Minggu, 22 Agustus 2010

RAMADAN DAN FACEBOOK

Bermain facebook, suatu yang lumrah bagi orang yang hendak memperkaya jaringan dan pertemanan. Setiap insan diberi naluri bergaul dan memperbanyak sahabat dari berbagai stratifikasi sosial, hanya saja kadangkala facebook membuat orang kecanduan “ekshibisionisme” memerlihatkan karya-karya, bahkan tak urung domain pribadi kadang sering diungkapkan di facebook. Terjadilah curhat dari satu facebooker ke facebooker lainnya. Respons berbalas respons inilah yang terus membuka ruang berkomunikasi yang saling terhubung.

Facebook tidak menjadi masalah sepanjang kita mampu mengendalikan penggunannya dengan baik. Ia menjelma sebagai gurita membahayakan manakala membuat kita kegandrungan, bahkan hati merasa gelisah jika belum mengetahui berapa orang yang meng-contact, meng-add, atau memberikan komentar terhadap status kita. Hasrat tampil dan ingin diketahui sering menyeruak dari hati, sehingga selalu terpacu show of force setiap saat. Banyak kata yang dilekatkan di dinding sebagai status, adalah kata-kata indah, memukau, puitis, bahkan membikin orang tergoda, walau sejatinya kata-kata yang diungkapkan belum tentu jadi gambaran sejati orang tersebut.

Andai kita bisa menebar kata-kata mutiara yang menggugah rasa, insya Allah itu menjadi saluran berbagi kebahagiaan। Tapi, anehnya facebook sering menjadi saluran mengekspresikan perkataan remeh-temeh, tidak berbobot, dan hanya sebatas seliweran, sehingga setiap tulisan yang ditampilkan tidak mengantarkan pesan indah di hati orang lain. Ada lagi yang lebih berat, tulisan status dan komentarnya tidak mendidik, kotor, dan perkataan dari comberan.

Puasa membimbing kita agar pandai menjaga ungkapan, baik secara oral atau tulisan, agar amunisi yang dikeluarkan tidak sia-sia। Bukankah kesia-siaan hanya menumpukkan kotoran di hati, berikut memantulkan penyakit ke dalam hati. Puasa mengajak kita mengurangi berbicara dan menjalin pergaulan duniawi, namun kehadiran facebook malah kian mempermudah kita menjalin hubungan dengan banyak orang, bahkan bisa melampaui batas negara. Kita boleh tidak keluar rumah, namun tembok rumah sudah tidak lagi jadi sekat agar terhubung dengan banyak orang.

Apakah berarti kita tidak boleh main facebook di bulan Ramadan ini? Kita boleh main facebook sepanjang masih memiliki manfaat bagi kehidupan, dan mengurangi dari perkataan sia-sia। Rasulullah SAW bersabda, “paling baiknya orang keislamannya adalah meninggalkan suatu yang sia-sia.” Ramadan sejatinya mendidik kita agar bisa mengurangi aktivitas yang menjebak pada kesia-siaan.

Ramadan menjadi lahan istimewa guna menanam suatu yang istimewa yang punya efektifitas terhadap kehidupan ruhani kita. Andaikan facebook itu dipandang bisa memberikan kejernihan bagi batin, silahkan gunakan facebook. Namun, kalau kita merasa bahwa facebook hanya mewarisi “ketidakbermaknaan” dan kehampaan ke dalam hati, alangkah baiknya kalau kita menilai kembali kegunaan facebook, demi bisa memanfaatkan kesempatan Ramadan secara optimal.

Jiwa setiap orang ingin terus terhubung dengan orang lain, suka suasana ramai, tidak menyukai kesepian. Ketahuilah, hawa nafsu sering merangsang manusia untuk berpadu dengan keramaian, alias tidak menyukai kesepian. Manakala orang terus gandrung masuk di dunia “keramaian facebook” tanpa kontrol, kekuatan nafsu akan mengembang. Padahal penderitaan itu bermula dari pemenuhan terhadap apa yang disukai hawa nafsu.

Bulan Ramadan kita harus lebih sering bersentuhan dengan situs-situs yang menyuburkan pertumbuhan ruhani. Bertemu dengan al-Qur’an sembari menafakuri, menjalani zikir, menulis, dan andaikan mau berselancar di facebook, usahakan agar setiap apa yang diungkapkan selalu bisa menumbuhkan ruhani kita.

