Senin, 07 Desember 2009

DOSA, JALAN SUTERA MENUJU KEKASIH

Dosa sebingkah kata yang begitu menakutkan. Saking besarnya rasa takut, tanpa disadari kita tak jarang terjebak pada dosa itu sendiri. Kita membenci dosa, namun kita kerap terjaring dalam perbuatan dosa. Makin takut pada dosa, dan fokus pada ketakutan itu, membuat orang makin terjungkal. Seumpama orang yang berada di puncak ketinggian gunung, sembari melihat jurang yang curam. Jika fokus perhatiannya pada jurang yang curam tersebut, maka perhatiannya terdorong pada jurang, dan bisa jadi tanpa disadari akan terjatuh ke kawah tersebut. Semua orang mendamba hidup tanpa dosa, tapi kendati demikian manusia harusnya mengarahkan fokus pada penggapaian kebajikan. Sehingga setiap saat, hanya menghimpun kebajikan yang turut menerangi jiwa. 

Kini, perlu kiranya kita memahami secara utuh, apa hakikat dosa. Bagaimana agar dosa tidak sekadar menyetorkan derita, tetapi bisa menjadi jalan menggapai kebahagiaan hakiki, bahkan bersua kekasih. Mungkinkah orang bisa menemukan kebahagiaan lewat dosa? Sepertinya sih dosa hanya produktif mengirimkan derita ke ranah batin, dan dimaklumi akan selalu menyeret pelakunya ke ruang kegelapan, kekacauan, dan kerusakan. Sebagaimana dimaklumi, dosa sama dengan kegelapan, dan di setiap pojok kegelapan kita tidak akan bisa melihat kebenaran. Lain halnya, ketika manusia dipenuhi pahala, niscaya bakal berkilauan, sehingga akan selalu bersentuhan dengan kebajikan. Apakah benar dosa membuat orang terseret dalam kegelapan, dan pahala membikin orang mudah menjaring cahaya? Apakah benar orang yang mengumpulkan pundi-pundi pahala menggapai kebahagiaan, dan orang yang berdosa selalu tersorong suasana derita yang tak pernah memudar. 

Dosa dan pahala sebuah akibat perbuatan. Sementara kita berusaha menggali sebabnya sebab, dan akibatnya akibat. Ketika kita berusaha menjejaki medan dualitas, niscaya kita tak pernah menggapai kedewasaan ruhani. Kedewasaan ruhani bukan diukur seberapa besar pahala yang direngkuh, tetapi seberapa agung sikapnya di setiap momen peristiwa dan kejadian yang hadir. Dari sudut kearifan, keagungan seseorang tidak diukur kaya dan miskin secara materi, tetapi diukur dari keagungan dan kemuliaan dalam bersikap. Memang, yang membuat orang namanya terus menjulang adalah sikap-sikap agung yang ditampilkan dikala bertegursapa dengan peristiwa dan kejadian. 

Jika ada dosa pasti juga ada pahala, dan benarkah pahala menjadi hal mutlak orang bahagia, dan dosa selalu meringkus manusia dalam penjara derita? Sungguh, kebahagiaan itu bergantung sikap kita dari setiap perbuatan yang mengalir. Kita sadari, sesungguhnya perbuatan buruk itu bukan kehendak hati nurani kita, tetapi terilhami hawa nafsu. Pada hakikatnya hati nurani selalu mendorong kita pada kebajikan, dan hawa nafsu cenderung merongrong dan menyeret manusia pada keburukan. Apa padam nafsu ketika berdosa, dan mulai menggelegar kembali hawa nafsu saat menumpuk pahala. Kadang, ketika manusia telah berbuat kebajikan meletup perasaan puas, sembari membanggakan diri. Seolah perbuatan baik yang ditampilkan murni datang dari kekuatan dirinya. Sikap egoisme yang melambung tinggi lantaran perbuatan bajik yang dilakukan telah meruntuhkan seluruh kebajikan yang telah dijalani. Merasa bajik akan melunturkan, bahkan menghapuskan kebajikan itu sendiri. Tapi orang yang merasa berdosa, akan menghapus dosa itu sendiri. Karena dosa dihapus dengan rasa bersalah dan menyesal.

