Kamis, 30 April 2009

LEWAT MUSIBAH DIRI DIPUGAR



Setiap insan tak pernah lepas dari putaran peristiwa dan kejadian, entah yang mewariskan kesenangan atau membekaskan kepedihan dalam hati. Meski demikian, perlu disadari bahwa tak ada dibalik setiap kejadian dan peristiwa yang mengguncang hidup kita, kecuali untuk memperbaiki sisi-sisi kehidupan kita sendiri. Jika kita menyadari bahwa hidup ini sebuah perjalanan menuju kesempurnaan, tentu kita akan menyambut kejadian apapun yang menimpa kita dengan senyum bahagia, karena tak ada dibalik kejadian yang hadir kecuali untuk menyempurnakan mozaik kehidupan kita agar menjadi bangunan yang utuh. 

Tentu, kita tidak mau hidup dalam suasana yang begitu-begitu saja, datar-datar saja, menempuh perjalanan yang tak menanjak, juga tidak menurun, tidak ada kelokan ekstrim, dan tak ada lompatan-lompatan yang menarik. Ringkas kata keindahan hidup berbanding lurus dengan warna tantangan yang dihadapi. Yang membuat kita meresapi kepuasan manakala kita berhasil melewati ragam tantangan yang membangkitkan andrenaline dan menyalakan spirit juang. 

Jika kita bisa memahami hidup secara utuh, maka kita tidak akan mengeluh dengan terpaan musibah, juga tak terlalu senang dengan kenikmatan yang diperoleh (lihat QS. Al-Hadid: 22-23). Manakala musibah menerpa kita, maka hadirkan kesadaran dalam diri kita, bahwa musibah sebagai utusan dari Allah untuk mengelola jiwa, meneguhkan daya tahan, dan memperkuat otot-otot kita untuk menghadapi tantangan hidup yang lebih besar. Kalau kita salah dalam menyikapi musibah, justru kita akan terlindas oleh rasa putus asa, kecewa, sikap mengeluh yang berlebihan, berujung pada runtuhnya kekuatan mental kita sendiri. 

Musibah dipandang sebagai jamu yang menguatkan otot-otot, melatih diri untuk makin terampil menghadapi tantangan demi tantangan selanjutnya, dan terlebih agar kita naik kelas setiap hari. Bagaimana mungkin seorang pelajar akan naik kelas, tanpa melalui tahapan ujian di sekolah? Itu artinya, adanya ujian pertanda akan tibanya kenaikan kelas. Kalau kenaikan kelas membuat kita bahagia, harusnya musibah yang mengantarkan kita naik kelas mendapatkan respons yang mengembirkan pula. Andaikan kita sabar dan meneguhkan hati dalam menghadapi beragam musibah yang menghantam kita, maka perlahan-lahan jiwa kita makin tangguh, dan derajat diri kita pun bakal naik di hadapan Allah. 

Ingatlah saudaraku, bahwa pelaut-pelaut tangguh tidak dihasilkan dari lautan yang tenang, akan tetapi dilahirkan dari lautan bergelombang ekstrim yang mengerikan. Untuk itu, jika kita takut dengan tantangan maka kita tidak bakal bisa meraih kesuksesan yang besar pula. Kesuksesan besar berkait kelindan dengan besarnya resiko yang dihadapi. Makin besar kesuksesan yang hendak diraih, maka makin besar pula resiko yang akan menghadang. 

Kita tidak pernah luput dari musibah, dan memang musibah itu pula yang telah membentuk kedewasaan dan kematangan jiwa dalam menghadapi ragam fenomena. Orang bijak menganggap musibah sebagai bentuk upaya renovasi diri manusia dari Allah SWT. Bagaikan rumah yang direnovasi, niscaya rumah itu akan dihancurkan terlebih dahulu, tak ayal rumah itu terlihat amburadul, karut-marut, sembrawut, dan acak-acakan. Bila ada tamu yang berkunjung ke rumah Anda dan melihat rumah dalam kondisi acak-acakan, dia berujar “bagaimana rumah ini kok acak-acakan dan sembrawut begini.” Eh, jangan salah bahwa rumah ini tengah dipugar agar nantinya menjadi bangunan yang lebih indah, lebih anggun, dan lebih memesona ketimbang bangunan sebelumnya. Bersabarlah menunggu hingga tukang merampungkan pekerjaannya, niscaya kita akan melihat bangunan rumah ini begitu memesona. 

Alkisah, pengusaha mebel yang terkenal sukses, suatu saat karena kesulitan bahan baku dan pengetatan pengiriman kayu, dia pun mengalami bangkrut. Tak hanya itu, bahkan dia tertipu, hingga terbelit hutang Rp. 65 juta. Rumahnya terjual, dia pindah menempati rumah warisan orang tuanya. Makin menggetirkan, istrinya meninggalkan dia, meminta dicerai, sebagai ujung persoalan ekonomi yang membikin mereka terus terlibat pertengkaran. Karena itu, dia pun frustasi berat. Di saat frustasi itu ia melakoni berbagai hal, dari terjebak dalam perjudian, terlibat dalam jaringan paranormal yang katanya mencari barang-barang peninggalan pak Karno. 

Suatu waktu adiknya bertemu dengan saya, dan bercerita soal kejadian yang menimpanya. Saya pun meminta dia agar mengajaknya untuk bertemu saya. Bersamaan dengan hidayah dari Allah SWT, di tengah kelelahan dalam melakukan eksprimen untuk mengembalikan kemakmuran yang pernah diraihnya, saya menyarankan dia agar melaksanakan shalat, sembari memberikan kunci untuk membuka pintu rezeki. Dia pun menjalankan nasihat itu. 

6 bulan berikutnya muncul keajaiban, rumah warisan ibunya yang dihuninya dianggap paling tepat untuk ditempati tower sebuah telepon seluler. Pendek cerita, terjadilah kesepakatan kontrak sewa dengan pihak telepon seluler selama 10 tahun. Ia bisa memeroleh Rp. 100 juta dari kontrak sewa tersebut . Dia hampir tidak percaya dengan kejadian tersebut. 

Dia berkata pada saya “saya tidak hanya bisa memperbaiki kehidupan saya, akan tetapi bisa meresapi soal iman”. Berkat itu dia bisa membayar hutangnya yang sebesar Rp. 65 juta, membantu adiknya, dan bahkan bisa mengundang tetangga untuk syukuran. Pun beberapa bulan kemudian, istri yang sudah meninggalkannya kembali lagi ke dalam rengkuhannya.

 Dari peristiwa tersebut kita bisa memeroleh pelajaran, betapa sesungguhnya musibah itu bagaikan upaya memperbaiki bangunan. Memang tak ada bangunan dihancurkan kecuali di situ akan berdiri bangunan yang lebih megah dari sebelumnya. Tak ada pasar yang terbakar, kecuali kelak akan bergantikan pasar yang lebih mewah. Karena itu, kendati seluruh cabang kehidupan duniawi kita rontok, tak seharusnya orang beriman putus asa dari rahmat Allah, bukankah saat musim gugur datang sebagai pertanda bahwa musim semi bakal tiba. Bagi orang orang beriman musibah akan menjadi petunjuk, petunjuk menggapai kesuksesan yang sejati. Mari kita pungkasi bahasan ini dengan firman Allah: 

“Tidak ada suatu musibah pun menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Tagabun [64]:11).

KH. Dr. M. Dhiyauddin Qushwandhi
Pentranskripsi: Khalili Anwar

Senin, 27 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (4-Habis)

Menu perut benar-benar terpenuhi dalam acara multaqo ini. Timbul persepsi dalam batin saya, ketika orang berkhidmat di jalan agama yang suci, insya Allah kebahagiaan dunianya akan tergenapi. Teman-teman benar-benar mendapatkan barakah berganda di dalam acara ini, selain berakah spiritual, juga memeroleh bakarah jasmani. Makanan begitu melimpah dengan aneka menu yang dihidangkan dalam acara tersebut. Tapi, saya menyadari makanan hanya dinikmati sesaat saja, setelah masuk ke perut kelezatan makanan tidak lagi terasa. Yang kekal menjadi energi yang melezatkan ruhani, adalah ketika bisa mermuwajahah dengan ulama’ yang memiliki ketulusan dalam memperjuangkan agama Allah SWT. 

Ya setelah kami menyimak muhadharah dari Habib Umar al-Hafidz yang diikuti dengan pandangan para ulama’, berikutnya peserta siap-siap untuk melaksanakan shalat maghrib bersama. Seluruh peserta hadir dalam sebuah ruangan yang disulap sebagai tempat sholat. Setibanya di ruangan tersebut, ternyata shalat jemaah maghrib sudah dimulai yang diimami langsung oleh al-Habib Umar al-Hafidz. Dari situ saya mendapatkan pengetahuan yang detail bagaimana bacaan Qur’an guru yang mulia ini, dan juga cara shalat yang dicontohkan oleh beliau. Memang dari meniru itulah, insya Allah kebaikan pun ikut menular pada diri sendiri. 

Seusai shalat maghrib, dihelat dzikir bersama yang dipandu oleh Syeikh Syuwe dari Yordan, seorang Hafidz. Terasa kesejukan dan kedamaian merambat ke dalam hati ini dengan bacaan-bacaan dzikir yang dipanjatkan oleh beliau. Indah, merdu, dan membekaskan kesan yang positif dalam hati. 

Kemudian dilanjutkan dengan halaqah yang dipandu oleh al-Habib Umar al-Hafidz. Meski pun saya tidak mengerti secara utuh rentetan kata yang dikemukakan oleh beliau, saya mencoba memahami dengan bahasa jiwa, semuanya memberikan efek yang positif bagi yang mendengarkan. Beliau menegaskan tentang Ihya’ Ulumuddin yang ditempatkan pada papan teratas dari kitab-kitab berpengaruh dari para waliyaullah. Bahkan beliau menyebutkan bahwa Ihya’ Ulumuddin sebagai kitab rujukan termasyhur setelah al-Qur’an. Seluruh kitab-kitab para wali terserap dalam mutiara ihya’ Ulumuddin. Beliau juga menegaskan seputar perdebata antara Nabi Musa AS dengan Imam al-Ghazali. Dalam hujahnya, Imam al-Ghazali mengagungkan Rasulullah SAW. Ungkapan tersebut sejatinya ingin memastikan bahwa seluruh wali adalah pencinta Rasulullah Muhammad Saw. 

Format halaqah ini terasa perlu untuk dipraktikkan di pesantren-pesantren atau di majelis-majelis Taklim. Dari halaqah inilah kedekatan seorang guru dan murid benar-benar terasa. Halaqah tersebut diformat berlingkar (circle), dan sang guru dikerumuni oleh murid-murid yang menengadahkan hatinya untuk menggapai barakahnya. 

Pemandangan yang Mengejutkan 
Saat perjalanan menuju tempat sholat yang agak jauh tempat penginapan, ada suatu kejutan yang mengembirakan saya. Saya berjalan tepat di belakang KH. Sholeh Qosim, seorang kyai sepuh dari Sepanjang. Kendati sudah begitu sepuh, dan jalan yang diwarnai rerintik hujan, beliau terlihat begitu bersemangat untuk ke tempat shalat berjamaah tersebut. Dengan menenteng buku karya Habib Umar al-Hafidz, beliau terus berkejaran dengan kyai-kyai lain yang terlihat masih segar-bugar. Saya dari belakang hendak membantunya, tetapi ternyata cara jalan beliau lebih kencang ketimbang saya. 

Sungguh, walau pun beliau sudah sepuh, tetapi semangat dakwahnya masih begitu mambara. Bagaimana dengan yang muda? Apakah yang muda begitu lambek dalam mengarungi perjalanan dakwah. Ya, kita masih cenderung semangat dalam hal-hal yang berkait dengan duniawi, namun ketika diajak berdakwah, seolah tenaga tak ada untuk disumbangkan. Mungkinlah kita bisa mengukur dan manakar seberapa banyak waktu kita hanya sebatas memenuhi kebutuhan diri sendiri yang terilhami hawa nafsu atau memenuhi ajakan nurani untuk menebarkan agama Allah SWT. 

Saya banyak belajar pada semangat yang terpancar dari KH. Sholeh Qosim, itulah yang mungkin bisa disebut sebagai semangat spiritual. Terkait dengan semangat spiritual, semoga Allah mengizinkan saya untuk membahas di kesempatan yang lain. 

Keesokan harinya kami menghadiri ceramah putaran kedua yang bakal disampaikan oleh Hb. Umar al-Hafidz, saat ini penerjemahnya adalah Hb Jindan bin Novel bin Jindan. Keluhuran budi terlihat jelas pada penampilan Hb Jindan bin Novel bin Jindan. Beliau salah satu murid angkatan pertama dari Hb Umar al-Hafidz. Beliau satu angkatan dengan Hb Mundzir Musawa. Sungguh saya banyak belajar dari keindahan dan keelokan akhlak dari beliau. Tutur katanya begitu lembut, halus dan memberikan pesona yang menghujamkan kesan dalam hati. Inilah sari ceramah putaran kedua Hb Umar al-Hafidz dilanjutkan oleh Syekh Muhammad Abdullah dari Sydny, yang diterjemah oleh Hb. Jindan bin Novel bin Jindan. 

Media punya peran besar didalam menimbulkan kerancuan dalam pola fikir umat islam

Pada hakekatnya bahwa dunia ini sangat membutuhkan kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Allah pencipta alam semeta.

Krisis global yang kita dengar membuat manusia sadar untuk kembali kepada kurikulum dari Allah. Sehingga beberapa pendeta kristen menyatakan bahwa saat ini kita perlu mengkaji beberapa ayat dari al-Quran sebagai solusi bagi problem dunia.
Sungguh benar firman Allah yang menyatakan bahwa Allah telah menghancurkan riba. Dan itulah yang terjadi saat ini.

Sekarang dunia barat mulai ingin mencari solusi bagi dunia ini dengan mencarinya dari kurikulum islam.

Pertemuan Ulama’
Pertemuan ulama secara rutin sangat baik sekali, tetapi yang diharapkan adalah kesinambungan walau hanya 2 kali dalam setahun.

Memang ada pertemuan para ahli ilmu, namun tetap diperlukan kerjasama antara para ulama.


Alhamdulillah
Allah telah memperlihatkan kepada kita beragam hal di dunia ini yang membuktikan bahwa kebaikan dan karunia Allah senantiasa ada pada ummat ini.

Apa yang dituturkan semua ditujukan agar kita dapat meraih keridhoan Allah

Walaupun Majlis Muwasholah sudah berjalan selama tiga tahun di indonesia, namun kami masih dalam tahap memperkenalkan (sosialisasi) kepada ulama tentang majlis ini

Semua berjalan bertahap sebagaimana sunnatullah dan hikmatullah, sebagaimana proses penciptaan manusia 40 hari nutfah, 40 hari mudghoh dst..


Nama majlis.
Tak perlu menambah nama yang baru atau julukan yang baru, karena majlis ini berfungsi sebagaimana namanya untuk menjalin hubungan antara ulama.

Keberadaan majlis untuk mengumpulkan semangat para ulama yang memiliki keikhlasan dan kesungguhan serta keinginan untuk menjalankan amanat yang dipikulkan Allah untuk menyelamatkan ummat.

Masalah pengesahan notaris dan sebagainya, maka majlis ini samawi.
pengesahan yang kita harapkan adalah terbentuknya sebuah amalan yang diterima Allah.

Namun kita pun tetap menjalankan sebab musabab yang diperlukan tanpa bertumpu kepada sebab musabab tersebut, akan tetapi hanya bertumpu kepada Allah.

Pada hakekatnya bahwa syariat yang dibawa oleh para nabi-nabi tidak bertumpu kepada pengesahan dari badan manapun, walau demikian mereka tetap menjalin hubungan dan kesepakatan dengan pihak-pihak terkait.

Rasulullah bersabda: “Aku adalah Rasulullah walaupun kalian mendustakan Aku.”
Itulah yang diucapkan oleh beliau ketika menjalin kesepakatan dengan orang orang yang menolak mengakui kenabian beliau.

Visi dan misi majlis yang tertulis mungkin tampaknya terlalu global

Yang kita tuju terlebih dahulu adalah para pengikut asy’ariyah dan maturidiyah serta mazahib arba’ah. Walau demikian kita tetap menjalin hubungan yang sehat dengan kelompok lain.