Tulisan ini hanya memperingati diri sendiri.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Jumat, 20 Agustus 2010

DENDAM

Dendam sebagai akumulasi kebencian yang mengurat dalam hati. Andai dendam menduduki dan mencabik-cabik hati manusia, niscaya akan gampang terbakar dan menyemburkan bahaya besar. Perang, pembunuhan, dan pembantaian berakar dari dendam yang terus menggelapkan batin. Batin gelap hanya bisa menampilkan dan memantulkan kegelapan semata-mata. Tak ada ketenangan yang menetes di hati orang yang berbalut dendam. Yakinilah, orang yang telah tertembus perasaan dendam tidak mendapati oasis cinta universal dan meluas.

Penyakit dendam tidak sebatas menjangkiti kalangan awam agama, bahkan bisa diidap kelompok elite agama, dimana agama sendiri belum bisa diposisikan sebagai cahaya petunjuk jitu di pengarungan kehidupannya. Agama hanya dijadikan kedok dan topeng membalut citra apik di hadapan sesama, namun hatinya dipenjara dendam yang sulit diredam. Mungkin saja sesama tokoh masyarakat terjebak dalam penyakit batin ini, sehingga tidak pernah bisa menata keselarasan spirit mendidik dan mengarahkan masyarakat.

Dendam superbahaya bagi lestarinya rasa kasih sayang. Penyakit inilah yang turut menggerus spirit cinta yang mengembang di masyarakat, dan makin menebar fitnah yang berujung pada pembunuhan karakter hingga pembunuhan fisik. Ketika dendam merasuk ke jantung hati manusia, niscaya dia tidak bisa mencari sisi cahaya pada orang yang amat dibenci tersebut. Bagaimana agar kita bisa kebal virus dendam ini?

Pertama, Jauhi prasangka buruk. Dendam tumbuh dari bibit kebencian, dan kebencian terlahir prasangka buruk. Via prasangka buruk tersebut, orang tergerak menghimpun sisi negatif yang ada pada orang lain. Himpunan citra negatif itulah yang mamantik kebencian dalam hati, apalagi kemudian bergesek di pergaulan sehari-hari. Jika orang yang dibenci itu, melakukan sedikit kesalahan saja, niscaya hatinya menjadi kian terbakar dan panas. Rasa panas yang memenuhi dinding hati inilah yang nantinya akan berakibat fatal, dan membuat pengidapnya akan terus didera kepanasan batin. Dendam.

Agar dendam tidak menembus relung batin, kita berusaha membersihkan dinding hati ini setiap saat dengan proses muhasabah yang intens. Kalau biasanya kita kerap terjebak dengan prasangka negatif ihwal orang lain, kita berusaha agar terampil menggali dan menangkap sisi positif yang melekat pada perilaku orang lain. Kala kita terampil memotret sisi positif orang, niscaya kita telah berhasil menghiasi batin kita dengan spirit positif yang insya Allah akan membuahkan kebahagiaan.

Jika dulu kita lebih suka memotret pribadi orang lain dari angle negatif, kini berusaha memotret sisi positif yang tidak hanya membuat kita bahagia, orang lain pun turut terluapi kebahagiaan. Andaikan, tiba-tiba terpantik pikiran negatif tentang orang, buanglah jauh-jauh, dan memandangnya sebagai kotoran, yang dikhawatirkan mengkristal sebagai kanker spiritual bagi hati. Berlatihlah melihat orang lain dengan cahaya terbaik yang menghasilkan ketenangan. Bagi orang yang selalu melihat orang lain dari kegelapan pikiran, akan memantulkan derita ke ruang hati. Sebaliknya, orang yang terampil melihat sisi baik, maka akan terpantul kebahagiaan ke relung hati.

Kedua, melakukan muhasabah. Kita selalu menjelajah siapa sejatinya diri kita? Mungkinkah kita bisa menangkap dan memotret sisi gelap yang berteduh di batin kita? Andaikan ada kotoran dan kegelapan yang memenuhi batin, sadarilah dan segera hapus dengan penyesalan mendalam. Kunci muhasabah adalah menelisik sisi negatif yang masih nangkreng di hati, berikut menghapus dan berupaya tidak mengotori hati kembali.