****
Kini, diantara Anda bakal bertanya, bagaimana dosa membuat orang dekat dengan kekasih. Bukankah dosa sendiri suatu yang dibenci oleh Kekasih? Dosa suatu yang berlawanan arus dengan harapan kekasih, tetapi sesungguhnya lebih dari sekadar itu, Allah melihat apa sikap yang dicetuskan setelah berbuat dosa itu. Andai dosa dilakukan dengan sikap penuh kebanggaan disertai rasa tak bersalah, niscaya makin menambahkan dosa kembali. Namun, ketika dosa disertai perasaan menyesal, sehingga bertobat, sungkem, dan merintihkan tangisan istighfar pada Allah akan dosa yang dilakukan, niscaya dosa menjadi batu lompatan orang menggapai kedekatan dan dicintai Allah SWT. Sebagaimana cuplikan firman Allah, “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertobat dan membersihkan diri.” 

Apa kaitannya dosa, tobat, dan cinta? Bila kita melihat secara gamblang, seolah tak ada kaitan. Namun, ketika kita berusaha merenungi secara mendalam, maka akan ditemukan kaitan yang amat dialektis antara ketiganya. Ingatlah, saudaraku cinta diperoleh karena tobat, tobat muncul lantaran merasa ada dosa. Dosa sendiri hanyalah tesa, tobat antitesa, dan cinta adalah sintesa. Karena itu, tak ada alasan bagi orang beriman pupus harapan akan rahmat Allah. Karena sesungguhnya kalau mau dikuak secara mendalam, sesungguhnya rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Bahkan perbuatan dosa yang dilakukan manusia juga disertai rahmat Allah di dalamnya. Bagi orang yang menyadari ini, maka dibalik segala sesuatu tidak pernah berpisah dan terlepas dari rahmat Allah. Bahkan ketika kita tengah menjalani keburukan, disana meresap rahmat Allah. Karena itu, tak ada alasan bagi seorang hamba berpikir buruk pada Allah. Pantas saja, pupus harapan itu hanya disandangkan pada orang kafir, yang terhijab dalam pengenalan pada Allah SWT. Betapa banyak orang yang nyungsep dalam perbuatan dosa, kemudian bangkit untuk menghadap pada cahaya pengampunan. Merintih, menangis, dan bertobat, kemudian dari kegelapan yang pekat dia dipendari cahaya yang membuatnya makin dekat pada Allah SWT. 

Ketika orang disusupi rasa berdosa, maka akan terus berusaha menghapus dosa, dengan tobat, terbetik rasa sesal yang mendalam, disertai amal kebaikan-kebaikan lain, sembari terpancar rasa optimis bahwa Allah akan mengampuni segenap dosa-dosanya, setelah meyakini sifat Allah Yang Maha Pengampun (Al-Afuwwu), bahkan Yang Maha Penghapus Dosa (Al-Ghaffar). Melihat diri yang berlumur dosa, maka akan terbersit perasaan rendah diri dan hina, dan ketika memandangi kasih sayang Allah, maka hidup menjadi optimis atas anugerah pengampunanNya yang tak terbatas. Merasa gelap penting, tetapi jangan terpaku oleh kegelapan, karena kita tak menemukan cahaya apapun. Kita boleh merasa gelap, tapi disertai rasa optimis bahwa cahaya pun bakal hadir. Begitu juga ketika kita berbuat dosa, janganlah merasa terpaku, dan terjebak untuk terus memikirkan segenap dosa, tanpa memandang horizon pengampunan Allah Yang Maha Luas. 

Ketika orang terjebak dalam dosa, dan merasa bahwa dia tak berkuasa sedikit pun untuk mengendalikan dan menguasai diri, hanya karena kehendak Allah semata perbuatan baik terlahir, niscaya dia akan ditolong Allah untuk makin dekat dengan kebajikan yang diharapkan, yang berarti dekat dengan Allah itu sendiri. Dan dia telah digerakkan Allah bisa mendaurulang keburukan sebagai kebajikan. Keburukan dosa-dosa telah menjadi sarana makin dekat pada Allah SWT. Karena orang-orang yang bertobat senantiasa dicintai Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,” Sesungguhnya orang yang bertobat adalah kekasih Allah, dan orang yang bertobat adalah seperti orang yang tidak punya dosa.” 

Sekarang saatnya kita mencintai Allah dengan jalan bertobat terus-menerus, dengan merasakan tumpukan dosa, dan disertai rasa optimis bahwa Allah akan menganugerahi pengampunan sebagai tanda sifat kasih sayang dan pengampunanNya yang tak terbatas. 


Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

1 komentar: