Selasa, 04 Agustus 2009

MERAWAT BUNGA DALAM HATI

Allah telah menaburkan benih bunga “fitrah” di taman hati kita, namun karena kita jarang merawat, sehingga bunga itu tidak tumbuh, bersemai, berkuncup dan merekah. Kita jarang memerhatikan benih bunga yang tertanam dalam hati, lantaran kita cenderung mengalihkan perhatian pada bunga yang tumbuh di taman-taman duniawi yang meliarkan hawa nafsu. Harusnya keindahan bunga yang bertebar di luar menginspirasi kita untuk bisa menumbuhkan bibit bunga yang terbenam di dalam hati ini. Apa bibit bunga yang terbenam dalam hati kita? bibit bunga itu berupa kedamaian dan keindahan. Setiap pribadi pasti merindukan kedamaian dan keindahan. 

Ketika kerinduan terpantik dari dalam hati, sesungguhnya hendak mengabarkan pada kita bahwa apa yang dirindukan itu bersemayam dan bersembunyi dalam hati, hanya saja mungkin belum mengaktualisasi. Jika bunga batin belum tumbuh, rangkaian bunga hias yang bermekaran dan dicerap oleh indrawi tersebut tidak ampuh mengalirkan kedamaian dalam hatinya. Terbukti, banyak orang melakukan rekreasi demi melepaskan keletihan yang mengungkung hatinya, tetapi ternyata setelah menikmati pemandangan indah bersifat indrawi yang terbentang di taman rekreasi itu kadang tidak membekaskan kedamaian dalam hatinya. 

Seorang sahabat bercerita pada hamba, suatu saat keluarganya pergi rekreasi ke luar kota dengan harapan bisa menangguk kedamaian dan ketenangan hidup yang didambakan selama ini. Saat keluar dari rumah, kebahagiaan terasa merekah terlihat dari wajahnya yang berbinar-benar, dan mereka pun melacu pergi ke tujuan wisata. Pastinya di tempat wisata, mereka bertemu dengan keindahan dan bunga yang tumbuh di setiap taman rekreasi yang dikunjungi. Kedamaian dan ketenangan hidup yang diajarkan bunga di teman rekreasi mungkin bisa dibawa ke rumah dalam bentuk jalinan keluarga yang lebih harmonis. Sesampai dirumah, alih-alih keluarga yang berekreasi membawa kedamaian dan ketenangan, malah membuat suasana keluarga tidak kondusif dan tidak harmonis. Ada teriakan-teriakan bernada mencaci, menghina, memojokkan, dan sarkasme terdengar begitu keras. Sehingga bekas yang diterima keluarga yang lain hanya rasa sakit dalam hatinya. 

Dari sekilas cerita itu, saya bisa merengkuh pelajaran, keindahan bunga yang hanya dinikmati hawa nafsu tidak mewariskan kedamaian ke dalam batin kita. Namun, ketika keindahan bunga itu dicerap oleh lahan batin kita, berikut mengilhami tumbuhnya benih kedamaian di taman hati, maka kedamaian yang diajarkan bunga itu akan berbekas, bahkan bisa turut menumbuhkan bunga-bunga di hati orang lain. 

Bilamana benih bunga batin kita sudah tumbuh, bersemai, dan bermekaran, maka kemana-mana kita selalu diliputi kebahagiaan. Sudah merasa amatlah cukup anugerah Allah yang diberikan pada kita, berupa kebahagiaan itu sendiri. Kebahagian yang tumbuh berupa bunga batin ini, sebuah kebahagiaan yang tidak bisa dijelajah dengan instrument indrawi, hanya bisa dirasakan oleh mata hati yang bening. Bunga kebahagiaan ini bakal tumbuh ketika terpantik perasaan cinta yang mendalam pada Allah, karena cinta itu sendiri ditandai oleh mengembangnya bunga kebahagiaan dalam hati kita. Tak salah kalau ada ungkapan “cinta berbunga-bunga.” Yah, cinta pada Allah membuat hati kita berbunga-bunga. Dan bunga batin ini tidak bisa ditukar oleh yang lainNya. Karena bunga ini menjadi inspirasi awal dari seluruh bunga yang tertanam di taman-taman rekreasi indrawi. Kalau di jagat alam ini tertanam bunga yang katanya bisa menyajikan kedamaian dan kebahagiaan, sesungguhnya di hati telah tumbuh bunga yang mendasari energi seluruh bunga dan bisa membekaskan kebahagiaan yang abadi. 

Ketika bunga batin ini sudah tumbuh dan bersemai, maka diri kita akan selalu diharu-biru kebahagiaan yang tak pernah memudar, bahkan kilatan cahaya kebahagiaan itu akan memancari orang sekeliling kita. Amatlah bersyukur, jika kita bisa memandu orang lain untuk bisa menemukan bunga dalam hatinya. 

Bagaimana tanda tumbuhnya bunga dalam hati? Jika hati kita dihiasi perasaan tawadhu’, merendahkan diri. Ketika sikap merendahkan dan menghinakan diri telah sempurna berikut mengagungkan kemuliaan Allah Yang Maha Tunggal, maka lahan hati ini akan berubah menjadi “gempur dan subur” untuk tumbuhnya bunga kebahagiaan. Rasakan kebodohan, kedunguan, dan rasa fakir di hadapan Allah, sehingga perlahan-lahan mekar rasa cinta yang mendalam pada Allah. Selain merendahkan diri, tumbuhnya bunga cinta ditandai oleh semangat beribadah yang makin bergelora, dan perasaan batin tidak pernah jenuh dan bosan untuk beribadah dan bermunajat padaNya. Bahkan mulai terasa kelezatan dan kemanisan munajat padaNya. Saat orang sudah merasakan kelezatan munajat, berarti bunga yang tertanam dalam hati sudah mulai tumbuh. Selain merasakan kelezatan munajat, tumbuhnya bunga batin ditandai pula oleh semangat memberi. Memberi akan melapangkan batin kita, bahkan dalam bingkisan pemberian itu terpantul kebahagiaan ke dalam batin. Karena itu, kita berusaha untuk rajin memberi dengan hati, demi tumbuhnya kebahagiaan dalam hati. Insya Allah. 


Penutur dari Jalan Cahaya