Muhasabah amat penting agar virus negatif tidak meresapi relung hati. Bukankah setiap pikiran, sikap, dan perbuatan kita akan memantul pada diri kita sendiri. Tidak ada sikap dan perbuatan kita yang membahayakan orang lain, hanya membahayakan diri sendiri. Bahaya terbesar yang merusak manusia, adalah bahaya penyakit hati. Agar kita bisa selamat dari penyakit hati, muhasabah menjadi jalan efektif untuk bisa menelisiki sisi negatif yang menunggangi hati. Ingatlah, timbulnya prasangka negatif karena orang terlena menilai orang lain, dan setiap menilai orang melulu tertuju pada sisi negatifnya.

Saking pentingnya muhasabah, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “matilah sebelum mati, dan hitung-hitunglah dirimu sebelum diperhitungkan।” Kita tidak bisa menjadi pribadi yang mengalami lompatan dalam perbaikan, jika kita belum memperbaiki onderdil-onderdil batin yang masih rusak. Adapun perbaikan onderdil batin itu dimulai dengan proses diagnosa. Bila ternyata saat diagnosa tersebut ditemukan ada piranti-piranti yang terkena virus, segera dibersihkan dan dibenai, niscaya akan sehat kembali. Andai “mesin batin” kita baik, insya Allah seluruh diri ini pun akan mengalami perbaikan. Bagaikan kendaraan, mesin sebagai komponen penting yang membuat kendaraan bisa melaju kencang. Bila mesin rusak, kita akan mengalami kendala di perjalanan. Mesin diri manusia adalah hati, ketika hati ini baik, insya Allah keseluruhan diri menjadi baik dan akan bisa terbang indah dalam perjalanan menuju Allah SWT.

Ketiga, menyadari dendam hanya menghancurkan hati. Dendam sebagai bentuk kegelapan pekat, dan penyakit kronis yang memiliki daya ledak besar, bahkan menghancurkan sendi-sendi batin manusia. Bila kita mengetahui akan bahaya dendam, maka kita tidak bakal pernah sedikit pun mendekati wilayah tersebut. Apa wilayah yang mendekati dendam, itulah kebencian. Dia tidak pernah menanam bibit kebencian di hati, karena pasti nantinya berbuah dendam. Dendam tak hanya membuat hati manusia gelap, bahkan rusak, kemana-mana ia membawa hati yang penuh sakit. Sedikit saja ketemu dengan orang yang dibenci, maka jantungnya gampang berdegup kencang, dan bisa jatuh shock. Itu disebut dengan spiritual shock.

Andai kita mengalami gejala dendam, memerlukan tiga langkah untuk menyembuhkannya, pertama memaksa diri untuk bisa melihat sisi positif orang, karena setiap orang pasti dilekati kebaikan walau setitik. Kedua, terus melakukan muhasabah ke sisi dimensi batin kita sendiri, karena muhasabah bisa membuat kita tercerahkan dari kotoran yang kerap menyangkut ke relung batin. Ketiga, menyadari akan bahaya besar yang dibawa oleh penyakit dendam, sehingga kita selalu menjauh dari wilayah-wilayah yang memerangkap diri pada dendam.

Semoga kita bisa menemukan terang cahaya batin, ketika dendam berikut benih-benih yang menumbuhkannya telah tergerus dan dibersihkan.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Senin, 16 Agustus 2010

MARAH




Puasa mendidik upaya pengendalian hawa nafsu, baik yang berbentuk nafsu wadhab (keserakahan), atau nafsu syahwat. Betapa banyak orang berhasil mengendalikan dan mengontrol orang lain, tetapi gagal mengontrol dirinya sendiri. Diam-diam mengalir kebanggaan di hati kala berhasil melumpuhkan atau menguasai orang lain dengan kekuatan hujah atau kekuasaan formalnya. Tetapi, dia sendiri mengalami kerapuhan batin, karena kerap mengalami kekalahan dengan dirinya sendiri.

Mungkin ada yang bangga ketika orang bisa memarahi bawahannya, dan bahkan merasa menang sehingga orang mengikuti apa yang diperintahkan dengan nada marah tersebut. Padahal, kalau ditelusuri lebih mengkristal, sesungguhnya orang marah telah mengalami cedera batin, mengapa demikian? Karena letupan kemarahan itu bukan berasal dari hati nurani yang lembut bercahaya, namun menyembur dari hawa nafsu yang selalu menggerakkan manusia pada keburukan.

