pernah padam, anugerahilah cahaya dalam hati hamba, setelah lama hamba berada di bawah awan kegelapan. Wahai yang memberikan hidayah pada setiap orang yang meminta hidayah, ya Allah anugerahilah hidayahMu pada hamba. Dan dijadikan setiap keadaan baik pujian atau kritikan sebagai jalan mencapai hidayahMu ya Allaah. Wahai Yang Maha Menolong bagi orang yang meminta pertolongan, tolonglah hamba dari segala keburukan yang menjauhkan hamba dariMu ya Allaah. Hamba yakin yang datang dariMu adalah kebaikan mutlak bagi hamba. Tetapi betapa sering hamba selalu menangkap keadaan itu sebagai sebuah keburukan, hingga keadaan itu tidak membekaskan gizi bagi ruhani hamba Ya Raabb.

Setiap saat kita tidak pernah lepas dari pergaulan dengan sesama. Saat bergaul itu tercipta pergesekan, dan bertemu beragam kepentingan yang kadang tidak sepadan dan sejalan satu sama lain. Manakala orang mengedepankan kepentingan diri sendiri, kadang timbul persengketaan, percekcokan, kritikan yang pedas, bahkan akan terlempar cacian yang membuat wajah seperti disirami air keras. Andaikan kita salah merespons cercaan dan makian tersebut, justru bakal membuat kita terus berada dalam derita. Mula-mula kita amat marah, kemudian ingin membalas cacian tersebut, hingga terjadi pertengkaran, dan pertengkaran itu bisa berakibat fatal bagi kita sendiri. Baiknya kita bisa menempuh keadaan itu dengan cara yang bijaksana. Kita bisa menghadapi segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, manakala bisa melihat makna batin dibalik setiap peristiwa yang menyakitkan tersebut. Pun menyadari siapa pada hakikatnya menggerakkan orang untuk mencerca dan mencaci kita? Hanya dengan kehendak Allah sajalah orang tersebut membeberkan aib dan keburukan kita lewat cacian dan makian mereka.

Kalau kita menyadari bahwa tidak ada setiap sesuatu tanpa dikehendaki Allah, maka kita perlu menganggap cacian dan kritikan itu datang sebagai peringatan serius bagi kita. Saat itu kita menilai dalam pandangan Allah, andaikan dalam sudut pandang Allah, juga menurut patokan agama, kita tidak bersalah, maka cukuplah kita dengan penilaian Allah SWT saja. Cercaan dan kritikan itu dikirimkan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kita di hadapan Allah. Andaikan Anda sabar dengan kritikan dan cacian tersebut, maka perlahan-lahan Allah akan mengangkat Anda lebih dekat padaNya. Bisa jadi hadirnya kritikan tersebut mengirimkan pesan agar kita tidak terlalu bersandar pada penilaian manusia yang sering berubah-ubah. Jika kita terlalu memikirkan kritik orang lain, tanpa dijadikan sebagai bahan evaluasi diri, maka hati kita bakal selalu sakit, dan hati yang sakit tidak bisa melahirkan perbuatan yang produktif. Bagaimana menghadapi kritikan dan cercaan?

Bagi orang beriman segala sesuatu itu adalah rahmat, bergantung cara pandang orang tersebut. Apakah kritikan dan cercaan juga rahmat? Ya, kritikan adalah rahmat yang didatangkan oleh Allah pada kita, bergantung persepsi kita pada kritikan tersebut. Andaikan kita menganggap bahwa kritikan itu sebagai bentuk cara dari Allah untuk membersihkan kotoran yang tidak disadari oleh kita selama ini, maka bukankah itu sebagai rahmat? Ketika hati kita bersih, maka banyaknya kritikan akan membuatnya makin sibuk memperbaiki diri, dan siapa yang mengerahkan tenaga untuk selalu memperbaiki diri, maka insya Allah dia bakal menemukan dirinya yang sejati.

Setiap kritikan yang terlontar padanya, selalu menjadi referensi untuk dijadikan bahan penghapus kotoran yang melekat dalam hatinya. “Benarkah kekejian itu melekat pada diri saya?” “Betapa banyak kesalahan yang perlu saya perbaiki agar berganti kebaikan?” Betapa banyak orang besar yang membiasakan diri untuk mengoreksi dan mengevaluasi diri sendiri. Dan mereka amat bahagia ketika ada orang melemparkan kritikan padanya. Ketika kita bisa menanggapi kritikan itu dengan jujur justru bakal makin membersihkan hati kita, mencerahkan pikiran, dan mencerlangkan jiwa. Teruslah berlaku jujur, maka Allah akan terus memberitahukan sisi yang perlu kita perbaiki, hingga makin hari kita terbimbing untuk bisa mendekatkan diri pada Allah SWT. Bukankah hanya hati yang bersih yang bisa bersanding dengan Yang Maha Indah, Allah SWT.

Bagaimana sikap kita, jika kritikan dan cercaan itu tidak benar? Ingatlah saudaraku, segala sesuatu bila disikapi dengan yang terbaik pasti akan menimbulkan kenikmatan di hati kita. Andaikan ada orang mencaci bahkan menelanjangi aib kita, maka yakinilah itulah cara Allah untuk menaikkan derajat kita. Andaikan kita berani menjadi al-Kayyis, yakni berjiwa besar untuk memaafkan orang yang bersalah pada kita, betapa kita akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Bukankah Nabi pernah dicaci maki? Bukankah para wali juga sering dicaci maki? Bahkan kata Syekh Hasan Asy-Syadzili, bahwa orang-orang yang menjadi kekasih Allah selalu memiliki musuh. Dalam pandangan beliau, jika musuh itu dihadapi dengan hati yang lapang, niscaya musuh itu menjadi pengangkat derajat kita di hadapan Allah SWT. Kesatria ruhani selalu bersikap terbaik dalam segala keadaan, tak terkecuali ketika dia menerima kritikan. Andaikan ada orang yang mengritik atau mencerca, maka dia berani memaafkan, bahkan mendoakan kebaikan bagi orang tersebut. Kita perlu menilai bahwa orang lain mencerca kita, karena memang belum mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya. Andaikan kita bisa bersikap penuh kasih sayang pada orang-orang yang mencaci dan mengkritik kita, niscaya dengan izin Allah orang tersebut menjadi pribadi yang amat mengasihi kita jua. Perlulah kita belajar pada Umar bin Khattab, yang pada mula-mula terkenal menjadi orang yang amat menantang perjuangan dakwah Rasulullah SAW, tetapi dengan hidayah dari Allah, menjadi orang yang benar-benar setia dan begitu cinta pada Rasulullah SAW. Wallahu A’lam Bish Showaab.

Rabu, 25 Februari 2009

INDAH DI DALAM, INDAH DI LUAR

Tatkala membincangkan keindahan, pikiran kita langsung tertuju pada bunga mawar, keindahan gunung-gunung yang berdiri gagah, keanggunan purnama malam, gemiricik air sungai yang diselingi nyanyian indah burung-burung, atau tertuju pada wajah berparas cantik yang menawan hati. Keindahan itu sebagai khazanah yang dimiliki oleh Allah SWT. Walau pun keindahan itu menghiasi sekeliling Anda, belum tentu keindahan itu menyusup dan meresap ke dalam hati Anda. Buktinya, tak jarang diantara kita berada di tempat wisata yang eksotis, tetapi kesadaran kita tertuju dengan polemik rumah tangga, memikirkan soal hutang yang membelit kita , atau memikirkan cercaan orang yang ditujukan pada kita. Saat pikiran kita terus fokus pada sisi negatif dan turun ke dalam hati dalam bentuk perasaan negatif, maka justru keindahan alam wisata yang kita kunjungi tidak berasa bagi kita. Ingatlah, ketika pikiran kita telah diserang oleh pandangan negatif, maka segala sesuatu menjadi negatif bagi kita. Melihat bunga mawar, pandangan kita hanya tertuju pada durinya, saat melihat gunung pandangan kita hanya tertuju pada batu cadas yang menakutkan, melihat purnama malam yang terbetik hanya pandangan kosong yang melayangkan khayal pada masa lalu yang buruk, gemiricik air sungai hanya mengulang kepedihan masa lalu, dan begitu seterusnya.

Keindahan itu bermula dari dalam hati kita. Karena keindahan itu dipersepsi oleh pikiran yang berangkat dari hati yang jernih. Bila hati orang telah dibalut dengan keindahan, maka seluruh keadaan menjadi indah baginya. Dia selalu berhasil menangkap keindahan dibalik setiap keadaan dan kejadian yang berlangsung di hadapannya. Manakala melihat orang-orang memikul keranda kematian, dia bisa menemukan keindahan, dengan persepsi bahwa kematian itu sebuah momen yang bakal dialami setiap insan. Saat itu, dia mengingat mati. Dan bukankah ketika orang ingat mati, dia bakal ingat pada Allah. Saat ingat Allah, maka keindahan itu yang tergambar di hati kita. Maka menjadi indah, karena dia merasa bahwa kematian itu pintu awal perjumpaannya dengan Allah SWT. Saat melihat seorang ibu yang sedang mengandung , dia bisa menemukan keindahan, karena bisa belajar pada kesabaran pada si ibu dalam menanggung beban yang makin hari makin membesar. Bukankah dibalik kesabaran ada keindahan? Ada pameo yang berkata, “sabar itu indah.”


Bila hati kita sudah bersih dan indah, maka segala sesuatu yang dialami kita akan terasa indah bagi kita. Karena yang menjadikan indah bukan keadaan di luar, tetapi yang indah adalah tempat mengendapnya rasa ‘indah’ itu, yakni hati. Karena itu, kita harus berusaha untuk memperindah hati ini terus-menerus, jauhkan dari segala perbuatan yang merusak keindahan hati kita. Apa saja yang merusak keindahan hati ini? Ya, keindahan hati bakal mudah rusak dengan riya’, dengki, dan sombong. Tidak ada keindahan di hati orang yang riya’, dengki, dan sombong. Hati kita bakal terus merasakan keindahan, manakala merasa selalu bersama Allah, hingga timbul sikap rendah hati, ikhlas, zuhud, dan berserah diri. Berusahalah memperindah hati terus-menerus, agar segala sesuatu menjadi indah adanya bagi kita. Inilah sebenarnya makna dari firman Allah yang disabdakan Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Aku sesuai dengan prasangka hambaKu tentang Aku, jika dia berprasangka baik, maka baiklah, jika berprasangka buruk maka keburukan pula yang bakal diperoleh.”


Agar Anda selalu bisa mendapatkan keindahan setiap saat, maka dambakan keindahan di dalam hati Anda. Hati Anda magnit terciptanya keindahan di luar.

Senin, 23 Februari 2009

MASJID DAN HATI



Masjid tempat bersujud. Hati pun tempat bersujud. Sungguh amat merugi orang memasuki masjid, tetapi kesadarannya tidak sujud pada Allah SWT. Pun sangat rugi orang yang menegakkan shalat yang menyertakan sujud, tetapi tidak bisa mensujudkan jiwa dalam hati. Ketika kita berhasil mensujudkan jiwa dalam hati dengan perasaan menghadap dan bertatap muka dengan Allah, maka saat itu kita berada dalam penyerahan diri yang holistik pada Allah SWT. Dan bukankah penyerahan diri itulah yang bakal melahirkan kebahagiaan bagi jiwa kita?

Tanpa penyerahan diri, manusia bakal selalu berada dalam putaran dualitas yang tidak pernah menebarkan kebahagiaan yang indah dalam hati. Ketika Anda mau memasuki masjid, maka berusahalah untuk menyerahkan diri pada Allah, menghadapkan diri kita hanya pada Allah, sembari merasakan keagungan Allah yang terejawantah melalui ciptaanNya yang Luar Biasa. Pun saat kita hendak memasuki hati, maka hilangkan seluruh tarikan indrawi, pikiran, dan emosi luaran menuju kesadaran bersama Allah setiap saat. Ketika gerakan pikiran bisa dihentikan, insya Allah penyerahan diri bakal mengkristal dalam diri kita. Sujud itu sebagai cermin rasa tadharru’ dan tawadhu. Saat bersujud kita merasa tidak memiliki apa-apa, saat itu pula cerabutlah akar keakuan yang menjadi inspirator dari seluruh kemaksiatan dan keangkaramurkaan.


Saking pentingnya sujud, Rasulullah pun sering melaksanakan sujud lebih lama dalam shalat, menurut riwayat Bukhari, “para sahabat bertanya pada Sayyidah Aisyah r.a. ,”Bagaimana sujudnya Rasul?”. Beliau menjawab, “Rasulullah Saw ketika bersujudnya, lamanya 50 ayat. “ 50 ayat di atas setara dengan 15 menit, demikian berkata sebagian penulis.


Lewat sujud orang mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Rasulullah bersabda, “Paling dekatnya seorang hamba pada Tuhannya Azza Wajalla adalah orang yang bersujud, maka perbanyaklah doa saat sujud.” (HR. Thabrani). Pernyataan ini setala dengan firman Allah dalam QS. Al-alaq [96]:19 “Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkan dirimu kepada Tuhan.” Itu berarti sujud sebuah media dimana seorang hamba bisa menjalin kedekatan dan keakraban dengan Allah SWT. Sujud sebagai media untuk mendekatkan diri pada Allah, saat sujud seluruh harapan telah pupus kecuali harapan pada Allah itu sendiri. Ketika sujud kedirian kita yang palsu menjadi hancur lebur dalam keagungan Allah yang kekal.