VISI yang lain adalah meningkatkan kualitas pendidikan di madaris muslimin dengan maqosid yang tiga; ilmu, tazkiyah, dan da’wah.

Kurikulum yang kami punya akan kami bagikan kepada para hadirin sebagai bahan perbandingan untuk dapat diterapkan apa yang dianggap baik.

Bagaimana kita bersuci jiwa?
Tidak terwujud melainkan dengan menjalin hubungan yang kuat dengan syekh yang bersambung dengan Rasulullah.

Apabila seorang murid memiliki kesungguhan untuk mencari Allah, niscaya ia akan menemukan para masyayikh tazkiyah siap menanti di muka pintu mereka.


Syekh ada tiga:
1. Syekh ta’lim, yang mengajarkan ilmu dhohir
2. Syekh tahdzib, yang mensucikan hati
3. Syekh fath, yang menyingkap hijab antara murid dengan Allah.

Barang siapa yang tidak mendampingi syekh ‘arif billah di zamannya , maka hidupnya berlalu dalam keadaan bangkrut.

Barang siapa yang mengetahui segala bidang ilmu, namun tidak mencicipi ilmu yang “ini”, maka dikhawatirkan tercabutnya padanya iman saat wafat.

Setetes dari ilmu yang “ini” akan memenuhi seluruh rongga hati dengan ilmu yang agung.

Abu Hanifah berkata: “kalau bukan karena 2 tahun yang aku lalui bersama Imam Ja’far Shodiq, maka aku akan binasa.”

Ta’ruf, ta’aluf dan ta’awun untuk mengangkat kualitas pembelajaran diantara kita dalam mewujudkan maqosid yang tiga. ilmu, tazkiyah dan da’wah.

INI tujuan kita dalam majlis
Menjalin hubungan dengan para mukhlisin ahli sunnah di seluruh penjuru dunia yang kami mulai bersama indonesia terlebih dahulu. Saling berkunjung antara ulama dan menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi yang ada.

Kita jalin hubungan tanpa mengganggu kegiatan organisasi tersebut.
kami pun mempunyai hubungan yang amat erat dengan Sayyid Muhammad Bin Alwi Almaliky. Mulai semenjak kakeknya As Sayyid Abbas yang merupakan guru dari Habib salim Bin Hafidz. Dan Sayyid Alwi pun belajar kepada Habib Salim Bin Hafidz, dan Ayah Saya Habib Muhammad Bin Salim murid dari Sayid Alwi sebagaimana Sayid Muhamad pun berguru kepada ayah saya, dan sayapun demikian terhadap Sayid Muhammad.

Kami membuka peluang bagi yang ingin menjalin hubungan dengan membuka 3 rombongan dalam setahun

Majlis ini pun harus diatur masalah keuangannya. masing-masing berusaha sebatas kemampuannya agar dapat mengoperasikan majlis ini.

Dahulu ada badan badan yang menanggung segala keperluan para penuntut ilmu dan pendakwah atau imam masjid. Namun sejak lama sudah tidak ada lagi.

Tapi dengan segala keterbatasan yang kita miliki, kita tetap berharap dapat mewujudkan apa yang kita rencanakan.
Orang sekarang banyak yang mudah untuk menerima ajakan kepada kebaikan apabila dihantarkan oleh hati-hati yang tulus.

Dzikirullah
Khusyu’ dan kehadiran hati dalam dzikir adalah sebab untuk menggapai rahasia dan nur dari dzikir tersebut.

Terkadang seseorang hadir majlis dzikir sedang ia mengobrol atau tangannya usil dengan sesuatu seperti janggut atau kerikil yang ada dihadapannya. Hatinya tidak berada di majlis.

Ruh adab ini harus kembali kedalam majlis majlis yang kita bina, baik itu majlis dzikir ataupun maulid dll.

Media Dakwah
Media perlu kita manfaatkan untuk memajukan ummat. baik itu buletin majalah, radio, televisi dll.

Saya berharap dapat disiapkan biodata para ulama yang berkenan untuk bergabung dalam majlis muwasholah agar dapat ditindak lanjuti hubungan ini.

Politik
Bila majlis ini berubah menjadi pengikut politik maka kita berkeras untuk menolak hal tersebut.

Bila partai dianggap sebagai perantara untuk lebih luas dalam memberi manfaat kepada ummat, maka jangan sampai menyebabkan perpecahan, saling mencaci dan menghujat.

Kita tidak menutup pintu untuk memberi nasihat kepada siapapun, dan kita juga tidak dapat patuh kepada aturan-aturan yang jelas-jelas bertentangan dengan ijma’


Syekh MUHAMMAD ABDULLAH, dari Sidney Australia

Semangat dan pemikiran Rasulullah memberi hidayat kepada ummat agar mereka dapat meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
mengajak mereka kepada kesejahteraan batin, kesejahteraan yang hakiki.

Para ulama adalah teladan bagi ummat. ummat akan meneladani apapun yang datang dari ulama. Kemana para ulama mengarah kesitulah manusia akan menuju.

Maka ketika para ulama saling menghujat satu sama lain, tidak menjalankan adab nabawi, maka berarti telah berkurang cahaya iman dari dalam lubuk hatinya.

Saya dapati di Australia tempat tinggal saya, dahulu orang kurang suka untuk diajak bicara dengan topik agama. Namun setelah krisis ekonomi yang melanda dunia orang mulai bangkit kesadarannya untuk mencari tahu tentang agama Islam ini. Kini setiap kali mereka mendapati muslim dengan syiar dan sikap islami mereka, pasti masyarakat Australia akan menanyakan prihal agama islam kepadanya.

Anak saya di australia dengan sikap dan akhlak islaminya mampu membuat tetangganya yang non muslim tertarik, hingga ia mengatakan: “saya berharap semua tetangga saya muslim seperti engkau, karena saya dapati darimu sikap bertetangga yang sangat baik.”

Ulama jangan saling menghujat, sikapi perbedaan sebagaimana para pendahulu mereka saling hormat kepada orang yang berbeda pendapat. Lihat bagaimana para imam imam mazhab saling hormat dan menghargai terhadap pendapat orang lain.

Lebih baik kita curahkan pemikiran kita bagaimana caranya untuk membawa hidayat terhadap masyarakat dunia. Di jepang dan negara negara lain nya amat memerlukan da’wah islam untuk masuk ke negeri mereka.

Kesadaran akan islam pada pemikiran masyarakat Australia adalah karena keberadaan orang orang yang giat dalam menyebarkan da’wah diberbagai pelosok australia dengan pemikiran dan semangat nabawi. berkat mereka bangkit kesadaran ummat disana. Itupun setelah proses yang bertahap.
Mesjid yang dahulu ditelantarkan disana mulai makmur sedikit demi sedikit, datang orang orang untuk mencari tazkiyah jiwa mereka. Ini baru berjalan dalam 6 bulan terakhir.

Kalian di indonesia sungguh beruntung, keberdaan majlis muwasolah ini harus dapat kita manfaatkan dengan baik, curahkan segala upaya dan pemikiran kita untuk majlis ini.

Jangan kita menyimpang sedikitpun dari apa yang telah digariskan oleh Rasul, sedikit saja kita menyimpang maka akan terbawa ke tempat yang lain.

apabila ada kesalahan kita mohon ampun kepada allah.

Demikianlah kesan yang tertoreh dalam hati soal perilaku dari model-model hidup zaman. Semoga kita semua meresepi keberkatan dari Hb. Umar al-Hafidz, dan dari para ulama yang hadir dalam multaqo.


Khalili Anwar, Penutur dari jalan Cahaya

Minggu, 26 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (3)



Seketika mendengarkan ceramah al-Habib Umar al-hafidz, saya menemukan suara kebenaran yang begitu yakin dan amat mantap menggelagar dalam multaqo. Talk ada keraguan sedikit pun yang mengalir dari ucapannya. Seluruh perkataan beliau menghentak kesadaran baru bagi peserta, terlebih soal kesadaran spiritual. Kata yang keluar dari hati yang suci dan penuh ikhlas, kendati amat sederhana insya Allah akan menghadirkan dampak yang luar biasa bagi orang yang mendengarkan. Kita tentu ingin mengerti secara utuh ceramah beliau. Inilah sari ceramah yang telah diterjemahkan oleh Habib Sholeh al-Jufri. Disertai pula dengan petikan usulan yang diajukan oleh beberapa ulama dan jawaban yang dikemukakan Hb. Umar al-Hafidz terkait usulan tersebut:

Ada sebuah riwayat yang menuturkan bahwa pada saat dzawal matahari, adalah terbukanya langit sehingga terkabulkan semua doa. Sungguh segala puji bagi Allah yang telah menyatu dengan orang-orang yang membawa amanah, amanah yang ditinggalkan oleh Nabi Saw. Amanahnya yang ditinggalkan oleh Nabi Saw sebagai cermin dari amanahnya untuk disebarkan dan diterangkan pada masyarakat, dan siapa yang menjalankan amanah ini niscaya akan didatangkan kejayaan dan kebahagiaa dunia akhirat. Nabi diutus oleh Dzat yang menciptakan lahir dan batin, jasad dan ruh, dan alam semesta. Karena itu manhaj yang datang dari pencipta langit dan bumi akan bisa menyelesaikan semua problem kehidupan secara sempurna. Karena itu, usaha manusia dari zaman ke zaman untuk memperbaiki keadaan sebagai bentuk produk yang tak berkaitan dengan wahyu menjadi terbatas, lemah dan akan terus berganti, tidak stabil dalam segala dimensi, baik dalam persoalan ekonomi, social, budaya, dan lain-lain. Karena manusia tempatnya salah, kurang, juga terbatas, makanya pengalaman dan percobaan mereka menjadi amat terbatas.

Akal seperti mata manusia, meski padangan manusia tajam, namun tidak mampu memandang kecuali dengan cahaya. Karena kegelapan maka kita tidak akan mampu melihat. Demikian juga mata hati manusia memerlukan cahaya Ilahi. Jika matahari telah terbit, maka kegelapan pun bakal hilang di berbagai penjuru. Pun, bila cahaya Ilahi telah datang, maka akan hilang semua kegelapan. Dan cahaya itu lebih terang ketimbang cahaya matahari.

Disebutkan dalam hadist, ada dua golongan manusia, apabila baik, maka baik seluruh manusia, yaitu ulama’ dan umara’. Jika ulama dan umara’ rusak, maka rusak pula semua keadaan. Agar hidup seimbang, maka dibutuhkan manhaj Ilahi. Agama yang tidak ada paksaan. Hubungan antar manusia diatur oleh Islam yang memberikan toleransi yang bagus bagi orang yang tak beriman. Apa yang disampaikan oleh pak kyai tadi (KH. Sholeh Qosim), sebagai gambaran singkat keadaaan masyarakat saat ini. Kemerosotan umat saat ini kita pikirkan bersama untuk dicarikan jalan keluar. Kita memiliki umur pendek, namun bila kita kita memanfaatkan dengan baik, orang-orang yang memiliki umur panjang, umat yang terdahulu, bisa kita kalahkan derajatnya di akhirat nanti. Namun sebaliknya, siapa yang menyia-nyiakan umurnya, niscaya akan menyesal selama-lamanya. Para malaikat heran bila menyaksikan ada umat Nabi Muhammad Saw masuk neraka, padahal kesempatan untuk masuk surga begitu luas. Dengan amal-amal yang dilipatgandakan 80%, umat Nabi Muhammad Saw menjadi ahli surga. 2/3 ahli surga adalah umat Nabi Muhammad Saw. Adapun dari umat yang lain hanya 1/3.

Dari 2/3 ahli surga itu ada orang-orang besar dari kalangan sahabat, tabi’in, dan ulama’. Setiap umat mesti ada orang-orang yang khusus. Hidupnya Rasulullah Saw selalu dihiasi oleh tangisan setiap malam. Tangisan lantaran memikirkan keadaan kita semua yang akan hidup setelah beliau Saw. Kumpulan kita adalah barakah dari beliau. Semua kebaikan yang diperoleh umat sebagai barakah dari doa-doa Nabi Saw.

Dikatakan pada Nabi Saw, diperlihatkan kepadaku rombongan umat yang banyak, saya kira itu umatku, namun ternyata mereka adalah umatnya Nabi Musa AS. Akhirnya diperlihatkan padaku umat yang memenuhi barat dan timur, dan dikatakan “itulah umatmu”, dan dikatakan 70 ribu dari mereka masuk surga tanpa hisab. Dan dari setiap 70 ribu membawa orang untuk masuk surga tanpa hisab. Beliau bersabda, “Celakalah orang yang tidak melihat aku di hari kiamat”, orang yang tidak melihat Nabi Saw, yang apabila namanya disebut tidak bershalawat kepadanya sebagai tanda tidak adanya cinta pada Nabi Saw. Di saat khalifah Abu Bakar ra, maka banyak musuh yang dihadapi antara lain dari Romawi, Persia dan lain-lain. Tetapi, Abu Bakar ra tetap memerangi orang yang tidak mau membayar zakat. Beliau ditegur oleh sahabat lantaran kurangnya pasukan dalam memerangi orang yang tak mau membayar zakat. Beliau ra pun berkata aku tidak akan rela agama ini kurang, sedangkan aku masih hidup. Beliau meneruskan, “Aku sangat rindu dengan kekasihku, Nabi Saw.”

Seorang alim yang tidak dilekati rasa rindu pada Nabi Muhammad Saw bukan orang alim. Ilmu itu tidak terkait dengan orang yang banyak riwayat dan pandai berbicara, akan tetapi ilmu berkait dengan cahaya Ilahi yang masuk ke dalam hati.

Ada sebuah riwayat, “setan sudah putus asa untuk mengganggu orang berbuat syirik dan meninggalkan shalat di dunia Arab. Tetapi kalau setan mau menggoda adalah dengan cara memecah belah antara umat Islam”. Apa yang menjadikan kita pecah?

Diharapkan di kalangan ulama tidak terjadi perpecahan. Bila orang awam dari kalangan muslim tidak boleh pecah, apalagi kalangan ulamanya. Karena mencaci dan menghina orang islam adalah kefasikan dan memerangi mereka adalah kufur. Perpecahan ini lantaran tidak adanya kesucian dalam hati, mementingkan dunia. Siapa yang mementingkan Allah tidak akan berselisih. Siapa yang mendapatkan Allah, akan mendapatkan segalanya. Dan siapa yang tidak mendapatkan Allah, akan kehilangan segalanya.

Pertemuan ini diselenggarakan oleh Majlis Muwasholah dalam rangka menjalin kerjasama dan persatuan antar ulama agar kita bisa menghidupkan tahqiq ilmu, kesucian hati dan dakwah di pesantren-pesantren kita, juga murid-murid kita. Pemerintah memerlukan orang yang menasihatinya. Demikian pula petani, pedagang, pengusaha, insinyur, dari kalangan laki-laki dan perempuan, dan berbagai profesi yang lain memerlukan orang yang mengingatkannya dan mendakwahinya.

Islam di Indonesia yang berada di bawah naungan ahlus sunnah wal jamaah mengagungkan sahabat-sahabat Nabi Saw, keluarga Nabi, juga mengagungkan syariat dan muslimin semuanya. Dewasa ini banyak golongan yang mencaci maki sahabat-sahabat, juga merendahkan keluarga Nabi Saw. Kalau kita semua yang menjadi mayoritas dan ulama yang banyak, akan tetapi bila kita tidak berjuang membawa amanah ini maka kita akan selalu mengalami penurunan (krisis). Kita tidak perlu membalas caci maki kepada orang yang memaki kita, tapi kita nasihati dengan hujah-hujah yang kuat, tanpa menggunakan kekerasan. Agar terjalin hubungan yang baik dan tidak terjadi fitnah yang lebih besar, maka kewajiban ulama merubah orang yang gelap menjadi terang, karena manhaj Nabi Saw adalah manhaj kasih sayang. Orang yang rusak jadi baik, orang yang memusuhi menjadi kawan sejati. Diantara ulama harus saling menghormati, meski kita berbeda pendapat. Jangan memberi kesempatan iblis memecah belah diantara kita.

Kami ingin mendengarkan pendapat para ulama yang bisa diamalkan langsung dan memiliki nilai manfaat bagi umat secara nyata. Di Jawa Timur sini, tempat pusat ulama, mudah-mudahan pertemuan kita akan bermanfaat bagi umat. Saya ingin mendengar pendapat-pendapat ulama yang mau menyumbangkan pikiran-pikirannya.


Masukan KH. Mas Yusuf bin Muhajir (Sidosermo, Surabaya)

Materinya sama dan kurikulum, dan kalau tidak sama produk sama. Mengapa hasilnya berbeda?

Al-Habib Umar bin Hafidz:
Meningkatkan mustawa pelajaran ada dua maksud, yaitu apa yang dijalankan salaf saleh digabungkan dua hal, kesucian jiwa dan akhlak, dan digabungkan dengan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu. Makanya manhaj kita mengandung tiga hal maksud tujuan,
1. Tahqiqul ilmu yang diambil dengan sanad yang benar
2. Kesucian jiwa dan akhlak karimah yang hidup dalam pribadi santri
3. Perasaan tanggung jawab untuk berdakwah, dan menyampaikan amanah agama ke umat.

Lewat cara yang dikembangkan oleh ulama dulu, ilmu dipelajari dengan betul dan sungguh-sungguh. Murid membaca kitabnya 25 kali sebelum masuk kelas, dan setelah masuk kelas diulangi lagi 25 kali, walhasil mereka benar-benar menguasai. Setelah itu, mereka juga dididik akhlak dan kesucian jiwa dengan adab pada guru, tawadhu’, menghargai dan menghormati para pengajar. Saya berikan kurikulum di lembaga pendidikan saya, coba diteliti mana yang bisa diterapkan disini. Jadi kita gabungkan antara pemahaman fiqih syariat dengan paham juga fiqih batin, yaitu rasa takut pada Allah. Kita perlu seorang yang tamkin dalam ilmu dan tamkin dalam takut pada Allah.

Masukan KH. Ali Masyhuri (Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo)

Berkaitan dengan pendidikan kita, ada dua hal yang perlu ditekankan, yang pertama kelemahan dari sistematika dan metodologi dakwah, seperti orang nembak, akan tetapi sasarannya kabur. Lebih-lebih di dunia pesantren, kitab kuning amat disukai, tetapi aplikasi sangat kabur. Hendaknya dalam pertemuan ini tercipta format, agar sistematika dan metode dakwah bisa dibuat secara terstruktur.

Wakil dari Malang Raya

Yang ingin kami sampaikan pada forum ini, kita focus pada tujuan dari pada multaqo ulama, seperti yang kami tangkap dari Habib. Dalam konteks tugas ulama, bagaimana lewat forum ini kita bisa melakukan tazkiyatul manhaj, dan tazkiyatul harakah untuk membangun kemaslahatan umat. Kami berharap segera diagendakan, pembahasan tentang bagaimana bentuk tentang Majlis Muwasholah, sehingga program Tazkiyatun nafs, dakwah ilallah, dan tahqiqul ilm bisa berjalan secara terorganisir.

Yang diharapkan dari Multaqo, nilai natijah multaqo bisa meningkatkan kualitas SDM yang berada di forum (Majelis Muwasholah). Sehinga bisa menyampaikan apa yang yang menjadi harapan Majlis Muwasholah.





Gubernur NTB

Majlis Muwasholah menggunakan pendekatan silaturrahim. Ini menjadi suatu majlis yang semangatnya merekatkan silaturrahim, bukan struktur. Apalagi struktur itu bersifat baku. Di forum ini hadir dari beragam latar belakang, semoga kedatangan habib bisa menyatukan kami.

Saya diamanahkan sebagai Gubernur NTB, saya perlapang jalan untuk silaturrahim dengan para ulama’, ada forum yang menyatukan para masyayikh, semoga tidak ada pertentangan dalam membangun ukhuwah islamiyah. Ulama di Indonesia harus berperan untuk memberikan nasihat pada umara’.

Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz:

Betul, kelemahan dakwah harus segera dikejar dengan tertib membiasakan para santri dan para ulama terjun ke desa-desa, bekerjasama antara pesantren dan antara ulama. Kita lihat dalam hikam, Al-Habib Abdullah Haddad, jika pohon ukhuwah diairi dengan saling berziarah, maka membuahkan ta’awun dalam ketakwaan dan kebaikan. Demikian juga multaqo’ ulama ini salah satu bata dalam pembangunan ta’awun. Saya sudah sampaikan pemikiran Majlis Muwasholah di Negeri-negeri seperti India, Pakistan, Uganda, Negeria, dan lain-lain. Tahun kemarin kita ketemu di Bogor berjumpa ulama dari 7 negara, Australia, Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Dan saya akan sampaikan nanti ketika saya akan ke Australia dan ke Brunei, Muslimin seperti satu bangunan, saling menguatkan satu dengan yang lain. Kita harus memberikan pandangan yang jelas dengan dasar islam yang merupakan manhaj Ilahi demi bisa memberikan gambaran yang jelas tentang hak asasi manusia, emansipasi wanita, dan lain-lain.

Syeikh Faishol, dari Syiria, Tinggal di Abudhabi

Sebenarnya sebagaimana yang disampaikan guru saya, Habib Umar, mudah-mudahan Allah panjangkan umur beliau, saya tidak datang kesini kecuali karena kerinduan dengan usaha ini untuk menyatukan para alim-ulama’ dalam naungan ahlus sunnah waljamaah. Ada tiga hal yang menjadikan kita berjauhan satu dengan yang lain, adalah
1. hawa nafsu yang diikuti 2.
2. pendapat yang dipaksakan untuk diikuti 3.
3. dan kebakhilan yang ditaati.
Para alim ulama harus saling bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan umat.

Syeikh Ahmad Syuwe, beliau dari Yordania, seorang Imam Masjid disana, sekarang tinggal di Tarim. Beliau hafal al-Qur’an

Aku tidak bicara kecuali karena mentaati guru saya. Sebenarnya saya datang untuk mendapatkan manfaat, salah satu manfaat majlis ini sebagaimana sabda Nabi, siapa-siapa yang memulai pekerjaan yang baik, akan mendapatkan pahala dan mendapat pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.

Kalau pemikiran Majlis Muwasholah bisa dikembangkan di seluruh dunia, maka pahalanya akan diberikan kepada seluruh ulama Indonesia yang bersama Habib Umar mencetuskan fikir ini. Hari ini umat memerlukan persatuan para ulama, karena mereka telah terluka dengan berbagai permasalahan. Sekarang ini umat bingung, bilang kepada ulama saya harus ikut siapa? Orang alim ini mengatakan ikut saya, jangan ikut dia, ini ada pemikiran begini, yang sana pemikiran yang lain. Maka kalau tidak ada kerjasama dan saling ta’awun antara ulama, umat akan selalu bingung.

Kata Habib Ali al-Jufri, nanti di hari kiamat orang akan heran setelah melihat catatan amal kebaikannya, kiriman dari amal-amal orang lain. Aku berpikir bagaimana majlis seperti ini bisa saya buat di Yordania. Dua daerah, satu daerah kecil yang masuk dalam daerah yang besar, yaitu daerah yang bisa kita jalankan. Kedua, daerah yang kita kehendaki yaitu daerah yang mungkin seperti rahim seorang ibu yang akan berkembang sedikit demi sedikit.

Kita jangan putus asa dan jangan terpengaruh dengan godaan setan yang akan menjadikan kita memandang masalah-masalah yang membuat kita malas untuk menyelesaikannya.

Demikianlah sari ceramah yang dituturkan dalam multaqo, tentu tidak sebatas dari al-habib Umar al-Hafidz. Semoga menggeliatkan hati untuk berubah menjadi lebih baik. (insya Allah bersambung)

Khalili Anwar, Penutur dari jalan spiritual

Sabtu, 25 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (2)

Tepat jam 6.00, sebagian dari kami ada yang sudah mandi, namun ada juga yang tidak sempat mandi di Ponpes yang diasuh Hb Jamaal tersebut. Meski demikian, kami harus tetap meluncur ke tempat acara bakal dihelat. Hanya dalam durasi waktu 20 menit kami sampai di tempat acara. Kami langsung menuju ruang acara untuk melihat kembali persiapan acara, karena sebagian dari rombongan kami lebih banyak dilibatkan untuk persoalan IT dan administrasi peserta dan dokumentasi acara. Ada sebagian yang mengurus perangkat proyektor untuk memandu peserta agar memahami setiap seruan dan perkataan Hb Umar al-Hafidz, ada juru kamera, menulis data peserta, juga menuliskan terjemah dari penerjemah.