Ada laki-laki memohon pada Rasulullah SAW, “nasihatilah Aku,” katanya. Rasulullah SAW bersabda, “janganlah kau marah!, diulang berkali-kali. Beliau bersabda,”Janganlah kau marah.” (HR. Bukhari).

Memetik sabda Nabi Agung tersebut, betapa posisi kedewasaan ruhani seseorang terlihat dari kemampuannya mengendalikan kemarahan yang kapan saja bisa meledak. Jika orang belum bisa mengendalikan kemarahan, artinya gampang menebar kemarahan dimana-mana, berarti dia belum menggapai kedewasaan secara ruhani. Bukankah sikap marah berasal dari karena terbatasnya pikiran mencari jalan keluar terbaik, yang bisa menyentuh orang lain. Marah sebagai jalan yang kerap ditempuh orang-orang dangkal, lantaran tak bisa menyampaikan hujah yang bisa memantik kesadaran bagi orang lain.

Kala manusia gampang marah, niscaya tidak menghiasi batinnya dengan kelembutan, malahan jiwa terus ditumbuhi kekasaran dan kemeranggasan. Ketika jiwa kasar dan angkuh telah tumbuh di lahan batin manusia, niscaya dia tidak bisa mencerap spirit keindahan dan kebahagiaan hakiki yang tersedia dalam batin manusia. Bila orang punya jiwa kasar, dia tidak bisa merespons sisi kelembutan yang melekat pada setiap orang. Bukankah hanya yang berjiwa kasar yang selalu bertemu dan menyapa kekasaran, dan jiwa lembut hanya bisa menangkap dimensi kelembutan yang tumbuh dari lubuk kedalaman dirinya. Orang terjebak dalam kemarahan demi kemarahan, sejatinya dia telah ditaklukkan dan dikendalikan kekuatan nafsu yang luar biasa.

Apa saja bahaya yang akan menjangkiti hati orang yang punya kebiasaan marah? Marah adalah kekuatan api, yang bisa membakar batin manusia sendiri, dan menjulurkan kebakaran hingga keluar dirinya. Kala orang yang dimarahi punya kekuatan redam dan sejuk dalam memadamkan api kemarahan, api kemarahan itu tidak bisa membakar orang tersebut. Namun, andai orang yang dijadikan obyek kemarahan tersebut tidak memiliki kekuatan air yang sejuk, maka akan mudah dilalap bakaran api kemarahan tersebut, menjelma pada perselisihan dan permusuhan yang amat sengit.

Ketahuilah orang yang dadanya selalu dibakar kemarahan, niscaya tidak bisa menemukan ketenangan. Bagaikan orang yang tersekap di rumah yang sempit dan panas, dia akan selalu didera kegelisahan, kesesahan, dan tidak pernah bisa istirahat dalam ketenangan. Siapa yang kerasan bermukim di rumah yang panas, apalagi rentan mengalami kebakaran yang bisa melalap seisi rumah, sehingga orang hanya melihat kegelapan di rumah “hati” kebakaran tersebut. Padahal pikiran dan hati yang gelap itulah yang kerap menggerakkan manusia melakukan kekerasan dan bahkan pembunuhan.

Adalah hidup dua keluarga bertetangga dengan strata ekonomi yang berbeda, satunya seorang pengusaha yang berhasil mengelola bisnisnya secara cemerlang, dia memiliki mesin yang bisa menernak uang secara produktif. Sebelahnya, hidup seorang pegawai yang punya prestise hidup luar biasa. Ikon pegawai menjadi kebanggaan bagi orang ini, tetapi kehidupan ekonominya biasa-biasa saja, tak bisa mengejar kesejahteraan yang telah didulang sang pengusaha tersebut. Merasakan realitas hidup yang kontras tersebut, membuat hati si pegawai ini mengerut.