Bagaimana agar kita bisa berserah diri dalam sujud? Pertanyaan yang perlu diajukan, mengapa kita tidak berserah diri? Kita tidak bisa berserah diri pada Allah karena kita selalu menggunakan parameter pikiran kita yang terbatas. Ketika kita masih bergantung dan melekat pada kekuatan pikiran, terasa sulit untuk menghadirkan penyerahan diri dalam hidup kita.


Itulah rahasia yang bisa kita petik dari kisah Nabi Musa AS yang hendak mermuwajahah dengan Allah di gunung Tursina. Saat hendak memasuki gunung Tursina itulah, Nabi Musa AS diperintahkan oleh Allah untuk melepaskan kedua terompahnya. Kedua terompah, oleh sebagian ahli hakikat dinterpretasikan dua belah pikiran, yakni pikiran intlektual dan pikiran emosional. Atau lebih jelasnya kedua otak manusia harus dilepaskan, yakni otak kiri dan otak kanan. Manakala manusia masih dikuasai oleh otak kiri dan otak kanan, niscaya ia tidak bakal mencapai maqam atau kesadaran penyerahan diri. Mengapa? Karena sebagaimana diketahui, otak atau pikiran hanya menjadi bagian dari pusat kesadaran jasmani. Manakala manusia hanya bisa memaksimalkan pikiran itu tanpa disertai cahaya ruhani yang efektif, maka sulit untuk bisa menggapai hakikat penyerahan diri yang sejati.


Pasangan pikiran adalah sisi duniawi, sementara pasangan jiwa adalah Allah SWT. Andaikan manusia sekadar memfokuskan pada sisi duniawi, maka ia sebatas mencerap sisi duniawi dengan segala kenikmatannya. Dan bila manusia memfokuskan pada sisi ruhani, maka ia bakal mendapatkan kenikmatan spiritual yang tak terbatas dalam bentuk penyerahan diri yang luar biasa. Saat penyerahan diri telah mewujud dalam hidup kita, maka makrifat bakal terasa dalam hidup ini. Intinya, agar kita bisa berserah diri pada Allah, maka berusahalah untuk menghentikan pergerakan pikiran yang hanya mengacu pada sisi indrawi dan duniawi dan menyelam menuju samudera ruhani yang luar biasa. Dan saat itulah jiwa kita bakal bisa mengepak dalam angkasa cinta pada Allah SWT. Wallahu a’lam Bish Showaab.

Minggu, 22 Februari 2009

PUTUS ASA MEMATIKAN RUHANI


Kita bakal terus bergerak karena ada harapan. Tanpa adanya harapan orang tidak bakal bergerak dan melakukan langkah-langkah genius dan spektakuler. Ya, hanya karena ada impian yang terpendam dalam hati, maka manusia bakal selalu berusaha menerjang setiap tantangan yang menghadang dirinya. Harapan-harapan ini bakal terus menyala, manakala manusia telah diliputi oleh keyakinan yang kukuh pada Allah SWT. Jika harapan disandarkan pada kekuatan diri sendiri, niscaya manusia akan selalu letih, karena diri kita bisa mengukur kekuatan kita sendiri. Andaikan kita mengukur harapan dengan kekuatan kita, justru kita menjadi pesimis. Karena harapan kita tak terbatas, sementara kemampuan kita amatlah terbatas. Lebih dari itu, kuasa kita untuk menjadikan harapan sebagai kenyataan tidak absolute. Kita hanya memiliki hak untuk berharap dan merencanakan harapan itu, tetapi manusia tidak bisa memastikan harapan menjadi kenyataan. Antara harapan dan kenyataan itu ada sebuah proses yang perlu ditempuh. Dan dalam proses itu ada kehendak Allah yang tak terbatas.

Betapa banyak orang yang dipandang elit terkapar dalam keputusasaan karena dia tidak bisa menuntaskan masalah pelik yang dihadapi. Anak raja kapal Onassis, mati bunuh diri. Ada pengusaha kawakan yang menerjunkan diri tanpa perasut dari sebuah gedung hotel berbintang lima, dan seketika tewas di tempat. Ada ilmuwan yang mati bunuh diri. Dan tak sedikit kita menemukan orang-orang yang mengalami sukses secara duniawi, di tataran pengetahuan, kekayaan materi, dan kedudukan kadang terpenjara dalam keputusasaan. Ingatlah saudaraku, andaikan putus asa telah memasuki hati kita, berarti keimanan kita telah pupus, dan kita terus diombang-ambing oleh keadaan. Tidak lagi menemukan tempat berteduh sejati, tidak menemukan pengungsian yang aman, tidak menemukan penyejuk hati. Orang-orang putus asa, pasti orang yang tidak memiliki keyakinan atau tidak meyakini atas kekuasaan Allah. Mereka hanya percaya atas apa yang ada dalam pikirannya. Andaikan tidak mungkin menurut pikirannya, ya tidak mungkin dalam realisasi.


Andaikan orang telah terjerembab dalam rasa putus asa, maka tidak akan mengalami pertumbuhan apapun. Karena putus asa berarti telah memutus rahmat Allah mengalir padanya. Pun dia memandang bahwa rahmat Tuhan dengan pikirannya yang amat sempit dan dangkal. Padahal rahmat Allah itu amatlah luas dan tidak akan pernah habis. Dan memang hanya orang-orang yang tersesat yang putus asa dengan rahmat Allah SWT. Mengapa orang bisa jatuh dalam putus asa? Orang putus asa karena selalu menggantungkan dirinya pada selain Allah SWT. Yakinilah, selain Allah tidak bisa memberikan kepuasan, bahkan tidak mutlak bisa memberikan kebahagiaan dalam hidup kita. Seluruh anugerah yang diperoleh kita semata-mata bentuk pengejawantahan dari rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Dan kalau orang menyandarkan hidupnya pada Allah, niscaya dia bakal bisa melihat, mengalami, bahkan menghayati berbagai kekuasaan Allah yang hilir mudik dalam bentuk peristiwa dan kejadian yang menjelma. Bagaimana Allah dengan kekuasaanNya menjadikan orang memiliki kekayan dalam waktu singkat, tetapi disisi lain ada orang yang jatuh bangkrut dalam tempo amat singkat pula.


Ingatlah saudaraku, putus asa sebagai bentuk dosa besar, karena dalam keputusasaan tidak ada sisa iman sedikit pun yang melekat. Terputusnya iman menandakan terputusnya hubungan ruhani dengan Allah SWT, seperti terputusnya ruh dari tubuh diawali dengan tercabutnya nafas. Ketika putus asa telah membelit diri manusia, dia tidak bakal menemukan keterangan dan pelajaran agung dari setiap peristiwa dan kejadian yang menjelma dalam kehidupannya. Janganlah putus asa saudaraku!

Rabu, 18 Februari 2009

SUJUD DALAM HATI

Sujud sebuah aktivitas yang biasa dilakukan saat shalat. Sujud diletakkan sebagai rukun shalat, tanpa sujud shalat tidak ada artinya. Dan bagaimana dengan orang yang tidak bisa bersujud, karena dikena penyakit yang membuatnya sulit bahkan tidak bisa bersujud? Andaikan kita dikena penyakit, hingga membuat kita tidak bisa sujud, maka cukuplah sujud dalam hati. Esensi dari sujud adalah berserah diri, tanpa penyerahan diri yang bulat pada Allah, berarti esensi atau bekas sujud tidak menghujam dalam hati kita. Saat kita menegakkan shalat, kita meletakkan kening kita di atas tanah, dan batin kita bersujud dalam hati. Keduanya bertujuan sama, yakni melahirkan penyerahan diri di hadapan Allah. Begitu pula ketika kita hendak memasuki masjid, yang notabena tempat sujud, dhahir kita masuk ke dalam rumah Allah bernama masjid, tetapi batin kita menyelam ke dalam hati sebagai rumah Allah yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Hati orang beriman adalah singgasana Yang Maha Pengasih,” dan di kesempatan yang lain beliau bersabda, “Hati orang beriman adalah rumah Allah,”

Tahukah Anda mengapa saat berada di masjid tidak diperbolehkan berbincang perihal duniawi? Ya, karena masjid memang hanya dijadikan tempat untuk mengasah dan memberdayakan ruhani, dan tempat memuja Tuhan sepenuhnya, terlepas dari persoalan duniawi. Saya pernah hadis, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang berbincang dengan perbincangan yang berbau duniawi, niscaya Allah membatalkan amalnya selama 40 tahun.”. Mungkin sebagian dari kita masih bisa menahan diri agar tidak membawa persoalan duniawi dalam masjid, tetapi kuatkah hati kita untuk menyingkirkan bau duniawi dari orbit kesadaran ruhani? Atau bisa jadi di masjid kita tidak berbincang soal duniawi, tetapi hati kita masih terus bergumam tentang persoalan duniawi. Saat shalat, mungkin masih ada yang mengingat soal kontrak yang bakal ditandatangi, janji dengan klien, hutang yang belum terbayar, atau ada yang mengingat orang yang telah berhasil memanah hati kita dengan virus merah jambu. Bahkan ketika virus merah jambu telah menancap di relung hati, seakan menutupi seluruh kesadaran kecuali padanya (tuh yang telah menancapkan panah virus merah jambu).


Bagi saya, hati masih menjadi rumah serba ada, kadang mengingat Allah di dalamnya, tapi kadang terbersit soal bisnis, terbersit soal takut mendapatkan rezeki, terbersit keinginan untuk mendapatkan kekayaan, terbersit ingin mendapatkan benda-benda, terbersit keinginan mendapatkan pujian dan popularitas. Memang hati ini belum murni sebagai rumah suci bagi Allah, tetapi sering juga menjadi rumah bermukimnya hasrat-hasrat duniawi yang tidak kekal. Karena hati tidak dijadikan sebagai singgasana Allah, akhirnya perasaan gelisah dan susah terus melanda hati ini. Memang begitulah, kalau suatu tempat tidak dihuni oleh penghuni sejati, justru tidak akan merasakan nyaman. Jangan izinkan sedikit pun virus duniawi merasuk ke dalam hati kita.

Senin, 16 Februari 2009

ANDA GAMPANG DIBENTUK DENGAN BERSERAH DIRI



Ketika saya masih bermukim di pesantren, menemukan suasana kaderisasi yang begitu elegan dan produktif. Saya temukan pola kaderisasi itu di perpustakaan yang begitu serius menggembleng santri menjadi intelektual yang terdidik dengan target menjadi penulis dan pembicara yang bisa menularkan semangat. Setiap senior bertanggung jawab untuk melahirkan generasi yang bisa mewariskan skill dan keterampilan menulis dan berbicara itu pada yunior. Kesuksesan senior sepadan dengan kehandalan kader-kadernya dalam berbicara dan menulis. Ketika kader masuk ke komunitas perpustakaan itu tidak apa-apa, tidak menjadi soal. Terpenting dia memiliki semangat untuk belajar, dan juga mau melebur dan berserah diri pada senior. Saat anak itu berserah diri pada senior, justru senior bakal membimbing dengan serius, dan menularkan sedikit per sedikit skill tersebut pada kadernya. Dia tidak hanya mewariskan skill tetapi mental keteguhan dan kegigihan yang perlu ditiru untuk bisa menjadi penulis dan pembicara yang handal. Si yunior selalu mengikuti petunjuk dan beberapa tugas yang dipraktikan oleh senior. Saat masuk bulan Ramadlan, pesantren libur, si senior meminta yunior untuk tetap bermukim di pesantren agar bisa fokus melatih keterampilan tersebut. Si senior memberikan tugas pada yunior untuk membuat makalah yang menjadi kecenderungan si yunior. Tentu saja senior tidak hanya sekadar menyuruh, tetapi dia pun menjadi model dengan melakukan sesuatu yang lebih berat untuk dilakukan, yakni menerjemah sebuah kitab. Si yunior tidak dididik dan disemangati hanya dengan kata-kata, tetapi dimotivasi dengan tindakan nyata yang ditunjukkan oleh senior.

Senior memberi petunjuk dan model, sementara yunior berserah diri mengikuti apapun yang diperintahkan si senior. Kegiatan it uterus berlangsung dengan baik, hingga kemampuan menulis dan membaca pun menjadi terasah. Hasilnya luar biasa, dari generasi ke generasi makin banyak santri yang mendapatkan prestasi dalam menulis, bahkan ada yang pernah meraih juara LKTI tingkat Nasional. Kuncinya, berserah diri pada senior, niscaya senior pun bakal melepaskan dan mewariskan seluruh pengetahuan dan skill yang dimiliki pada si yunior.


Dari ilustrasi di atas, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa ketika kita berserah diri pada Allah, niscaya Allah akan membentuk kita sesuai dengan keridhaan Allah SWT. Ketika kita bisa berserah diri seperti halnya tanah, niscaya jiwa kita akan dipancari dengan cahaya Ilahi. Yang memang kita dari tanah, kalau kita merasa sebagai tanah, maka rendahkanlah diri di hadapan Allah dengan berserah diri, niscaya Allah akan menyampaikan kita pada keagungannya. Bukankah kemuliaan itu berada dibalik merendahkan diri? Ketika kita berserah diri pada Allah, maka Allah pun cukup untuk dijadikan tempat berserah diri. Ketika berserah diri, kita bakal dirancang, dicetak, dan dipoles dengan sifat-sifat Allah Yang Agung dan Mulia. Tak aneh, kalau banyak orang yang mendapatkan kemuliaan dan keabadian hidup, berkat rasa berserah dirinya yang begitu mengakar pada Allah SWT.