Tepat jam 9 Hb Umar al-Hafidz tiba di ruang acara, sungguh sebuah kebahagiaan sendiri bisa bertemu dengan sosok yang begitu dicintai oleh orang-orang yang mencintai Allah SWT. Banyak orang berebutan bersalaman dengan beliau hafidzahullah, aku pun tak ketinggalan mencium tangan beliau dengan penuh ta’dzim. Kurasakan kelembutan tangannya, air mukanya yang memancarkan kesejukan, tatapannya menawarkan harapan indah, dan senyum terus mengembang dari wajahnya yang terlihat polos karena telah dibalut oleh kearifan.

Dalam rentang waktu 15 menit, sambil menunggu peserta multaqo, acara pun segera dimulai. Acara dibawakan oleh Gus Abdullah Habib bin Abdullah Faqih. Sosok muda yang santun dan lemah lembut ini membuat saya begitu terpesona. Pertama kali, saya bertemu beliau saat berkunjung menyertai guru kami ke langitan. Beliau adalah putra KH. Abdullah Faqih yang sepertinya ditunjuk untuk merekatkan silaturrahim dengan para ulama. Memang akhlak menjadi suatu kekuatan yang demikian menancap dalam kesadaran dan kesan setiap orang. Tanpa akhlak, keilmuan yang begitu menjulang dan meghunjam tidak menghadirkan kesan apa-apa. Dari Gus Abdullah, saya tidak mendapatkan keterangan yang jelas bahwa beliau termasuk orang yang begitu mendalam pengetahuan diniyahnya, tetapi akhlak sebagai output dari pengetahuan itu sendiri seperti menyatu dengan jiwanya, terlihat dari pembawaannya yang amat sejuk. Saya bertanya tentang beliau pada santrinya yang diikutsertakan sebagai panitia. Ternyata beliau pernah nyantri di Darul Mustofa, sebuah pesantren yang diasuh oleh Habib Umar al-Hafidz, Tarim, Yaman.

Ya, dalam acara tersebut saya tidak mendapatkan begitu banyak pengetahuan yang sebatas mengisi pikiran dan ruang intelek, akan tetapi saya seperti mendapatkan cerapan kearifan yang mengalir dari akhlak orang-orang yang dicintai Allah SWT. Saya terus memerhatikan satu per satu orang-orang yang dipandang berpengaruh dalam forum tersebut, guna mendapatkan model akhlak yang santun dari mereka. Saya menyadari bahwa diri ini amat terbatas dalam segala hal, dari sisi pengetahuan masih amat dangkal, ibadah masih sarat dengan cacat, akhlak pun masih penuh dengan keburukan. Saya merasa tidak bisa menyucikan akhlak dengan menggunakan kekuatan diri sendiri, akan tetapi saya menyadari lewat keberkatan orang-orang yang dicintai Allah, saya kelak memeroleh perubahan akhlak yang lebih baik. Juga pengetahuan yang lebih mendalam, serta kearifan yang lebih padat dan mengristal.

Pertama sambutan didahului oleh kyai sepuh. Kyai H. Sholeh Qosim didapuk untuk memberikan sambutan dalam multaqo, dan selanjutnya sambutan dari Walikota Batu. Saya memelajari perilaku walikota batu yang begitu hangat menyambut para ulama yang hadir dalam multaqo tersebut. Meski hanya menjabat sebagai walikota, tetapi ghirah untuk berkontribusi terhadap umat demikian menyala-nyala. Saya mendengar dari salah panitia, bahwa hampir seluruh kebutuhan penginapan di Hotel telah ditanggung sepenuhnya oleh Walikota Batu, Bapak Edy Rumpoko. Saya mencita-citakan, bagaimana jika pemimpin negara ke depan memiliki kepedulian terhadap keimanan umat seperti pak Edy Rumpoko. “Jika seorang ulama dan umara menyatu untuk membangun umat yang lebih baik, maka insya Allah umat pun menjadi baik. Jika keduanya buruk, niscaya buruk pula umat.” demikian salah satu sitiran yang dikemukakan Hb Umar al-Hafidz, mengutip dari sabda Rasulullah SAW.

Usai sambutan dari Walikota, dilangsungkan ceramah (muhadharah) dari al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Inilah sebuah momen yang ditunggu oleh peserta. Memang fatwa dari orang suci seperti air hujan yang menebar rahmat di hati-hati yang gersang. Menyirami pohon-pohon kearifan yang kering. Menebarkan harapan bagi orang-orang yang terus dikungkung derita. Melancarkan lisan yang kelu untuk terus berzikir pada Allah. Menghangatkan jiwa yang beku. Juga menyalakan semangat juang bagi orang-orang yang terus ditimpa kegagalan. Jika kehadiran jasadnya saja begitu ditunggu oleh setiap orang, apalagi kata-kata yang mewakili jiwanya yang terdalam, niscaya akan terus diharapkan. Karena dari setiap kata-kata orang suci tidak sebatas kata, tetapi mengandung makna yang insya Allah akan menghunjam kuat di dasar sanubari.

Saya memersiapkan diri untuk mengetik ceramah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz yang telah diterjemah oleh Habib Sholeh al-Jufri. Sempat saya bersalaman dengan Hb Sholeh al-Jufri. Beliau murid kesayangan Hb Umar al-Hafidz, tempat duduk saya amat dekat pada beliau. Semoga keberkatan hidup selalu memuai pada Hb Sholeh al-Jufri. Saya juga menaruh kesan yang baik tentang beliau. Seperti diceritakan oleh guru kami yang mulia, beliau adalah murid Hb Umar al-Hafidz yang ditugasi untuk mensosialisasikan Majlis Muwasholah di Nusantara, juga di Malaysia. Pembawaannya begitu halus dan amat rendah hati. Sekali lagi saya belajar tentang akhlak pada beliau. Ketika beliau berada di hadapan Hb Umar al-Hafidz, beliau amat dekat, dan duduk bersimpuh di lantai, sembari berbicara pada Hb. Umar al-Hafidz. Dari beliau, saya belajar bagaimana akhlak murid terhadap guru. Semoga saya bisa mempraktikkan pada guru kami yang mulia. Karena dari akhlak inilah kekuatan cinta bisa direkatkan. (Insya Allah bersambung)

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Rabu, 22 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (1)

Kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata kurasakan terus menguap dari rongga hati ini. Saya merasa kehormatan sekali lagi untuk menyertai guru kami yang mulia, KH. Dr. M. Dhiyauddin Qushwandhi dalam Multaqo Ulama se-Jawa Timur, Bali, dan Lombok yang dihelat di Hotel Royal Orchid, Batu, Malang pada tanggal 19-20 April 2009. Betapa bahagianya, saya bisa bertemu dengan wajah-wajah penuh ikhlas yang siap berjuang untuk menegakkan agama Allah. Para ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut ikut memberikan spirit baru bagi saya untuk bisa mengikuti jalan yang ditempuh oleh guru kami sebagai da’i Ilallah. Meski banyak aral yang menghambat perjalanan, mereka rata tidak pernah patah semangat bisa menegakkan agama Allah yang agung. 

Kebahagiaan pun makin meluap-luap tatkala bisa bertemu dengan wajah suci, dan menyalami tangannya yang lembut, yang menggambarkan kelembutan hatinya. Siapa wajah suci itu? Wajah suci inilah yang sering hadir dalam mimpi-mimpi saya. Dialah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, sosok yang lembut, sejuk dan menawarkan kedamaian dalam menegakkan Islam. Saya merindukan sekali pertemuan tersebut, karena selama ini guru kami yang mulia sering bercerita perihal kemuliaan dan pesona beliau.