Serahkanlah setiap apa yang melekat pada diri kita pada Allah, tak terkecuali diri kita sendiri. Ketika kita berani menyerahkan kekayaan kita pada Kemahakayaan Allah dengan merasakan kefakiran di hadapanNya, niscaya kita bakal menyatu dengan Yang Maha Kaya, Al-Ghaniy. Ketika kita berani menyerahkan ilmu kita pada Kemahatahuan Allah disertai merasakan kebodohan di hadapanNya, niscaya kita bakal menyatu dengan Pengetahuan Yang Maha Luas. Ketika kita menyerahkan kekuatan kita disertai perasaan lemah di hadapanNya, niscaya kita bakal menyatu dengan Kekuasaan Allah Yang tak terbatas. Dan ketika kita menyerahkan hidup kita pada Hayah Allah disertai perasaan tidak ada kecuali Keberadaan Allah, niscaya Anda akan mendapatkan hidup yang abadi. Berserahlah dirilah pada Allah, niscaya Dia bakal memberikan yang terbaik bagi Anda. Orang berserah diri tidak pernah menyandarkan dirinya pada pikiran dan dirinya sendiri, seluruhnya disandarkan pada Allah SWT. Dia tidak pernah mengeluh dengan apa yang terjadi hari ini, tidak pernah cemas dengan keadaan yang akan datang, dan juga tidak sedih dengan apa yang telah lewat. Dia meyakini semuanya hanya patut diserahkan pada Allah SWT.


Ketika kita sudah berani berserah diri pada Allah, niscaya Allah akan mendaur ulang jiwa Allah, hingga benar-benar layak untuk menampung hikmah dan pelajaran agung dari Allah SWT.



Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Sabtu, 14 Februari 2009

PONARI, KEAJAIBAN DARI ALLAH


Ya Allaah. Wahai Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit. Wahai Yang KekuasaanNya lekat pada segala sesuatu. Wahai tempat kembalinya seluruh urusan. Wahai Yang Maha Tahu rahasia dari setiap keadaan. Wahai Yang Maha menyingkirkan segala derita. Hanya padamu Ya Allah keyakinan ini tetap kami sandarkan. Ya Allah yang Maha memberikan manfaat dan mudharat, mantapkan keyakinan kami padaMu dengan beragam fenomena yang meruyak di alam ini. Wahai Yang Maha Bijaksana dari yang bijaksana, saya yakin dari setiap apa yang terlahir ke alam dunia ini telah Engkau rancang dengan sebaik-baiknya melalui kebijaksanaanMu. Hunjamkan keyakinan di hati kami padaMu Ya Rabb melalui berbagai realitas yang datang dariMu Ya Allah. Wahai Yang Maha Menjaga bagi orang yang meminta penjagaan, jagalah iman kami dan saudara-saudara kami muslimin dan mukminin, agar tetap memantapkan permintaan dan pertolongan hanya padaMu, dan andaikan ada orang yang bisa memberikan solusi dalam hidup kami, pantulkan keyakinan di hati bahwa solusi itu murni datang dariMu, dan makhluk hanyalah kanal terjadinya solusi itu. Engkaulah Yang Menahan dan Melepaskan setiap keadaan. Pautkan hati ini hanya padaMu Ya Allah, jangan sisakan ruang sedikit pun untuk bergantung pada selainMu.


Beberapa minggu ini kita disentakkan oleh berita tentang kehadiran sosok cilik, Ponari, yang disambar (ketiban) petir, dan mendapatkan kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit lewat batu “sakti”। Dalam praktiknya Ponari mencelupkan batu ponari tersebut ke dalam air, dan berikutnya diminum oleh sang pasien. Berjubel-jubel orang memadati tempat praktik Ponari. Pasien diberitakan tak hanya datang dari Jombang, juga datang dari berbagai daerah di Nusantara, bahkan datang dari luar negari demi mendapatkan pengobatan dari Ponari. Ponari yang belum mengerti halal-haram, alias belum mukallaf itu tentu perlu kita pandang sebagai sosok yang bebas dari dosa. Dan setiap langkah yang dilakukan musti masih penuh dengan keluguan, tanpa ada harapan mendapatkan apapun dari kelebihan yang diamanahkan padanya. Kita perlu merenungkan fenomena Ponari ini tidak dari sisi paranormal yang makin menyesatkan. Ketika fenomena Ponari dilihat dari sisi paranormal cenderung akan menyeret orang ke ranah kemusyrikan. Mengapa? Ya karena orang diseret pada keyakinan pada Ponari atau paranormal yang lain, bukan keyakinan pada kuasa Allah Yang Maha Segalanya.

Jika kita lemah tauhidnya, niscaya fenomena Ponari akan membikin kita terseret ke lembah kemusyrikan. Tetapi bagi orang yang tauhidnya amat mendalam, maka fenomena Ponari bakal makin menguatkan keimanan pada Allah. Allah telah menunjukkan jalan-jalan tak rasional, yang dokter pun belum bisa menjangkau tentang penyembuhan yang dilakukan oleh Ponari. Kemudian bagaimana fenomena Ponari ini bisa membuat kita makin percaya dan yakin pada Allah? Bagaimana menghindari syirik dibalik fenomena Ponari ini?Bagaimana kita bisa memungut hikmah lewat fenomena ini?

Pertama, Yakinilah kelebihan Ponari murni sebuah anugerah dari Allah. Ingatlah, Ponari tidak berjuang apapun untuk mendapatkan kelebihan tersebut. Memang anugerah itu murni datang dari Allah SWT. Dan anugerah Allah tidak bergantung pada amal dan perbuatan yang dilakukan. Anugerah Allah akan diberikan pada siapa yang dikehendaki. Kelebihan Ponari juga datang dari Allah, dan setiap kelebihan bergantung pada untuk apa dan bagaimana meresponsnya. Ketika direspons dengan kacamata iman, tentu saja akan membuat kita meyakini kebesaran Allah yang terpancar lewat makhlukNya yang bernama Ponari. Memang rahasia-rahasia Allah akan selalu ditunjukkan pada makhlukNya. Suatu yang tidak mungkin menurut hukum logika dan rasio tidak mustahil bagi Allah SWT. Bayangkan suatu yang harusnya diperoleh oleh orang-orang yang matang dan dewasa, tetapi dianugerahkan pada anak cilik yang belum mengerti apa-apa. Namanya anugerah harusnya tidak membuat kita terpaku pada anugerah tersebut, tetapi makin kokoh kebersamaan kita dengan siapa yang telah memberikan anugerah.


Perlu juga diyakini bahwa kelebihan itu ujian dari Allah. Bisa jadi ujian bagi keluarga Ponari juga bagi kita semua. Apakah kita bersikap mengeluk-elukkan Ponari bahkan menganggap Ponari memiliki kekuatan yang independent. Andaikan pemahaman itu merasuk di hati pasien Ponari, justru itu akan menyeret ke lubang kesyirikan. Tetapi ketika menganggap bahwa Ponari sebagai jalan untuk merasakan anugerah dari Allah, niscaya keadaan ini bakal mendekatkan kita pada Allah. Batu dan Ponari tidak berbeda halnya dengan tongkat bagi Nabi Musa AS. Tongkat Nabi Musa bisa menjadi ular, juga bisa membelah lautan menjadi jalan raya. Apakah umatnya Nabi Musa saat itu kemudian terbawa untuk menuhankan Nabi Musa atau tongkat itu? Tentu saja umatnya Nabi Musa makin mantap keimanannya pada Allah SWT. Harusnya melalui fenomena Ponari ini pun membuat kita makin mantap keyakinan pada Allah SWT.


Kedua, menghindari syirik. Banyak orang tidak memercayai fenomena ini, dan menganggapnya hanya sebatas sugesti. Begitulah akal-akalan orang rasional. Ingatlah saudaraku, yang membuat sakit Allah, dan yang menyembuhkan juga Allah. Tanpa izin Allah, penyakit kita tidak bakal sembuh dengan sugesti apapun. Pun ada yang bertutur fenomena ini akan melahirkan kemusyrikan. Kata ini ada benarnya, kalau meminta pengobatan Ponari tidak didasari oleh pemahaman yang jelas. Tetapi ketika dilandasi oleh keimanan dan tauhid yang kuat, niscaya syirik tidak akan menyambangi hati kita. Syirik tidak melekat pada Ponari atau batu itu. Tapi syirik itu melekat pada pikiran kita. Andaikan kita menganggap bahwa makan nasi itu yang membuat Anda kenyang, ya kita pun dipandang syirik. Nasi itu hanyalah perantara yang membuat kita kenyang, sementara yang membuat kita kenyang adalah Allah SWT. Pun kalau ada orang yang berkeyakinan bahwa yang menyembuhkan itu dokter dan obat, justru dia telah syirik. Karena pada hakikatnya yang membuat dia sembuh adalah Allah SWT, asy-Syafi. Tidak ada yang bisa mendatangkan mudharat dan manfaat kecuali Allah SWT. Karena itu, bolehlah pikiran dan dhahir kita berusaha untuk mendapatkan pengobatan dari sakit yang kita derita, tetapi hati kita tetap penuh tawakkal dan ridha pada Allah SWT. Percayalah semua keadaan tidak lepas dari kehendak Allah SWT.


Ketiga, memulung hikmah fenomena Ponari. Setiap keadaan melahirkan hikmah bagi orang-orang beriman. Kiranya apa pelajaran yang bisa diperoleh dari fenomena Ponari ini? Sesungguhnya anugerah Allah amat luas, dan akan diberikan pada siapapun yang dikehendaki. Dan setiap anugerah itu kadang tersimpan dibalik suatu yang tidak kita sukai. Anda tahu, Ponari mendapatkan anugerah itu setelah disambar petir. Petir suatu yang tidak disukai siapapun, tetapi ternyata petir itu mengundang adanya hujan. Petir suatu yang tak disukai, tetapi hujan suatu yang diharapkan. Petir tidak disukai, tetapi “melahirkan” Ponari yang dengan izin Allah bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Allah telah mengizinkan dia bisa menyembuhkan siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk sembuh. Karena itu, kita jangan memikirkan kebaikan hanya di atas keindahan keadaan, bahkan kita bisa merenungi kebaikan dibalik keadaan yang sembrawut dan tak karuan. Bagaimana anak yang diharapkan tersembunyi dibalik beban kehamilan yang begitu berat yang ditanggung oleh seorang perempuan. Kegeniusan berada dibalik belajar yang tekun dan tafakkur yang bersungguh-sungguh. Bahkan naiknya derajat kita bergantung dengan banyaknya tantangan yang bisa kita lewati. Tantangan suatu yang kadang tak disukai, tetapi dibalik tantangan itulah kesuksesan tengah menunggu. Pun untuk mencapai puncak gunung orang harus mendaki, sebuah jalan yang amat meletihkan. Apakah kita bisa sukses tanpa usaha? Ya, usaha tidak menentukan kesuksesan seseorang. Bahkan ada orang yang tidak berusaha bisa sukses. Hanya sedikit jumlahnya. Tapi kita harus berikhtiar untuk mencapai sukses sebagai bagian dari sunnah Rasulullah Saw. Apa Allah selalu memberikan suatu yang diinginkan dibalik sesuatu yang tidak diinginkan? Ya, karena saat kita mampu melewati tantangan dan berhasil mencapai puncak kesuksesan, justru kita bakal merasakan keindahan dan kebahagiaannya. Ada dua orang mendapatkan uang Rp. 100.000, yang satu mendapatkan lewat orang lain, dan yang kedua mendapatkan lewat usahanya sendiri. dimana dari dua orang tersebut yang begitu bahagia. Tentu kebahagiaan dan kepuasaan batin lebih bergemuruh di dada orang yang kedua. Karena dia mendapatkan uang itu dengan jerih payah.


Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Jumat, 13 Februari 2009

CINTA, SEBUAH KESADARAN TERTINGGI

Cinta sebuah tema yang tak pernah terkikis oleh perubahan zaman. Walau kita tengah memasuki sebuah zaman yang serba penuh egoisme, dan mengedepankan kepentingan diri sendiri, tetapi cinta masih tetap menjadi trend yang menghiasi balantika kehidupan ini. Ingatlah, cinta pada hakikatnya bukankah teriakan hawa nafsu, tetapi teriakan yang dihantarkan oleh fitrah manusia yang suci murni. Hanya saja, kadang karena tema cinta didefinisikan oleh pikiran dan digoreskan dengan tinta hawa nafsu, jadinya cinta itu hanya sebagai alat untuk pemenuhan diri semata. Bayangkan, ada sepasang sejoli yang silau dalam permainan cinta. Atas nama cinta, dia harus melepaskan seluruh keindahan yang harusnya dipersembahkan di malam pertama setelah pernikahan.
Betapa banyak anak muda atas nama cinta, menikah karena ditimpa aksiden yang amat dimurkai Allah. Hakikatnya cinta itu suci, menjadi kotor karena perilaku cinta orang-orang yang tidak mengenali cinta dengan bijaksana. Hingga betapa banyak orang yang mendistorsi makna cinta dengan perilaku-perilaku hawa nafsu yang sama sekali tidak menyusupkan kebahagiaan. Manakala cinta didorong oleh kesadaran rendah hawa nafsu, pada hakikatnya tindakan itu tidak dihiasi oleh cinta, bahkan tindakan itu bakal menghancurkan cinta. Bagaimana kita bisa menemukan cinta sebagai kesadaran tertinggi?
Hidup ini adalah sadar. Kesadaran primer manusia adalah sadar pada dirinya sendiri. Mengenali dirinya sendiri. Ketika kita bisa mengenali diri sendiri dengan baik, maka kita berhasil memantik potensi cinta yang terpendam dalam hati kita. Kalau kita melulu berusaha mengasah kesadaran kita dengan tafakkur yang makin mendalam, maka saat itu api cinta akan menyala dengan sendirinya. Hanya cinta yang dihasilkan dari tafakur yang bisa melahirkan cinta hakki. Sementara cinta yang didorong oleh hawa nafsu hanya melulu menyempitkan jiwa. Cinta yang dilahirkan melalui rahim tafakkur ini niscaya mengalirkan kesakinahan yang kontinu ke dalam hati. Mengapa cinta bisa diperoleh dengan tafakkur? Kalau kita terus menggali sisi kebaikan dari apa yang dianugerahkan Allah pada kita, niscaya api cinta ini akan berkobar begitu dahsyat.
Renungkanlah beberapa piranti organ yang melekat di tubuh kita, dari tangan, kaki, mata, telinga, mulut, berikut kenikmatan yang melekat di beberapa piranti tersebut. Ketika kita menghitungnya, sungguh anugerah Allah itu tidak bisa dihitung. Keberadaan tangan sendiri adalah nikmat, dan bermanfaatnya tangan ke jalan yang diridhai Allah pun kenikmatan yang lebih besar. Mata sendiri sebuah kenikmatan, dan melihat keindahan yang diridhai Allah juga adalah kenikmatan yang lebih besar. Saat tafakkur itu terus mencahayai hati kita, niscaya kita tidak pernah henti-hatinya mengungkapkan rasa syukur pada Allah SWT. Dan syukur itu sendiri adalah pengejawantahan dari rasa cinta.
Manakala cinta telah menghiasi batin kita, maka kita sudah tak pernah mengukur keadaan dengan tongkat logika lagi. Ketika cinta telah menguasai hati kita, maka logika sudah tidak ampuh lagi untuk memahami kehidupan. Logika telah didominasi oleh rasa. Dan rasa sendiri sudah tidak bisa dilogikakan. Bagaimana mungkin Anda bisa merasionalisasikan keadaan bahagia Anda. Saya yakin, walau Anda bisa menuliskan dengan kata-kata yang begitu sempurna, Anda tidak bisa melukiskan dengan utuh tentang kondisi kebahagiaan yang menghiasi batin Anda. Pun orang lain, tidak bisa memahami kebahagiaan dengan logikanya, hanya kalau diajak merasakan. Tetapi rasa sendiri bersifat amat personal, tak bisa dijalani bersama-sama. Baru orang bisa merasakan kebahagiaan bersama-sama, jika Allah telah menyatukan mereka dalam satu frekuensi. Walau demikian, dia tidak bisa melukiskan perasaan itu pada temannya dengan tepat.
Pun rasa cinta tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, hingga dengan kecerdasan apapun orang tidak bisa menyuguhkan kelezatan cinta pada orang lain. Karena rasa cinta itu tidak bisa hanya dibayangkan. Harus dialami. Cinta telah melampaui pengetahuan dan kesadaran, bahkan berada di puncak kesadaran itu sendiri. Cinta bukan ide, tetapi pengalaman yang terserap dalam hati kita. Agar Anda bisa merasakan cinta itu, maka perlu terus Anda memahami dan menyelami kronik-kronik anugerah Allah yang terhampar luas di negari dunia ini. Makin mengkristal daya tafakkur kita, niscaya kita bakal menemukan kedahsyatan cinta bersemedi dalam hati kita. Dan yakinilah, ketika hati kita telah berbalutkan cinta, maka kita telah mencapai kesadaran tertinggi. Kesadaran sebagai manusia sempurna. Sempurna karena fitrah Anda telah merasakan percintaan agung dengan Allah SWT. Wallahu A’lam Bis Showaab.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

VALENTINE DAY, PERTUNJUKAN CINTA SEMU

Setiap cinta menghadirkan pemujaan dan pengorbanan. Apa yang harus dikorbankan dalam cinta? Cinta hanya bisa mengorbankan suatu yang melekat dan menjadi monster bagi diri sendiri, yaitu hawa nafsu. Setiap aktivitas atau tindakan yang bersandar pada kepentingan dan pemenuhan diri sendiri, masih amat lekat dengan hawa nafsu. Cinta sejati adalah cinta yang mengorbankan diri sendiri untuk yang kita cintai. Kepuasan terletak ketika kita bisa memuaskan orang lain yang membawa kebahagiaan dalam batin setiap diri kita. Ingatlah, memberi apalagi berkorban suatu tindakan yang amat sulit dipraktikkan. Dan hanya orang-orang yang telah berhasil melenyapkan hawa nafsunya yang bisa mempersembahkan suatu dengan ikhlas. Cinta sejati hanya disandarkan pada kebenaran sejati yang datang dari Tuhan, yang kemudian diwakili oleh sanubari terdalam yang tidak pernah jemu memberikan nasihat pada kita. Andaikan kita hendak melakukan suatu yang terlarang, tentu hati nurani ini sudah memberikan saran pada kita, tetapi karena hawa nafsu kita lebih kuat menguasai seluruh aktivitas kita, tak ayal seruan fitrah diterabas.
Valentine day, sebuah ajang terjadinya cinta terlarang. Mengapa disebut cinta terlarang? Ya karena cinta yang terjalin tidak melahirkan kasih sayang sejati, tak lebih sebatas cinta untuk menyalurkan hasrat hawa nafsu yang sempit dan egois. Cinta sejati adala spirit cinta yang disandarkan pada kesadaran atas ilahi, dengan cara mengikuti seluruh seruan yang dihantarkan oleh fitrah. Sekali lagi dihantarkan fitrah, bukan hawa nafsu. Jika kita mencintai orang lain, maka kita selalu menjaga agar diri kita tidak menyakiti hatinya, pun tidak melakukan sesuatu apapun yang membuat dia melanggar dan menjadi kotor di hadapan Tuhan.
Namun, faktanya ternyata valentine day dijadikan sebuah pentas terbuka seks bebas di kalangan anak muda yang telah merajut kasih sayang yang semu. Tepat di tanggal 14 Februari, mereka telah membuat rencana untuk rekreasi atau menginap di tempat yang eksotis yang membuka terjadinya hubungan gelap. Ya, hubungan gelap yang membuat hatinya makin pekat, dan mempurukkannya ke dalam kubangan derita terus-menerus. Betapa banyak di hari valentine itu gadis, sebagai calon ibu yang bisa mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang brillian dan berakhlak mulia, telah menjatuhkan dirinya dalam kegelapan perzinahan. Mereka berani melepaskan keperawanannya pada orang yang katanya mencintainya. Mereka berani memberikan yang paling terhormat dari seorang perempuan itu, karena alasan cinta. Sembari mereka berdalih, bukankah sang pencinta akan memberikan segala apapun untuk yang dicintainya? Ingatlah saudaraku, cinta yang mengabaikan suara fitrah, tak lebih hanya cinta binatang. Setiap cinta yang dilandasi oleh semangat binatang tidak bakal mengalirkan kebahagiaan di hati kita, bahkan sebatas menyisakan derita sepanjang masa. Setiap pasangan, terlebih gadis, yang telah dilucuti keperawanannya tanpa lewat pernikahan, sungguh akan terus didera perasaan takut. Bahkan diam-diam dia terus digolak oleh perasaan bersalah. Memang orang yang telah jatuh dalam perbuatan zina, dia sulit bisa mendapatkan cahaya kebahagiaan sejati. Ya begitulah, ketika orang memandang konsepsi cinta dengan keliru, justru akan melahirkan tindakan yang keliru. Dan setiap tindakan yang keliru pasti akan membekaskan kecemasan dan kesedihan dalam hidup.
Andaikan orang terjebak melakukan zina, maka sungguh Tuhan dan seluruh alam raya ini ikut mengutuknya. Siapapun yang dikutuk maka akan terus dipimpin kegelisahan demi kegelisahan. Keyakinan diri pun copot, rasa sedih menjadi kekal di dalam hati. Memang apapun, yang dibimbing oleh hawa nafsu, kenikmatannya hanya terasa saat melakukan, tetapi setelah mengerjakan, justru virus kesedihan menular makin besar memenuhi ruang batin. Karena itu, menjaga diri agar kita terpuruk ke dalam lembah perzinahan menjadi tanggung jawab kita semua. Orang tua menjaga betul pergaulan anak-anaknya agar tidak terjerumus pada dataran kegelapan tersebut, lingkungan juga tidak memberikan peluang terjadinya perzinahan di kalangan anak muda.
Memang valentine day, tidak memiliki relevansi sama sekali dengan agama. Agama mengajarkan cinta yang berlandaskan pada agama dan ketuhanan. Cinta kita pada seluruh makhluk, tak terkecuali pada kekasih kita harus bertumpu di atas kesadaran cinta pada Tuhan. Andaikan cinta kita pada kekasih tidak didasari oleh rasa cinta pada Tuhan, justru itulah awal terjadinya distorsi dalam cinta. Dan ketika orang melakukan zina atas nama cinta, sungguh itu bukanlah cinta sejati. Sebatas cinta semu dan gombal semata. Betapa banyak gadis ditinggal oleh pasangan prianya, setelah merasakan dan melahap seluruh kenikmatan si gadis tersebut, bahkan setelah dia meninggalkan janin yang dihasilkan dari hubungan intim tersebut.
Berhati-hatilah dengan valentine, karena ketika Anda menghormati valentine, berarti Anda berpeluang merusak kehormatan Anda yang paling hakiki. Jangan biarkan seorang pun menyentuh Anda, apalagi berhubungan intim dengan Anda, sebelum pintu pernikahan itu telah dilewati. Hanya melalui pernikahan kita bisa membangun sebuah pasangan hidup sejati. Di luar itu hanyalah penderitaan.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Kamis, 12 Februari 2009

RAHASIA REZEKI

Wahai yang memberikan rezeki pada seluruh makhluk, baik yang berada di daratan, lautan, di angkasa, dan bahkan di dasar bumi sekalipun. Wahai Yang Maha Penyayang dari setiap yang penyayang. Wahai yang semua urusan bersandar dan dikembalikan padaNya. Wahai Yang Maha Menepati setiap janjiNya. Tiada Tuhan selain Engkau Ya Allaaah. Tiada yang bisa membuat kami hidup dan mati kecuali Engkau Ya Allaah. Bimbinglah keyakinan kami atas setiap janji-janjiMu. Teguhkanlah keyakinan kami akan rezeki yang telah dijatah olehMu. Jauhkanlah dari kami rasa ragu tentang pemeliharaanMu Ya Allaah. Setiap hari kita terus bergulat dengan persoalan rezeki. Karena lemahnya keyakinan pada jaminan dan pemeliharaan Allah banyak diantara kita menempuh jalan-jalan hina untuk mendapatkan rezeki.
Ingatlah saudaraku, rezeki kita tidak pernah berubah, menjadi makin sedikit atau bertambah banyak. Allah telah menakar rezeki kita sesuai dengan kebijaksanaanNya. Andaikan hidup masih dirasakan kita. Andaikan nafas masih berfungsi. Andaikan mulut dan perut masih dimiliki, yakinlah Allah telah menyediakan rezeki kita secara sempurna. Jangalah tergesa-gesa untuk mendapatkan rezeki dari Allah, karena kalau sudah waktunya Anda bakal mendapatkan rezeki itu. Allah Maha Kuasa untuk menentukan rezeki bagi kita, dan tiada yang bisa menghalangi ketika Allah berkehendak, dan tidak ada yang bisa melepaskan rezeki, ketika Allah hendak menahan rezeki kita. Dialah Yang membuka dan menutup pintu rezeki.
Ketika kanker keraguan masih menyusupi hati, kita cenderung panik dengan sedikit kesulitan rezeki yang menimpa. Bahkan kesedihan kita hanya berasal dari persoalan rezeki duniawi ini, sehingga gagal untuk mengumpulkan bekal hidup di akhirat. Betapa banyak saudara-saudara kita yang bekerja pagi hingga malam hari untuk sebatas memenuhi kebutuhan fisik. Bahkan tak jarang mereka lupa akan kewajibannya sebagai hamba. Karena tenggelam dengan mencari rezeki, hingga lupa sholat. Padahal sholat sendiri adalah pembuka pintu rezeki yang lain. Sebagai nasehat Nabi Muhammad Saw pada Abu Hurairah, “Wahai Abu Hurairah, perintahanlah keluargamu untuk shalat, maka sesungguhnya Allah akan mendatangkan rezeki padaMu dari jalan yang tak disangka-sangka.” Manakala orang telah memperhatikan hak-hak Allah, niscaya Allah Yang Maha Dekat dengan orang yang berbuat baik, pasti akan memberikan yang lebih baik lagi. Tiada kekurangan rezeki orang yang selalu mendekatkan hidupnya pada Allah SWT.
Pun perlu ditanamkan dalam dasar kesadaran kita, bahwa rezeki itu akan tetap mengalir bagi ketika selama nafas masih berada di kerongkongan. Allah telah menentukan jatah rezeki kita, dari sejak kandungan hingga kematian menjemput. Rasulullah Saw bersabda, “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya salah satu kamu sekalian tidak akan mati sehingga sempurna rezekinya, maka karena itu janganlah Anda menganggap lambat datangnya rezeki. Dan bertakwalah pada Allah serta perindahlah dalam mencarinya niscaya Anda akan mendapatkan sesuatu yang halal bagimu dan menghindari dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT. “ Berbicara soal rezeki tidak hanya terkait dengan pengetahuan fiqih yang menentukan halal haram, tetapi harus disertai dengan tauhid yang mendalam. Kadang karena tauhid yang lemah membuat orang memburu rezeki yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Banyak dari kita menyangka, bahwa rezeki itu hanya bisa didapatkan dengan berusaha. Ingatlah saudaraku, rezeki itu sudah dijatah oleh Allah. Soal usaha yang Anda lakukan bukanlah hal mutlak sampainya rezeki padamu. Andaikan Anda menganggap usaha itu yang membikin sampanya rezeki padamu, sungguh Anda telah jatuh dalam keadaan kafir. Karena Anda tidak melihat Allah sedikit pun, Sang Pemberi Rezeki, yang menyalurkan rezeki padamu. Pun kalau Anda memandang karena Allah dan usahamu itu yang bisa mendatangkan rezeki, maka berarti Anda telah syirik pada Allah SWT. Tepatnya, Anda telah menyekutukan Yang Maha Pemberi Rezeki dengan usaha atau kekuatanmu. Tetapi perlu disadari, Rezeki itu datang dan telah ditetapkan oleh Allah, sementara usaha hanya sebagai kanal atau sebab dzahir sampainya rezeki pada kita. Walau pun ada sebagian orang yang rezekinya tidak melalui jalan usaha.
Perlulah kiranya ditanamkan dalam keyakinan kita, bahwa rezeki telah menjadi janji Allah, atau urusan Allah SWT, bukan urusan kita. Yang perlu kita urus dari kita adalah bagaimana kita bisa memenuhi hak-hak Allah, atau bagaimana semangat kita untuk bisa memerhatikan Allah lebih besar lagi. Ingatlah, makin besar perhatian Anda pada Allah, niscaya Allah pun bakal makin besar perhatianNya pada Anda. Ketika kita sudah diperhatikan dan diridhai oleh Allah SWT, maka ladang kehidupan ini hanya memberikan kelapangan dan kebahagiaan bagi kita. Wallahu a’lam Bis Showaab.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

KENIKMATAN ADALAH MENGALAMI

Setiap keadaan netral. Kaya harta duniawi pada hakikatnya netral. Anda dianugerahi rumah juga netral. Dianugerahi istri yang cantik disertai anak-anak yang lucu-lucu juga suatu keadaan yang netral. Setiap keadaan yang mengitari kehidupan kita telah menjadi ketentuan Allah bagi kita. Anda pun bisa makan hari ini pada hakikatnya bersifat netral. Allah tidak pernah mengorek anugerah yang diberikan, tetapi Allah akan melihat apakah kita termasuk orang yang bersyukur atau kufur pada anugerahNya. Banyak orang hidup di rumah yang gemerlap, dihiasi oleh ornament-ornamen mahal, dilengkapi dengan bioskop rumah, tetapi tidak terasa ada getaran kebahagiaan yang menyapa keluarga tersebut.
Kalau dilihat dari kemegahan hidup yang telah diperoleh, harusnya mereka memiliki banyak alasan untuk hidup bahagia. Tetapi mengapa tidak pernah merasakan bahagia. Bahkan dia baru merasakan senang, ketika dia keluar dari rumah, sehingga dia harus makan di sebuah restoran. Mereka tidak menyukai masakan rumah yang sama sekali tidak terkesan favorit. Kalau mereka makan saja harus keluar dari rumah, berarti kenikmatan makanan tidak terasa dalam rumah. Kalau kenikmatan tidak terasa dalam rumah, berarti tidak ada dari isi rumah yang bisa memantik kebahagiaan dari satu sama lain. Di rumah telah disediakan LCD TV dengan layar lebar, seperti bioskop. Pun mereka telah membeli kaset-kaset film yang luar biasa, tetapi mereka masih juga tergerak untuk melihat film di bioskop kenamaan. Anak-anak telah dibelikan dengan mainan-mainan favorit dan game-game yang begitu mengasyikkan, tetapi mereka masih juga diajak untuk bermain di tempat-tempat hiburan eksotis untuk mendapatkan layanan mainan yang mahal.
Mengapa mereka tidak bisa menikmati kekayaan yang melimpah, rumah megah penuh gemerlap lampion, dan anak-anak yang bisa menjadi hiasan? Jawabannya, mereka tidak benar-benar mengalami keadaan itu. Dia hanya merasakan permukaan dari keadaan, tidak bisa menguak hakikat dari keadaan tersebut. Andaikan mereka bisa menguak dan menelusuri .dengan kejernihan akan anugerah yang melimpah itu, niscaya dia bakal merasakan kebahagiaan yang tiada tara dengan keadaan tersebut. Ketika kekayaan, istri dan anak-anak tidak lagi menawarkan kebahagiaan dalam hidup kita, berarti kenikmatan batin dari itu semua telah dicabut oleh Allah SWT. Kenikmatan lahiriah terasa melimpah, tetapi kenikmatan kering menjadi kosong. Mengapa bisa kosong? Karena di dalam hatinya tidak ada iman. Padahal hanya iman yang membikin suatu keadaan memiliki makna bagi kita.
Suatu ketika, ada orang yang disuguhi hidangan begitu lezat, dan bagi orang yang hanya melihat dari jarak jauh, meyakini bahwa orang tersebut bisa merasakan kelezatan dari hidangan tersebut, bahkan orang itu berandai-andai diajak menemaninya makan. Tetapi, karena dia sedang memikirkan sebuah persoalan yang amat kompleks, makanan yang begitu lezat itu terkesan tidak lezat, terlihat dari cara makannya yang tidak menunjukkan gairah blas. Makanan itu sejatinya lezat, yang tidak lezat itu adalah pikiran orang tersebut yang masih dihantam oleh sekian masalah. Dia tidak benar-benar mengalami dan masuk dalam kelezatan makanan itu, hingga dia tidak merasakan kelezatan menu yang dihidangkan itu. Dia bisa membeli makanan yang enak, tetapi dia tidak bisa membeli hati yang enak dan pikiran yang jernih. Berarti yang menjadikan suatu keadaan itu enak, karena pikiran dan hati kita tidak bermasalah, bahkan tengah dihiasi oleh perasaan syukur yang terus menyala.
Kalau kita mau mengalami setiap keadaan dengan hati yang bersih, sungguh dari setiap keadaan itu bakal menghadirkan kelezatan ke dalam batin Anda.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Rabu, 11 Februari 2009

SEMUANYA DIMULAI DARI YANG KECIL

Kecil itu terkesan remeh, sepele, seakan tidak bermakna. Padahal dari suatu yang kecil, orang akan mengalami suatu yang besar. Ketika kita tidak bisa menikmati hal-hal kecil, justru kita tidak bisa mengalami kenikmatan yang besar. Dalam hal ini menikmati berarti bersyukur, sabda Rasulullah SAW. “Siapa yang tidak bersyukur pada suatu yang sedikit, niscaya tidak bisa bersyukur pada yang banyak.” Kesuksesan besar berawal dari kesuksesan kecil. Pun bahaya besar, berawal dari deposito bahaya kecil yang bisa memporak-poranda keadaan. Kalau orang berhati-hati dengan sesuatu yang kecil, maka dia akan terpelihara dari bahaya yang besar. Bukankah si jago merah yang melalap sebuah hutan atau deretan rumah berawal dari pijaran api yang kecil yang berasal dari kompor, atau pijaran api kecil yang dimainkan anak-anak? Bukankah pertengkaran berawal dari canda tawa yang amat ringan dan remeh temeh? Dan bisa jadi korupsi besar-besaran berawal dari pencurian kecil-kecil yang sudah terbiasa dilakukan. Karena kalau orang belum berani melakukan yang kecil, justru amat takut melakukan yang besar. Tanpa disadari orang yang menenggak bir dan menjadi pecandu narkoba, berawal dari orang yang terbiasa dan kecanduan merokok. Artinya satu titik kesalahan ketika berulang-ulang, maka akan merembet sebagai kesalahan besar.
Ingatlah saudaraku, tindakan kecil yang selalu diulang-ulang akan membekas dalam pikiran dan hati kita. Anak muda yang terjerumus dalam gelamor dunia malam, berawal dari nonton film di bioskop, atau diajak begadang di malam hari oleh teman-temannya. Mula-mula dia hanya ikut-ikutan demi menghormati teman akrabnya. Teruslah dia mendapatkan kenikmatan dalam pergaulan malam. Setiap malam minggu dia selalu menyempatkan diri untuk menikmati malam panjang itu, apakah itu dia lakukan di sepanjang trotoar, atau pergi ke sebuah kafe, dan tempat pelesir lain yang dipandang kondusif untuk menikmati keindahan. Saat dia telah dirasuki oleh kebiasaan negatif itu, niscaya akan merambat pada tindakan-tindakan yang lebih buruk lagi. Yang pada akhirnya, kemungkinan dia bakal terperosok dalam perbuatan yang menghinakan. Naudzubillahi mindzalik.
Orang yang jatuh dalam perbuatan zina pun berawal dari suatu yang remeh-temeh dan sepele. Berawal dari pandangan yang liar, dia pun menatap lawan jenis, dan memang pandangan pertama itu begitu menusuk dan mengena ulu hati terdalam. Itulah yang disebut pandangan sebagai anak setan. Anak setan yang menancap terus di dalam hati dalam bentuk imajinasi dan bayangan-bayangan kotor. Sabda Rasulullah Saw, “hati-hatilah kamu dengan pandangan, karena pandangan itu akan menanamkan syahwat dalam hati dan cukuplah baginya fitnah dari orang yang memandangnya.” Bayangan yang terus memborbardir itu membuat dia harus melakukan tindakan, ya mendekati orang yang turut menancapkan panah setan ke dalam dirinya. Bara asmara pun tak pernah berhenti berkobar. Terjadilah kegiatan asmara yang menjatuhkannya pada perbuatan yang amat hina dan menjijikkan.
Berangkat dari amsal di atas, maka untuk menjaga hal-hal yang besar, maka kita harus berani menjaga hal-hal kecil yang rentan menjerumuskan kita masuk ke hal-hal yang besar. Kalau Anda tidak ingin masuk ke sebuah rumah yang berbahaya, yang penuh dengan ular, singa, kalajengking, bahkan naga yang bakal menerkam Anda, maka janganlah Anda coba-coba untuk membuka pintunya. Karena ketika Anda membuka pintu tersebut, niscaya Anda telah menawarkan diri untuk dimangsa binatang buas itu. Agar Anda tidak terperosok ke dalam dosa yang besar, maka berusahalah untuk menghindari dosa-dosa kecil yang rentan membawa Anda melakukan dosa besar tersebut. Berpikirlah dengan hati yang jernih setiap kali Anda mau melakukan kegiatan apapun, takut ada sesuatu yang bertentangan dengan agama, terutama suatu yang membuat kita makin jauh dari Allah SWT. Dan tiada balasan bagi orang yang jauh dari Allah, kecuali hanya didera derita demi derita.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Selasa, 10 Februari 2009

KARENA IMAN, AKU ADA

Bagi saya iman adalam biji kesadaran. Tanpa biji kesadaran, kiranya manusia tidak bakal mengalami pertumbuhan kesadaran yang membuatnya dekat pada Allah SWT. Semasa saya masih di SMA diperkenalkan sebuah pameo keren dari Om Descartes yang membekas dalam pikiran saya, “Cogito Ergo Sum” , alias karena berpikir aku ada. Saat itu, saya menganggap pikiran itulah yang membuat manusia mencapai kejayaan, apalagi diperteguh dengan berapa postulat yang mengatakan bahwa keutamaan manusia dari makhluk yang lainnya adalah pikiran itu. Wah, virus Cogito Ergo Sum itu begitu mewabah di kalangan teman-teman saya di pesantren yang katanya pengin jadi intelektual seperti om Descartes.
Tetapi perlahan setelah direnungkan secara mendalam, sesungguhnya keberadaan diri kita benar-benar terasa kalau kita bahagia. Tanpa kebahagiaan, hidup ini menjadi penuh kehampaan. Tetapi mengapa banyak orang yang menjadikan berpikir sebagai kegiatan sehari-hari ternyata tidak merasakan kristal-kristal kebahagiaan. Bahkan Om Descartes sendiri ditengarai mati bunuh diri, sebuah tanda dia tidak bahagia dalam menapaki perjalanan hidupnya. Pun saya bertemu dengan para intelektual yang tidak pernah memancarkan senyum yang berseri-seri, bahkan keningnya selalu mengerut seperti ada suatu yang belum tuntas dipikirkan. Tapi ada juga yang bilang, bagaimana intelektual bisa tersenyum dan berbahagia, wong dia orang yang paling gelisah dengan keadaan. Bahkan dia sendiri selalu membangun warna kontras dengan keadaan yang hadir, demi bisa mendapatkan penemuan baru yang bisa dijadikan referensi bagi orang-orang sesudahnya.
Kita akan terus didera kegelisahan karena berpikir jika berpikir itu tidak disertai dengan iman yang kokoh. Atau sebuah pikir yang tidak melahirkan zikir. Anda pun bisa mengerti banyak pemikir papan atas yang jago dalam sebuah pengetahuan, tetapi tambah jauh dari akar keimanan. Bahkan cenderung mengalami konflik dengan dirinya sendiri. Kata Nabi, tanda ilmu itu tidak bermanfaat adalah membuatnya makin jauh dari Allah SWT. Kata seorang Kyai, yang menjadikan kita tersesat saat ini, karena kita cenderung berpikir tanpa disertai zikir. Kalau orang berpikir disertai ingat pada Allah niscaya cahaya kebahagiaan bakal memenuhi ruang batinnya. Kalau begitu sejatinya yang membuat bahagia adalah iman. Iman adalah biji keyakinan yang kuat pada Keagungan Allah SWT, dan merasakan keterbatasan diri sendiri. Manakala hati telah tertanam biji iman, niscaya seluruh keadaan akan memancarkan pencerahan ke dalam batin. Setiap aktivitas akan melahirkan makna. Dan bukankah makna itu yang diharapkan oleh setiap orang? Orang yang merasakan makna hidup yang indah, niscaya tidak akan tega bunuh diri. Kita bakal mencapai makna hidup itu kalau selalu tersambung dengan Allah SWT. Tanpa iman pada Allah SWT, niscaya keadaan kita terus berada dalam kehampaan. Adapun beriman pada Allah, tidak sebatas mengikuti seperti yang diungkapkan oleh para guru, pembimbing, dan trainer yang telah memberikan keterangan yang rinci dan akurat, perlu kiranya juga menjalani tafakkur terhadap ayat-ayat Allah, baik yang terbabar dalam kalam Qauliyah (al-Qur’an), atau ayat kauniyah (seluruh makhluk yang berada di alam berikut kejadian-kejadian yang menghiasinya). Manakala Anda terus melakukan tafakkur secara mendalam, niscaya Allah akan memperkenalkan diri tidak sebatas melalui pikiran Anda yang terbatas, tetapi akan mengalir dalam getaran perasaan Anda, yang disebut dengan makrifat fil qalbi (mengenal dalam hati), menuju makrifat fil ruh (makrifat dengan ruh).
Saat orang menjadi iman yang hakiki (haqqul yaqin), maka setiap keadaan selalu membekaskan makna dalam hidupnya. Tak ada sedetik waktu pun yang luput dari faedah dan pelajaran baginya. Karena dengan mata iman, dia meyakini seluruh keadaan telah dibingkai dan didesain oleh Allah. Dan setiap ciptaan Allah, pasti menyuguhkan ibrah bagi orang-orang yang berakal. Sosok beriman selalu mencapai ada yang hakiki (makna), karena dia selalu bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan dan peristiwa yang dialami.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Senin, 09 Februari 2009