Saya bersama beberapa santri menyertai guru kami yang mulia dengan harapan bisa mendapatkan barakah spiritual dari Hb Umar al-Hafidz. Saya tiba di Hotel Royal Orchid tepat jam 20.00 Wib, sembari menyalami beberapa santri lain yang ikut berkhidmat dalam multaqo tersebut. Di sana kami bertemu deng Habib Hasan, Habib Jamaal bin Toha bin Baagil, beserta santri-santrinya. Setelah menyiapkan beberapa untuk keperluan acara, kami langsung meluncur ke pesantren yang diasuh oleh Habib Jamaal bin Toha bin Baagil. Melihat keadaan pesantren yang begitu sederhana, saya teringat saat saya nyantri, dimana kesederhanaan memang lekat dengan dunia santri. Di dunia pesantren tidak ada stratifikasi sosial yang menonjol, karena semuanya diperlakukan sama, pun makanan yang dikonsumsi pun hampir sama. Tak ada perbedaan. 

Teman-teman pun memersiapkan berbagai hal yang yang perlu dilakukan di esok harinya. Terjadi percakapan-percakapan ringan diantara teman, terutama terkait dengan acara yang akan berlangsung, kami berharap bisa berperan efektif dalam kepanitiaan. Karena ini tidak hanya menjadi kesempatan bagi kami bertemu dengan guru dari semua guru, akan tetapi juga bisa menjadi jalan berkhidmat pada seluruh ulama yang hadir dalam multaqo tersebut. Saya sendiri diberi tugas oleh guru kami yang mulia untuk menuliskan ucapan yang disampai penerjemah. Skenarionya, Hb Umar al-Hafidz akan mengungkapkan pandangan-pandangannya di Multaqo dengan berbahasa Arab, berikut diterjemahkan oleh Habib sholeh al-Jufri, sementara saya menuliskan terjemahan yang dibawakan oleh Hb Sholeh al-Jufri. Ini sebuah kehormatan yang istimewa bagi saya bisa mengetikkan ucapan-ucapan suci dari Hb. Umar al-Hafidz yang langsung dibaca oleh para peseta multaqo. Seperti yang sering dituturkan oleh guru kami yang mulia, setiap momen tidak ada yang kebetulan, semuanya telah didesain oleh Allah SWT. Dan saya dalam hal ini merasa mendapatkan kehormatan untuk memberitahukan pada peserta multaqo yang tidak bisa memahami bahasa Arab perihal konten ceramah dari Hb. Umar al-Hafidz. 

Saya mendengar dari panitia bahwa Hb Umar al-Hafidz akan tiba di pesantren yang diasuh oleh Hb Jamaal sekitar jam 2 malam. Kami pun berharap bisa berjemaah subuh bersama beliau. Tepat jam 3 malam, teman-teman telah bangun semua untuk menunaikan shalat tahajjud, dan mengikuti dzikir bersama yang dibawakan oleh para santri. Pesantren ini telah mengamalkan seluruh aurat-aurat yang disusun oleh Hb Umar al-Hafidz. Kami ikut berzikir, meski pun tidak bisa mengikuti setiap rangkaian dzikir yang dibaca oleh santri tersebut. Adzan subuh pun bergema. Seusai shalat fajar, santri tidak langsung menunaikan shalat subuh, akan tetapi dilanjutkan dengan membaca dzikir dan aurat sehabis shalat fajar. 

Pun shalat subuh dimulai dengan imam Hb Jamaal bin Toha bin Baagil. Sosok Habib ini masih sangat muda, tetapi memancarkan pesona di mata murid-muridnya. Terlihat seluruh murid-muridnya menaruh perasaan hormat dan cinta padanya. Saya pun menaruh hormat padanya. Selepas shalat subuh, santri-santri melanjutkan dengan dzikir pagi petang, hingga matahari terbit. Seusai matahari terbit, mereka pun saling bermusafahah untuk meneguhkan persaudaraan, melepaskan seluruh kekotoran hati. 

Seusai bermusafahah, kami pun kembali ke ruang penginapan sementara, dan melanjutkan untuk mandi, sembari mempersiapkan untuk menyambut Hb Umar al-Hafidz. Tepat jam 6, beliau pun tiba di pesantren, akan tetapi mobil yang ditumpangi langsung melaju ke teras kediaman Hb Jamaal. Karena Hb Umar hendak istirahat dulu, maka kami memilih mempersiapkan diri untuk kembali ke Hotel Orchid. (bersambung)

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Minggu, 12 April 2009

HILANG, TAPI MAKIN TERPENUHI

Saya begitu tertegun dengan perilaku pak Supardi yang beberapa bulan ini seakan mengalami titik balik. Perubahan perilaku dan sikapnya menggugah saya untuk menjadi lebih baik. Dia begitu tekun menunaikan shalat jamaah setiap waktu shalat tiba. Tak pernah saya melihat dia absent menunaikan shalat berjamaah. Dia terlihat begitu khusyuk. Hidupnya terlihat begitu ringan. Senyum tulus kerap terkulum dari bibirnya, kata-katanya memperlihatkan ketawadhu’an yang mendalam. Saya terus meneliti apa kiranya yang membuat bapak ini begitu khusyuk dan tekun menjalankan ibadah dan memantulkan perilaku hidup yang amat memesona? Meski saya pernah melihat Supardi menunaikan shalat, akan tetapi tidak setekun akhir-akhir ini. Dzikirnya begitu syahdu, dan merambatkan perasaan dekat pada Allah SWT. 

Saya meyakini, pasti ada peristiwa yang memicu beliau begitu sukacita dalam beribadah pada Allah. Akan tetapi apa ya? Saya baru mengerti, bahwa Pak Supardi beberapa bulan lalu kehilangan bocah laki-lakinya yang amat disayangi. Anaknya meninggalkannya di saat masih begitu lucu, dan sering menunjukkan kebolehannya di hadapan pak Supardi. Lewat penyakit tipes yang akut nyawa anaknya direnggut. Dia sudah dirawat ke dokter, akan tetapi kematian telah berada dalam kuasa dan genggaman Allah. 

Mungkinkan kenyataan pahit itu telah mengilhami pak supardi untuk mengevaluasi tentang makna hidup yang sejati. Dia sudah bekerja siang dan malam sebatas untuk bisa membahagiakan anak tercinta. Akan tetapi anak yang menjadi curahan jiwa dan motivasi yang membuatnya bisa tahan bekerja keras telah meninggalkannya. Saat itu, dia berpikir bahwa anak yang amat dicintai telah meninggalkannya, apalagi sebatas dunia yang berada di genggaman ini, tentu pada saatnya bakal memudar pula, dan akan kembali pada Allah. Kesadaran itu perlahan-lahan menghiasi jagat batin pak Supardi. Karena dia menyadari hidup amanah dari Allah dan akan kembali pada Allah, pak Supardi bertekad untuk tidak sedikit pun menyia-nyiakan waktu untuk mempersiapkan diri kembali pada Allah SWT. 

Meski dia telah dibetot musibah yang amat ganas, dia tidak memilih menjadi penderita yang terus dirundung kesedihan, kegelisahan, dan keresahan. Akan tetapi, ia menjadikan musibah tersebut sebagai lompatan untuk berubah lebih baik. Mengevaluasi kembali aktivitas ibadah yang dilakukan, mengoreksi kembali soal perilakunya pada tetangga dekat, dia makin bijaksana dalam menjalin keseimbangan dalam hidupnya. Dia baru menyadari bahwa hidup bukanlah sebatas untuk mengeruk kekayaan, akan tetapi berusaha menggoreskan makna yang menjelmakan kebahagiaan. 

Walau kehilangan bocah penghibur jiwa, kini pak Supardi tengah bersanding denga kedamaian, mengapa? Dia begitu rela kehilangan orang yang dicintai, akan tetapi di sisi lain dia telah memeroleh kebahagiaan yang meluap-luap. Kebahagiaan apa itu? Itulah kebahagiaan puncak yang diharapkan oleh manusia? Yakni memeroleh kebahagiaan karena dekat pada Allah Yang Maha Mulia. Saat suatu yang dicintai telah hilang, dan menyadari bahwa yang dicintai itu akan meninggalkan atau ditinggalkan, maka akan terbentuk kesadaran bahwa tak ada yang Maha Utama dalam hidup kecuali Allah. Di hadapan Allah, maka seluruh kehidupan ini kosong. Karena itu, manusia hanya pantas melekat dan bersandar kuat pada Allah SWT, bukan pada benda, manusia, atau pernak-pernik kehidupan lainnya yang menggiring kita makin jauh dari Allah SWT. 

Sekarang, walau pak Supardi telah kehilangan puteranya, dia telah mendapatkan pemenuhan cahaya hidayah ke dalam hatinya. Kecintaan terhadap pernak-pernik duniawi telah habis, dan sekarang hanya meresapi energi hidup penuh bahagia. Bahagia lantaran merasa selalu bersama dengan Allah SWT. Ternyata untuk mencapai kebahagiaan orang harus berkorban, dan menerima setiap kejadian pahit yang menghantamnya dengan ridha. Saat bisa mengorbankan suatu yang besar dengan sikap ikhlas dan ridha, maka Allah akan memberikan suatu yang lebih besar. Dan bakal memenuhi jiwanya dengan kebahagiaan yang utuh. 

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya



Jumat, 03 April 2009

MEMUNGUT SEBAGIAN DARI YANG TERSERAK



Saya begitu bahagia bisa menyertai guru kami yang mulia, KH. Dr. M. Dhiyauddin Qushwandhi, dalam silaturrahim antar ulama’ di Pesantren Langitan pada hari Kamis, 2 April 2009. Awal mulanya saya mempersepsi Pesantren Langitan sebagai ikon partai politik tentu sarat ingar-bingar politik yang membuat hati panas, tak berpeluang menyatukan kedamaian. Akan tetapi kenyataannya dalam silaturrahim ini tak secuil pun ada perbincangan yang menyinggung persoalan politik praktis. Tak ada kampanye yang saya dengar. Tak ada money politics yang saya saksikan. Tak ada tokoh yang mengajukan diri untuk didukung dan dipilih. Tak ada stiker partai politik yang kudapatkan. Ringkasnya, tak ada kepentingan sempit yang menodai pertemuan tersebut.

Saya merasa pertemuan ini sepi dari ingar-ingar isu partai politik. Meski demikian kepekaan ulama’ terhadap persolaan politik yang tengah berlangsung di Indonesia, dalam ajang pemilu 2009, terasa begitu tajam. Mereka paham betul tentang akrobat politik yang dipertunjukkan oleh para elite saat ini. Mereka (yang mulia) tidak hanya mengerti pertunjukan itu, akan tetapi juga mengerti motivasi dibalik pertunjukan tersebut (baca: the political show). Ulama mengerti politik, tetapi tidak masuk ke ladang politik praktis apalagi pragmatis yang hanya akan melepaskan jubah keulamaan yang amat terhormat. Meminjam istilah KH. Mahfudz Syaubari yang juga turut hadir saat itu, ulama’ perlu menata siyasay (politik) bukan riasah (kepemimpinan). Mengedepankan pada sistem politik ketimbang perebutan jabatan politik. Tanpa mengerti ini, maka ulama niscaya hanya menjadi pemain, bukan kelompok yang membuat sistem permainan. Kalau ulama’ sudah terjebak sebagai pemain, niscaya sulit untuk menjadi pemandu umat yang handal. Berlandaskan pada pemahaman itu, ulama’ tetap memilih untuk memperjuangkan kewibawaan ulama’ agar bisa berkontribusi pada umat secara luas. Dari sinilah ulama’ terus berusaha membangun umat yang tercerahkan dan tak gampang dibodohi.

Dengan mengikuti pertemuan ‘ulama saya sedikit mengerti persoalan yang mengungkung umat saat ini dan perihal yang menghujamkan kedukaan di kalangan ulama’. Seusai pertemuan itu, kami memenuhi undangan walimatul ‘arsy putri dari KH. Abdullah Munif. Sungguh sebuah kehormatan tersendiri, saya bisa bertemu dengan tokoh-tokoh ‘Ulama yang insya Allah memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Di sana hadir KH. Abdullah Faqih, KH. Shaleh Qosim, KH. Jazuli, KH. Ali Marzuki, KH. Ihya’ Ulumuddin, KH. Aziz Mansyur, dan masih banyak ulama kharismatik lain yang menyempatkan hadir dalam perhelatan tersebut. Ketika bertemu dengan ‘ulama, kami tidak hanya terpesona pada ilmunya yang demikian luas, namun juga pada sikap akhlak mereka yang begitu tinggi. Senyum kebahagiaan yang memancar di wajah mereka. Sikap ketawadhu’an yang menghiasi mereka. Kepekaannya yang amat dalam. Memang ulama selalu mengedepankan akhlak dalam setiap aktivitas dakwahnya. Dan bukankah akhlak inilah yang ampuh untuk menarik minat umat pada Islam?

Saya jadi teringat pada penuturan guru kami yang mulia, bahwa pada diri manusia ada tiga wilayah, yaitu wilayah ilmu, wilayah amal, dan wilayah hal. Wilayah ilmu bisa dipelajari lewat kitab, buku, atau internet yang berlimpah dengan informasi dan wawasan terbaru. Wilayah amal, begitu banyak figur yang mengaktualisasikan tindakan-tindakan bajik yang membuat hati terpesona, sehingga orang bisa meniru. Tetapi ada wilayah yang bukan ilmu juga bukan amal, yaitu wilayah hal. Wilayah ini berkait dengan amal qalbi, amal tak berbentuk yang hanya bisa diasah dengan kepekaan rasa. Saya merasa bahwa keindahan dan kenyamanan hidup itu akan dicapai ketika bergaul dengan ulama’. Bila kita bergesekan atau bergaul secara istiqamah dengan ulama’, niscaya kita bakal ketularan gema kedamaian yang bermukim di hati mereka. Selaras dengan hikmah yang kerap diungkapkan oleh guru kami yang mulia, “hanya orang yang punya air yang bisa memberikan air, hanya orang yang punya uang yang bisa memberikan uang, dan hanya orang yang bahagia yang bisa memberikan kebahagiaan.” Ketika hati kita masih sering gamang dan rapuh bergabung dengan hati yang tenang dan kokoh, niscaya kita pun bakal ikut tenang dan kokoh.

Banyak pelajaran bermutu yang didapatkan dari (perjalanan) silaturrahim ini. Meski demikian, saya tidak bisa mengungkapkan semua pelajaran itu lewat tulisan yang amat terbatas ini. Saya merasakan keindahan bersama ulama’ karena pergerakan mereka tidak dilandasi oleh kepentingan duniawi sedikit pun. Setiap derap langkah mereka hanya untuk menegakkan kembali agama Allah yang tengah kusut-masai. Dari pertemuan tersebut, saya memeroleh pencerahan bahwa peran ‘ulama tidak hanya bisa menyelesaikan masalah umat lewat kata-kata, akan tetapi perlu diikuti dengan tindakan konkret yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Andaikan kita bertemu dengan orang yang lapar, maka kata (ceramah) agar bersabar tidak ampuh untuk mengurai masalah mereka. Akan tetapi harus diikuti dengan sumbangan makanan sesuai kemampuan maksimal, agar rasa lapar bisa teratasi. Dari sini ulama’ tidak hanya menjadi orang bisa berfatwa tetapi juga bisa menghadirkan model yang indah bagi masyarakat. Bukankah tindakan lebih berarti ketimbang kata-kata?

KH. Mas Yusuf Muhajir yang ikut serta mengikuti pertemuan tersebut mengutarakan, bahwa ulama’ tidak berhenti dalam tataran visi dan misi, tetapi perlu ditindaklanjuti dalam bentuk aksi yang konkret. “Visi dan misi itu sukun, dan tindakan adalah harkat.” Sukun berarti diam, tidak ada gerakan apapun, sementara harkat adalah bergerak. “harkat fathah artinya terbuka, berarti terbukanya langkah untuk memajukan Islam, harkat kastrah, walau berbeda kita tidak terpecah belah, alias tetap menyatu, dan terkahir adalah rafa’ yang berarti terangkat. Bukankah yang terangkat itu berarti mulia,” lebih lanjut KH. Mas Yusuf mengungkapkan saat perjalanan pulang.

Sejalan dengan pernyataan beberapa Ulama’ KH. Abdullah Faqih menasihati agar ulama tidak sebatas alim (paham soal pengetahuan agama secara mendalam), tetapi juga aqil (cerdas dalam menjalankan strategi dakwah) agar tak gampang tertipu. Kata-kata ini sederhana namun amat tajam dan mengena untuk dijadikan bahan evaluasi agar Islam tidak hanya ada dalam tataran konsep, akan tetapi bisa menjadi model hidup yang utuh, berikut akan menjelma sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Khalili Anwar, penutur dari jalan cahaya