BERKUASA MAKIN TIDAK AMAN

Saya teringat dengan kesederhanaan dibalik keagungan khalifah Umar Ibn Khattab. Saat beliau memangku jabatan sebagai khalifah, dia hidup untuk melayani umat sepenuhnya. Hampir tak ada waktu untuk beristirahat. Kata beliau, bagaimana saya bisa istirahat, di siang hari saya harus memenuhi hak-hak rakyat, di malam hari saya harus memenuhi hak-hak Allah SWT. Kekuasaan yang diperoleh tidak membuat beliau hidup dalam suasana santai, tetapi merasa memangku beban dan tanggung jawab yang amat berat. Beliau telah melepaskan seluruh kepentingan dirinya, dan lebih mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Karena kekuasaan tidak untuk memenuhi kepentingan diri, maka beliau selalu merasa aman berada di mana saja. Bahkan dia kadang beristirahat dengan cara berteduh di bawah pohon. Bagaimana mungkin seorang khalifah yang notabena pemimpin seluruh umat Islam berteduh di bawah pohon untuk sekadar istirahat tanpa pengamanan seorang pun. Apakah tidak takut ditikam atau tertusuk tombak atau panah? Beliau tidak hanya menjadi penguasa bagi rakyat, tetapi beliau juga telah menguasai dirinya sendiri. Beliau telah menyerahkan seluruh kehidupan ini pada Allah. Dalam hatinya hanya ada rasa takut pada Allah, tidak pernah terbersit sedikit pun takut pada makhluk. Suasana hati itulah yang membuat beliau tidak pernah meminta pengamanan.
Bayangkan dengan penguasa zaman ini. Sungguh kita akan menemukan realitas yang kontras, betapa makin tinggi sebuah kekuasaan, niscaya makin terdera rasa takut. Mengapa dia begitu takut? Ya karena dia tidak bergantung pada Allah, tetapi bergantung pada kedudukan. Saat insan bergantung pada selain Allah, niscaya dia mulai menemukan kerapuhan dalam dirinya. Dia takut kedudukan lenyap dari dirinya, walau sesungguhnya kedudukan pada saatnya akan lenyap. Apakah dirinya terlebih dahulu yang meninggalkan kedudukan dengan datangnya kematian, atau kedudukan itu sendiri yang bakal menghilang dengan adanya pergantian kekuasaan, atau demo rakyat yang memicu meruyaknya kudeta atas kekuasaannya. Sungguh aneh, orang makin berkuasa, makin merasakan tidak aman. Lebih aneh lagi, mengapa banyak orang mengejar kekuasaan yang hanya membuatnya dia makin dikuasai rasa takut. Orang yang berkuasa membutuhkan keamanan, maka dia meminta pengamanan dari pihak keamanan. Saat dia meminta keamanan, siapa yang berkuasa sebenarnya? Apakah yang menjaga keamanan atau yang dijaga keamanannya? Siapa pelayan yang sebenarnya? Apakah yang memberikan pelayanan atau yang meminta pelayanan? Di zaman akhir ini, kita menjadi rabun untuk mengertikan dengan jelas tentang siapa pelayan dan yang dilayani.
Suatu kenyataan yang menggelikan, mengapa saat orang memiliki kedudukan makin tidak bebas untuk mendapatkan kenyamanan hidup. Kemanapun pasti ada orang yang mengikutinya. Dipandu dalam kegiatan protokoler. Hal itu tidak hanya berlaku pada orang yang memiliki kekuasaan tersebut, namun juga berimbas pada keluarganya. Kalau biasanya anaknya bisa bermain bebas dengan sebayanya, sekarang terus saja disertai pengamanan. Seakan terpisah dengan ruang kebebasan. Sungguh tidak masuk akal, ketika orang diberi kekuasaan ternyata makin tidak aman dan bebas.

Minggu, 08 Februari 2009

TIDAK PERCAYA DIRI, BERARTI TIDAK RIDHA

Adalah seorang muda yang melulu dirundung sedih dengan kondisi fisiknya yang kurang sempurna. Dia tidak bisa berjalan dengan baik, alias pincang. Melihat keadaan fisiknya yang tidak sempurna seperti orang lain, dia tidak sebatas sedih, bahkan menjadi pesimis, seakan masa depan tidak berpihak padanya. Rasa ciut, kurang percaya diri terus menggerogoti jiwanya, hingga dia terhalang untuk mengoptimasi anugerah potensi yang diberikan Allah padanya. Suatu kali, dia mendengarkan radio yang membahas tentang sikap ridha. Dia mendengarkan seksama uraian jernih dari seorang ustadz melalui radio tersebut. Si ustadz menguatkan hatinya agar tetap ridha pada Allah, karena ketika dia tidak ridha, maka sisi kelemahan itu akan menjadi penutup potensi hebat yang terpendam dalam dirinya. Padahal dibalik sisi ketidaksempurnaan itu tersimpan potensi sempurna yang telah dititipkan Allah dalam dirinya.
Sehabis mendengarkan radio tersebut, seakan ada cahaya yang mengantarkan kesadaran yang indah bagi dirinya. Dia menyadari bahwa jika dia terus menangisi keadaan fisiknya yang tidak sempurna, tentu saja tidak bisa mengubah kenyataan. Lebih dari itu, dia tidak bisa mengukir makna indah dalam hidupnya. Mungkinkah hidup yang sekali-kali ini hanya diisi oleh kesedihan, rasa jengkel, dan sikap menggerutu yang tak bakal banyak mengubah keadaan? Baiknya dia tidak melihat sisi kelemahan itu, tetapi mencari sisi lain yang bisa menjadi pengungkit potensinya dengan dahsyat. Karena itu, ia akhirnya menyadari bahwa hidup ini tidak boleh diratapi, tetapi harus dijalani dan diisi dengan perjuangan yang bisa menghadirkan makna di hadapan Allah SWT. Tentu dia tidak terseret lagi untuk memainkan pikirannya dari sisi kelemahannya, tetapi bagaimana pikirannya bisa mendeteksi sisi potensi inti yang melekat pada dirinya. Dia pun ikut kursus menjahit di Pasuruan, ternyata dia bisa menjahit. Akhirnya dia pun makin percaya diri, bahwa dirinya memiliki kelebihan yang bisa terus diasah. Dan saat ini, dia tetap menekuni dunia konveksi ini. Semoga Allah memberkati hidupnya.
Kita kurang percaya diri berawal sikap tidak ridha menyeruak dari hati kita. Ketahuilah bahwa semua yang dirasakan dan dialami oleh kita sebagai anugerah yang datang dari Allah. Dan yakinilah setiap anugerah Allah adalah baik, hanya saja orang kadang tidak bisa melihat sisi kebaikan dari apa yang dianugerahkan oleh Allah padanya, sehingga dia terus tersudut dalam penderitaan dan kurang percaya diri. Ada anak muda kurang percaya diri, karena hidungnya menjorok kedalam, bibirnya sumbing, wajahnya hitam gelap, badan yang gemuk, fisiknya terlalu pendek, fisiknya terlalu tinggi, dan sebagainya. Ada juga yang tidak percaya diri, karena tidak memiliki aksesoris duniawi. Tidak percaya diri karena tidak memiliki HP seperti yang dimiliki teman-temannya. Bagi orang yang sudah berkeluarga, merasa ciut pada teman-teman di kantor, dan setelah diteliti dari semua kolega yang ada di perusahaannya, hanya dia saja yang tidak memiliki rumah. Dia pun tidak percaya diri. Atau seorang gadis tua, merasa kurang percaya diri, karena belum ada seorang pun yang berani melamarnya, sementara teman-teman sebayanya telah melampauinya dan hidup sakinah dengan seorang suami. Kurang percaya diri, karena terus diberondong kemiskinan, sementara tetangganya hidup dalam keadaan megah dan kaya. Ketika kenyataan-kenyataan itu dihadapkan pada hawa nafsu dan pikiran yang dangkal sungguh amat menyakitkan. Makin sakit hati dan kurang percaya diri, ketika kita terseret untuk membanding-bandingkan diri kita dengan kelebihan orang lain. Akar dari kurang percaya diri sejatinya adalah karena manusia tidak ridha pada apa yang dianugerahkan Allah padanya. Dan ketahuilah orang yang tidak percaya diri, hanya bisa melihat sisi kegelapan yang melekat pada dirinya, dan tidak menemukan cahaya potensi yang terpendam indah dalam dirinya.
Sikap ridha menjadi amat penting untuk meluaskan hati kita. Saat hati telah meluas dan lapang, niscaya kita akan menemukan aneka mutiara yang bermukim dalam diri kita. Sikap ridha akan melahirkan ridha Allah. Sabda Nabi, “Siapa yang ridha pada Allah, maka baginya keridhaan (Allah).” Manakala orang ridha dengan anugerah yang diberikan oleh padanya, niscaya Allah pun ridha padanya. Ketika Allah ridha, maka Allah akan selalu menolongnya untuk mencapai impian yang diharapkan. Bukankah Allah amat dekat pada orang yang ridha dengan apapun yang datang dariNya? Sadarilah saudaraku, bahwa apapun yang diberikan Allah pada kita pasti itulah yang terbaik untuk kita. Karena Allah Maha Mengetahui rahasia dari setiap hamba-hambaNya. Berbaik sangkalah pada Allah terus-menerus, niscaya Allah akan selalu menunjukkan sisi kebaikan dalam hidupmu. Bisa jadi dari suatu yang dipandang yang buruk menurut kita, ternyata tersimpan keindahan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ada yang hidup dalam keadaan miskin, karena itu ia hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal. Dia tidak terpikir sedikit pun untuk dugem, berwisata ke tempat eksotis, menonton film di bioskop dan sebagainya. Yakinilah, keadaan ini suatu yang terbaik dari Allah, bisa jadi jika kita diberi kekayaan sedikit yang membuat kita bisa memenuhi kebutuhan sekunder, bahkan memenuhi keinginan hawa nafsu, betapa kita pun bakal berada dalam derita. Terpenting, sekarang carilah hikmah dari setiap keadaan yang selama ini membuat kita tidak percaya diri, hingga kita bisa berubah untuk bersikap ridha pada Allah. Saat orang telah ridha dengan ketentuan Allah, maka dia bakal selalu dalam keadaan bahagia. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya Allah dengan keadilannya menjadikan kebahagiaan dan kegembiraan dengan ridha dan yakin, dan Allah menjadikan kesedihan dan kekhawatiran dalam kesalahan dan sikap ragu.”
Semoga kita bisa menghiasi keadaan diri kita dengan sikap ridha, sebagai tanda beriman pada ketentuan Allah, dan Allah pasti memberikan yang terbaik pada setiap hamba-hambaNya, karena Allah Maha Baik. Berprasangkalah Anda pada Allah dengan prasangka yang baik, niscaya Allah akan memberikan kebaikan. Sesuai sabda Rasulullah SAW, Allah berfirman. “Aku sesuai prasangka hambaKU tentang Aku, jika (berprasangka) baik, maka kebaikan pula yang bakal didapatkan, jika (berprasangka) buruk, maka keburukan pula yang bakal diperoleh.”
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Hati

Sabtu, 07 Februari 2009

KONEKSI SPIRITUAL

Mungkin Anda tertegun dengan kata koneksi diatas yang dipadukan dengan kata spiritual. Karena makin maraknya spiritualitas yang dibisniskan, hingga kata koneksi spiritual bisa-bisa dikaitkan dengan soal bisnis. Ada sebagian saudara kita bilang dengan kata yang ringan dan lumrah, “ah sekarang untuk memeroleh pekerjaan tidak cukup dengan keterampilan, tetapi juga butuh koneksi!” Ada juga yang bertutur, “Agar bisnis kita tambah maju, kita kudu banyak koneksi. Makin luas koneksi makin besar profit yang dicapai.” Kalau begitu bisakah koneksi dikombinasikan dengan spiritual? Ya bisa saja. Apa kata koneksi harus dikait-kaitkan dengan hal duniawi saja? Kalau untuk mencapai keuntungan duniawi saja kita memerlukan koneksi, apalagi mencapai kedigdayaan spiritual, niscaya koneksi lebih dibutuhkan. Walau demikian, janganlah spiritual dijadikan ajang untuk berbisnis. Karena spiritual sendiri bersifat immateri. Bolehlah ada spiritualisasi materi, tapi bukan materialisasi spiritual.
Koneksi adalah jaringan (washilah) yang berperan menyambungkan kita dengan pusat tujuan kita. Dalam tataran spiritual, Allah sebagai tujuan utama. Kita tidak bisa berjalan sendiri untuk meraih kebersamaan dan kedekatan dengan Allah, tanpa dibantu oleh koneksi sekaligus konektor yang menghubungkan kita dengan Allah SWT. Siapa konektor spiritual? Koneksi spiritual yang bakal mengantarkan kita mengenal Allah adalah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau Saw adalah pintu yang mengantarkan kedekatan dengan Allah SWT. Tanpa Rasulullah SAW kita tidak bakal mengenal Allah SWT, karena tidak mungkin orang masuk rumah tanpa harus melewati pintu yang telah tersedia.
Walau pun Rasulullah SAW telah mendahului kita, kita harus tetap memperteguh koneksi dengan Rasulullah SAW dengan jalan mencari figur berkarakter yang bisa mengantarkan kita mengenal Rasulullah SAW. Rasulullah SAW dalam tataran ilmu ma’rifat adalah sebagai rumah, dan Imam Ali KW sebagai pintunya. Sabda Rasulullah Saw, “Saya adalah rumah hikmah, dan Ali adalah pintunya” (HR. Tirmidzi). Murid spiritual yang dekat secara keilmuan dengan Rasulullah Saw adalah Imam Ali KW, dan dilanjutkan oleh guru yang secara keilmuan tersambung pada Imam Ali KW hingga Rasulullah SAW. Lebih bagus lagi, kalau kita mencari koneksi yang tidak hanya memiliki koneksi ilmu spiritual dengan Rasulullah SAW tetapi juga terikat dalam hubungan nasab dengan Rasulullah SAW yakni dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi). Bersyukurlah Anda, jika telah menemukan seorang guru dari kalangan ahlul bait, insya Allah dia bakal mengantarkan Anda untuk ma’rifat pada Allah SWT lewat ma’rifat pada Rasulullah SAW.
Di saat maraknya menu spiritual yang terhidang di zaman ini, kita harus hati-hati mencari konektor, yakni guru. Salah mencari konektor, maka alih-alih kita ma’rifat pada Allah, malahan kita bakal terpuruk dalam kegelapan ruhani. Sehingga gagal merasakan kelezatan spiritual berupa kedekatan dengan Allah SWT. Sekarang yang penting bukan mendapatkan ilmu, tetapi meraih cahaya ilmu yang membuat kita makin mengenal Allah sehingga bisa mencintaiNya tanpa syarat dan tanpa batas.

Jumat, 06 Februari 2009

PUJILAH PADA YANG MEMUJIMU

Pujian datang dari Allah. Hakikat diri kita batil, dan yang menebarkan cahaya hak pada diri kita hanyalah Allah SWT. Allah berfirman, “Katakanlah telah datang yang hak dan telah lenyap kebatilan, sesungguhnya kebatilan benar-benar lenyap.” Al-Haq hanya milik Allah, sementara seluruh makhluk masuk kategori batil. Dan andaikan ada kebaikan yang memancar pada diri kita, itu semata-mata sebatas untuk mempresentasikan kebaikan Allah lewat makhlukNya. Terkait dengan pujian orang atas perbuatan yang kita lakukan, maka kita tidak boleh menyikapi dengan perasaan bangga, apalagi melahirkan rasa sombong.
Ingatlah, ketika Anda mendapatkan pujian dari seseorang, dan lalu Anda menyikapi dengan sikap sombong serta pongah, tentu posisi Anda berubah tak lagi terpuji, bahkan hina di hadapan Allah. Yakinilah, tak ada orang sombong yang mulia, karena sombong sendiri kehinaan. Kemudian bagaimana sikap kita saat memeroleh pujian dari orang lain? Sadarilah pujian itu datang dari Allah menuju Allah, sementara kita hanya kanal sampainya pujian makhluk pada Allah.
Kalau makhluk telah memuji Anda, maka sikap Anda adalah merendahkan diri di hadapan Allah, karena makhluk telah diizinkan melihat pencaran kebaikan dari diri Anda yang datang dari Allah. Andaikan memang kebaikan itu ada pada kita, justru pujian itu sebagai doa yang bakal kian meneguhkan sisi kebaikan yang melekat pada kita. Andaikan pujian itu tidak ada pada kita, maka perlu juga dianggap sebagai doa, agar kita benar-benar merasakan kebaikan itu dalam hati kita. Saat pujian itu tidak ada pada kita, maka kita harus berusaha bagaimana bisa menjadikan diri kita seperti pujian itu, dengan terus berupa mengikis sisi yang berlawanan dengan pujian tersebut. Betapa banyak orang mengalami peningkatan kualitas diri, karena dimotivasi dan dipuji sisi kebaikan yang ada pada dirinya. Dan orang lain memuji kita, pada hakikatnya sebagai harapan mereka terhadap kita.
Kalau ada orang yang memuji kita, maka puji pula orang tersebut, karena dia telah menemukan kebaikan. Dan dia bisa menemukan sisi kebaikan yang melekat pada kita, karena pikirannya yang positif. Karena itu, mengapa kita harus memuji orang yang memuji kita. Ya, karena pikirannya yang positif. Bukankah, positif dan negatif itu ada dalam pikiran, tidak terletak pada obyek yang dipikirkan. Ketika pikiran positif, insya Allah dia bakal selalu menemukan sisi kebaikan dari setiap aktivitas yang dijalankan.
Yang mulia itu tidak terletak pada obyek yang dipikirkan, tetapi melekat pada pikiran yang melihat kemuliaan tersebut. Karena kenyataannya, banyak pula orang berpikir negatif dan mencaci orang yang berlaku baik. Andaikan mereka tidak berpikir negatif, tentu saja dia tidak bakal menemukan sisi negatif orang lain, bahkan selalu mendapatkan sisi kebaikan yang memancar dari orang lain. Ada orang yang berpikir negatif pada ulama’ yang telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berdakwah, atau yang berpikir negatif pada pedagang yang jujur dan sederhana. Bahkan ada orang yang berburuk sangka pada Allah SWT, padahal Allahlah sumber dari segala kebaikan itu.
Kalau begitu, baik dan buruk bermukim dalam pikiran kita sendiri. Itulah alasannya, mengapa kita tergerak untuk memuji orang yang memuji kita? Orang memuji kita karena memang pikirannya yang terpuji, bukan diri kita. Dan andaikan pikirannya negatif, pasti dia bisa melihat sisi keburukan yang melekat pada kita. Dia melihat diri kita sesuai dengan kacamata yang dipergunakan. Lebih dari itu, saat orang memuji kita, secara spontanitas dia telah mendapatkan ketenangan hidup seketika. Bukankah orang yang telah berada dalam keadaan tenang itulah yang berhak mendapatkan maqam terpuji.
Khalili Anwar, penutur dari jalan hati

MEMBACA BUKU SEMESTA

Wahyu pertama kali yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW adalah soal membaca. Membaca disini tidak sebatas membaca buku, al-Qur’an atau beragam teks-teks yang tersebar. Pun diimbangi dengan membaca realitas yang menjadi buku semesta bagi kita. Betapa banyak orang belajar tentang kearifan dari alam. Mereka merenungi kearifan air yang terus memberikan energi pada kehidupan ini, dan berkat kehadiran air, kehidupan bumi bisa dilestarikan. Pun Anda tidak hanya disuruh membaca semata, tetapi berusaha menguak makna esesial dibalik yang terbaca tersebut. Andaikan Anda disuruh membaca al-Qur’an, pastinya tidak sebatas membaca secara tartil, tetapi meningkat pada upaya bagaimana Anda bisa merenungi ayat-ayat yang tersebar dalam al-Qur’an. Pun soal alam ini, Anda tidak sebatas menyaksikan kejadian demi kejadian tanpa merengkuh makna di dalamnya.
Ingatlah, setiap kejadian yang mengemuka di alam ini merupakan ayat-ayat Allah, dan agar Anda bisa mendapatkan cerapan pelajaran agung dari setiap peristiwa yang terjadi, maka berusahalah untuk menyelami batinnya peristiwa dengan tafakkur. Bagi saya, tafakkur adalah membaca secara mendalam, yang dengan membaca itu orang akan menguak mutiara dari permasalahan yang menyeruak ke permukaan. Sungguh kalau Anda mau merenungi setiap lintasan kejadian yang mengemuka di alam ini, niscaya Anda bakal menemukan keajaiban-keajaiban. Karena semuanya telah dirancang secara ajaib oleh Allah SWT. Mengapa banyak diantara kita tidak menemukan inspirasi dibalik setiap kejadian? karena kita hanya bisa melihat permukaan, tidak bisa menguak batinnya sebuah peristiwa.
Sungguh ayat Allah itu amat luas tidak bisa tercakup oleh pikiran manusia yang terbatas. Karena tidak bisa dicakup oleh pikiran manusia, maka berusahalah mengoptimasi pikiran agar setidaknya mengetahui setetes dari samudera pengetahuan Allah. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al-Kahf [18]:109). Kalau ilmu Allah hanya sebatas ayat-ayat yang tersebar dalam al-Qur’an tentu saja bisa dicakupnya, tetapi ruh yang terpendam dalam setiap ayat-ayat al-Qur’an tak bisa dicakup oleh otak manusia. Hanya dari waktu ke waktu rahasia-rahasia pengetahuan yang tersimpan dalam al-Qur’an bakal terkuak dengan sendirinya. Kebenaran al-Qur’an akan terbukti dan menjadi pelajaran bagi orang yang berakal.
Membaca buku semesta akan membuat kita bisa mencerap kearifan demi kearifan. Setiap kearifan menjadi energi yang bakal merumuskan perubahan bagi kita. Bacalah secara teliti peristiwa alam, berupa banjir bandang yang turut memacetkan seluruh aktivitas, gempa bumi yang membikin bangunan ambrol dan roboh, angin pusing beliung yang membuat bangunan berantakan. Ketika Anda merenungkan secara seksama, bahkan kejadian demi kejadian itu menggambarkan keadaan batin manusia yang tengah dibentur oleh beragam masalah yang membuat batin tidak pernah mencerapi kebahagiaan. Coba renungkan pula, tentang kekerasan yang dilakukan satu kelompok pada kelompok lain, mengapa harus ada kekerasan dalam agama? Mungkinkah jiwa kita sudah amat keras, sehingga terpantul dari tindakan yang amat keras dan brutal. Atau mungkin hati kita sekarang makin keras, sehingga sulit menerima kebenaran yang bersifat lembut. Kebenaran telah dikalahkan oleh beragam pertunjukan seni yang menyeret orang dalam kegelapan dan kesesatan. Suguhan media telah membuat hati kita semakin keras, bahkan makin tidak memiliki jiwa kemanusiaan. Sungguh, keadaan alam dunia hanyalah gambaran kejadian di alam batin.
Ketika kita selalu berusaha menguak pengetahuan dibalik kejadian yang mencuat ke permukaan, maka kearifan bakal menyusup dalam kesadaran kita. Lewat kejadian yang direnungkan secara seksama insya Allah kita bisa mencapai puncak pengetahuan. Apa puncak pengetahuan itu? Puncak pengetahuan adalah berserah diri. Bagi orang yang telah sampai pada stasiun berserah diri tersebut, justru akan selalu melihat af’al (tindakan) Allah dalam setiap peristiwa. Bukankah Allah amat berkuasa untuk melakukan apa yang dikehendaki?
Karena itu, kalau Anda setiap hari memiliki waktu untuk membaca buku, maka Anda pun harus bisa menyisihkan waktu untuk membaca kehidupan ini secara seksama. Saat Anda bisa membaca dan merenungi seluruh kejadian yang mewujud dalam perputaran kosmik ini, insya Allah kita akan makin bijaksana dalam menghadapi kenyataan hidup ini, dan kita tidak bakal menyia-nyiakan untuk mendapatkan hikmah di dalamnya.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Hati






Selasa, 03 Februari 2009

MENGGERUTU MERAPUHKAN DIRI

Menggerutu berawal dari sikap bergantung orang pada makhluk. Misalnya, suatu saat kita membuat janji dengan klien bisnis di tempat dan waktu yang sudah ditentukan. Tetapi saat waktu itu telah tiba, ternyata dia tidak menemui kita di tempat yang telah dipastikan. Atau pun, kalau datang ke tempat tersebut, ia telat beberapa menit. Alias tidak on time. Andaikan, kita bergantung padanya, justru kita akan menggerutu, jengkel, bahkan gusar. Memang begitulah, makin orang bergantung pada makhluk, justru makin mudah dikena sikap menggerutu tersebut. Karena dasar manusia yang tidak sempurna, tentu tidak bakal memberikan kepuasan. Dan kala tidak ada kepuasaan, niscaya yang timbul adalah kekecewaan. Kedua sifat ini tidak bisa bergabung dalam satu hati manusia. Ketika menyembul kepuasan, maka bakal tenggelam kecewa, dan sebaliknya ketika kecewa meruyak, maka kepuasan pun tenggelam. Menggerutu kadang menjadi ekspresi tepat dari bawahan pada atasan. Anak pada orang tua, murid pada guru, karyawan pada bosnya, dan sebagainya. Ketika atasan tidak memperlakukannya secara adil, bawahan yang tidak bisa berbuat apa-apa, memilih dengan sikap menggerutu. Makin dia menggerutu, maka makin besar sifat bergantungnya pada sang atasan. Karena itu, makin orang bergantung pada sesuatu, maka harus siap-siap mendapatkan kekecewaan dari sesuatu tersebut. Dan mengapa orang yang menggerutu menjadikan dirinya makin rapuh?
Bagaimana kita tidak disebut rapuh, kalau bergantung pada yang rapuh. Bukankah manusia amat lemah? Mengapa kita harus bergantung pada manusia. Makin aneh lagi, ada orang bergantung pada mesin, padahal mesin memiliki kekurangan. Karena setiap tempat bergantung akan menjadi tuhan kecil, dan itu tidak bakal memberikan solusi yang utuh bagi kehidupan kita. Pasti ada saja kekurangan yang bakal terlihat di mata kita. Orang yang bersandar pada selain Allah, seperti halnya dia bersandar di tempat yang rapuh, lebih rapuh ketimbang jaring laba-laba. Dan tahukah Anda jaring laba-laba paling rapuhnya tempat. Saya yakin orang yang bergantung pada selain Allah, tidak bakal merasakan kebahagiaan hidup yang sempurna. Dan sesungguhnya tanpa kita sadari Allah telah memberikan pelajaran pada kita dengan kekecewaan-kekecewaan yang kita rasakan tentang perlakuan orang, agar kita tidak lagi bergantung pada manusia. Tetapi mengapa kebergantungan kita pada makhluk makin hari bertambah besar? Manusia tidak bakal mendapatkan kebahagiaan hakiki, jika dalam hatinya masih ada lukisan makhluk. Sesempurna apapun kita melihat manusia, pasti nantinya kita akan melihat sisi lemah yang membuat kita harus memendam rasa kecewa, sehingga dari hati terus bergema suara-suara menggerutu. Betapa sakitnya hati ini ketika suara-suara buruk itu terus-menerus digemakan dan diprogramkan ke dalam hati kita. Sikap menggerutu bakal membuat keburukan orang tersebut makin besar di mata kita, dan teruslah setan bakal menunjukkan sisi keburukan orang yang digerutui tersebut.
Ketika kita kecewa tidak sebatas bersikap menggerutu, yang telah cukup membuat hati sumpek, tetapi semakin bertambah menderita ketika kita mengungkapkan kekecewaan kita pada orang lain. Bukankah itu, malah bakal menimbulkan dosa baru berupa ghibah. Ghibah tidak pernah merugikan orang yang dibicarakan, hanya merugikan orang yang yang menggunjing itu sendiri. Selain itu, Anda terus merasakan odsa ghibah itu lagi berupa derita. Ingatkah Anda dengan sabda Rasulullah Saw. “Berhati-hatilah dengan ghibah, karena ghibah lebih ganas daripada zina, kalau ada seorang laki-laki melakukan zina, dan dia bertaubat niscaya Allah akan menerima taubatnya, dan sesungguhnya orang yang bertaubat tidak akan diampuninya sehingga dia meminta ampun karenanya pada teman yang digunjing itu.” Pernahkah Anda mendapatkan kepuasaan saat menelanjangi keburukan seseorang di hadapan orang lain? Tentu saja, tidak mendapatkan kepuasan. Bahkan bersamaan dengan menggerutu dalam bentuk mengguncing tersebut, justru kita akan didera rasa takut, bagaimana andaikan apa yang dikatakan diketahui oleh orang yang digunjing tersebut. Teruslah perasaan takut itu menggedor hati kita. Ketika rasa takut itu membayangi diri kita setiap saat, maka sinar wajah kita menjadi terhapus. Dan walau pun tersenyum, senyumnya tidak menularkan energi sedikit pun. Memang menggerutu yang berawal dari sikap bergantung pada makhluk bakal membuat kita makin tidak berdaya. Dan makin lemah di hadapan makhluk, dan anehnya saat itu tidak mengalir perasaan sedikit pun untuk menggantungkan hidup pada Allah SWT semata. Makin sering Anda menggerutu, tentu makin gelap hati Anda, dan Anda pun tidak pernah bisa menjaring kebahagiaan yang hakiki dalam hidup Anda. Mengapa? Karena menggerutu hanya bisa mengirimkan energi negatif ke dalam kesadaran kita. Sehingga energi positif pun tertutupi oleh energi negatif tersebut. Bagaimana mengurangi atau memupus sikap menggerutu itu?
Pertama, menjadikan Allah tempat bergantung satu-satunya. Ketika orang telah bersandarkan sepenuhnya pada Allah, maka Allah memang tempat bersandar yang amat handal. Tetapi ketika kita bergantung pada selain Allah, maka Allah akan menyerahkan urusannya, dan tentu dia akhirnya akan merasakan kekecewaan demi kekecewaan. Bagi orang yang bergantung pada Allah sepenuhnya, maka dia akan terus merasakan kekokohan batin terus-menerus. Andaikan dia mencita-citakan sesuatu, tetapi belum juga bisa mewujud, justru dia tidak serta-merta kecewa, karena Allah telah memberikan pengetahuan dari penahanan atas permintaan tersebut, hingga makin hari imannya bertambah kuat dan kokoh saja. Bahkan, kala musibah menimpanya tidak membuat semangatnya meredup untuk bergantung pada Allah, bahkan itu sebagai cara dari Allah untuk menguatkan daya batinnya. Dan saat batinnya telah menjadi kokoh, justru karunia lahiriah yang diminta tidak bakal menyesatkan, bahkan membuatnya menjadi lebih berwibawa dan mulia di hadapan Allah. Mengapa Allah harus dijadikan tempat bergantung satu-satunya? Karena Dia-lah yang mengurus semua urusan. Dan seluruh urusan akan kembali pada-Nya.”Katakanlah ‘Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah’” (QS. Ali Imran [3]:154. Bagaimana mungkin kita bergantung pada yang bergantung? Bersandar pada yang bersandar? Rasa-rasanya kita akan mengalami kejatuhan ketika kita bersandar pada yang rapuh. Saat orang yang dijadikan tempat bersandar telah mengalami kegagalan, justru kita pun bakal terimbas kegagalan. Tetapi siapa yang bergantung pada Allah, justru dia makin kukuh.
Kedua, yakinilah manusia hanya jadi ladang beramal bukan tempat bergantung. Artinya, kita tidak bakal kecewa ketika kita menganggap makhluk hanya ladang beramal. Hanya karena adanya makhluk kita bisa berbuat dan menjalankan amanah-amanah suci dari Allah SWT. Misalnya, Anda membangun kerjasama dengan seorang kolega bisnis. Melihat performanya yang begitu meyakinkan, Anda percaya atas kompetensi dan integritas yang melekat pada si kolega. Hanya saja suatu saat dia menipu Anda, dengan cara yang amat cerdik. Mungkin Anda mengalami kerugian besar dalam kerjasama bisnis tersebut. Bolehkah Anda bersikap perkasa dengan mengembalikan urusan pada Allah? Ya, saat Anda sabar sembari melakukan evaluasi dibalik kerjasama dan niatan Anda, insya Allah Anda bakal mendapatkan keterangan agung dari Allah SWT. Bahkan pelajaran ditipu itu lebih mahal harganya ketimbang uang yang telah ditilap tersebut. Dan kalau Anda menyandarkan pada Allah sepenuhnya, pasti setiap perlakuan makhluk pada Anda akan menjadi amal kebaikan. Ya kebaikan. Yakinilah, orang yang bersandar pada yang hak, maka niscaya setiap saat hanya bisa melakukan amal kebaikan.
Bolehlah secara fisik kita bergaul dengan manusia, tetapi hati kita hanya dipenuhi dengan kesadaran bergantung pada sepenuhnya pada Allah SWT semata. Sehingga setiap niat, gerak, sikap, dan perbuatan kita hanya tertuju pada Allah SWT. Wallahu ‘alam bis showab.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Hati

Senin, 02 Februari 2009

BERTERIMA KASIHLAH PADA ISRAEL

Sungguh Anda terkejut bagai disengat listrik membaca seruan di atas. Bukankah kita harus mengutuk Israel yang telah dengan bengisnya membantai ribuan rakyat Palestina yang notabena saudara kita? Sudah tahu kan kita, bahwa Israel termasuk bangsa yang telah dimurkai oleh Allah SWT, mengapa harus berterima kasih padanya? Kalau kita berterima kasih padanya, bukankah mereka makin menjadi-jadi dalam mempermainkan umat Islam? Musti banyak pertanyaan yang mengalir dari emosi dan pikiran Anda. Tumpahkan semua perasaan Anda, sehingga Anda benar-benar merasa muak dan benci pada Israel, mungkin juga berimbas kebencian yang menguat pada penulis.
Tetapi walau pun Anda benci pada penulis, tolong Anda baca kalimat-kalimat selanjutnya, agar kita tidak terbiasa melihat sebuah bingkai pikiran sepotong-sepotong. Kita memahami bersama, bahwa Israel, dengan simbol Yahudinya, tidak layak untuk dijadikan teman dan tempat kita berbagi, bahkan kita harus berusaha menghancurkan eksistensi, terlebih pemikiran mereka yang kini telah menjalar ke seluruh dunia, tak terkecuali umat Islam di seantero negari ini. Yahudi termasuk kaum yang telah dimurkai oleh Allah SWT sepanjang masa. Karena itu, kita menetapkan seluruh kekuatan Israel itu sebagai musuh bersama umat Islam. Hanya saja, kita tanpa sadar terus diseret ke barak Yahudi, kita makin terpesona dengan karya-karya teknologi yang diluncurkan oleh mereka. Pun kita tidak pernah terbersit sedikit pun untuk menciptakan karya tandingan seperti yang dilancarkan mereka, dan memposisikan kita sebagai konsumen adiktif seluruh karya mereka. Negara-negara muslim telah dilimpahi kekayaan alam oleh Allah SWT, hanya saja kekayaan alam ini tidak diimbangi dengan SDM dan mental yang eksellant.
Kita makin silau dengan karya duniawi yang diluncurkan oleh Yahudi. Yahudi telah diberi kelebihan sebagai kaum yang amat cerdas daripada kaum yang lainnya. Tentu saja kita tidak bisa mengejar kekuatan teknologi mereka. Layaknya, orang Islam memiliki nilai tambah ketimbang kecerdasan intelektual yang telah dikuasai oleh Yahudi tersebut. Walau kita harus terus membangun daya intelektual, perlu juga diimbangi dengan penguatan akidah. Umat ini perlu terus memacu latihan untuk memberdayakan dan menguatkan iman tersebut. Tetapi tanpa disadari ternyata iman umat Islam makin tergerus, bahkan pupus, hingga konsentrasi mereka terus terpacu untuk mendapatkan duniawi dengan seluruh aksesorisnya.
Karya teknologi yang lemah diperparah dengan iman umat yang pupus, menjadikan kita makin hari makin tersudut dalam permainan dunia. Mengapa? Karena umat Islam sudah tidak percaya diri lagi untuk menjadikan Islam yang kaffah sebagai pandangan hidup dan spirit perjuangan kita. Yahudi melalui Israel mencoba melakukan serangan terhadap Palestina, tidak sebatas menyerang Palestina an sich. Tetapi mereka juga ingin menengok pengaruh kekuatan mereka yang telah disuntikkan pada orang Islam, yakni cinta duniawi yang memutus mata rantai iman yang harusnya terus menghunjam dalam umat Islam. Saat serangan rudal diarahkan pada Palestina, negara-negara muslim hampir tidak banyak berteriak, dan memilih diam dan tutup mulut. Pemerintah Mesir, Arab Saudi, serta negara arab yang lain bersikap bungkam. Ketika tidak ada teriakan sedikit pun dari orang orang muslim, berarti memang Islam dalam keadaan lemah saat ini. Sudah tidak memiliki kekuatan dalam lingkup internasional. Kalau kita terlihat lemah, sungguh bisa diketahui oleh mereka, bahwa memang umat Islam kini berada dalam titik nadir.
Itu pikiran yang terbersit di kalangan Yahudi dan sekutunya. Bagi kita, keadaan ini harus membekaskan pembelajaran. Keadaan ini menandakan kelemahan kita, umat Islam. Karena itu, kita berupaya menelisiki secara seksama mengapa islam lemah? Apa akar masalahnya, sehingga kita berada dalam keadaan lemah? Andaikan kita kuat tentu saja Israel tidak semena-mena membantai saudara-saudara kita di Palestina. Pun andaikan umat Islam kuat, tentu saja AS tidak bakal menghancurkan Irak, Afganistan dan beberapa negara yang lain. Andaikan keadaan ini membuat kita makin mengerti tentang titik lemah kita, dan kita terus berusah memperbarui diri terus-menerus, maka Anda akan berani mengatakan terima kasih pada Israel. Memang kita bakal mengerti sisi lemah kita dari musuh kita. Bahkan ada pameo kalau Anda ingin mengerti tentang sisi lemah Anda, tanyakanlah pada musuh Anda. Tentu saja, musuh tidak akan memberitahukan sisi lemah kita secara terang-terangan. Tetapi mereka, akan memberitahukan lewat sikap dan tindakan mereka terhadap kita. Bagaimanapun kejayaan Yahudi, karena kelemahan kita umat Islam. Kemenangan mereka karena kekalahan kita. Bisa jadi, ada mental keliru yang telah menyusup ke dalam pikiran umat Islam. Islam yang masyhur di kalangan umat Islam, adalah Islam yang bersifat lahiriah semata, tanpa disertai oleh iman yang kuat dan kukuh.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Hati