Kerutan-kerutannya itu menggumpal membikin hati makin kasar, sehingga timbul kedengkian, kemarahan, bahkan dendam dengan melejitnya kesuksesan yang diperoleh pengusaha tersebut. Demi meluapkan kemarahan tersebut, suatu ketika keluarga dari pengusaha itu lewat ditepi jalan, dengan kalap, si pegawai menabrakkan sepedanya ke sang nenek, beberapa menit nenek yang ditubruk tersebut langsung tewas. Demikianlah hasilnya kalau kemarahan membimbingnya menjadi dendam kesumat yang telah menjadi raja dalam dirinya, hanya dengan sedikit pancingan api, maka api yang lebih besar langsung melalap seluruh bangunan. Memang ketika kacamata manusia sudah gelap, maka dia akan terus tertipu dan ditipu oleh keadaan, bahkan menganggap seluruh keadaan hanya kegelapan tanpa cahaya.

Kala orang dijangkiti kemarahan, dia tidak bisa melihat cahaya rahmat Allah, yang ada hanya kutukan yang menggelapkan jiwanya sendiri. Memang, marah melahirkan Naar (api), dan mengendalikan kemarahan akan bisa mengelola Naar (api) menjadi Nuur (cahaya). Kita sekarang berusaha mengelola potensi api menjadi cahaya. Bagaimana caranya bisa mengendalikan medan hati agar tak tersentuh kemarahan yang tak terkontrol.

Pertama, memproduksi cahaya dalam diri. Agar api melenyap dari dalam kesadaran kita, maka kita harus banyak memproduksi cahaya. Bagaimana cara memproduksi cahaya? Sering mempraktikkan zikirullah. Bukankah zikir menjelmakan cahaya. Setiap cahaya selalu memendarkan keteduhan dan ketenangan setiap jiwa. Bukankah hanya orang yang sering berzikir yang bakal bisa menjaring ketenangan dalam hidupnya, yang berarti tidak gampang terbakar kemarahan. Makanya, kita bisa menemukan orang yang ahli zikir itu selalu berada dalam keteduhan, tidak sering menyemburkan “rasa panas” pada lingkungan sekitarnya.

Lho, kok ada orang yang sudah terbiasa berzikir, masih kerap dijangkiti energi marah, berarti belum benar-benar mengkristalisasi zikir hingga ke relung hati yang dalam. Zikir hanya menjadi ritual yang terungkap lewat lisan, tidak terpatri hingga ke batin yang lembut. Kendati, demikian kita terus mempratikkan zikir dari lisan hingga dalam bentuk kehadiran hati (hudhuril qolbi). Ketika zikir telah memendari hati, insya Allah yang memenuhi ruang batin hanya kelembutan, tanpa kemarahan. Kendati kemarahan itu meletup, pasti masih berada dalam kendali hati yang bersih.

Kedua, mencari tempat bercermin yang lebih rendah dalam hal duniawi. Marah berkunjung karena kita sering bertemu dengan orang yang kuat, yang gampang menebar dan melemparkan bola api kemarahan dimana-mana. Bayangkan, sang majikan begitu gampang melemparkan marah pada karyawan atau pelayannya. Mengapa mereka gampang marah, karena menganggapi si karyawan sebagai yang butuh dan bergantung padanya. Kita akan mudah melemparkan kemarahan jika menganggap orang lain sebagai bawahan kita. Lebih daripada itu, mungkin kita sering bergaul dengan orang elite yang turut menyumbang kegersangan hati. Karena itu, perlu kiranya membangun jalinan kasih dengan orang-orang lebih rendah secara duniawi, seraya berharap bisa melembutkan hati. Kala hati sudah lembut, maka ekspresi yang keluar memantulkan cahaya. Bergaul dengan orang yang bermukim di tepi jalan, sambil berjualan, tanpa pernah kehilangan senyum yang menghias bibirnya.

Bertemu dengan orang-orang yang berada di bawah kita dalam tataran duniawi akan menumbuhkan bibit kelembutan yang berada dalam hati.

Sekarang, kita terus mengasah kelembutan dalam diri, sembari perlahan-lahan mengikis potensi marah yang kerap menyeruak dari dalam hati.

Khalili Anwar, Penutur dari jalan Cahaya

THE POWER OF SURRENDER

Ikhlas adalah energi yang tak terlihat, namun memberi sumbangan besar bagi kehidupan. Seperti udara, tidak terlihat, tapi tak perannya tidak boleh diremehkan dalam memelihara kehidupan. Bayangkan, andai orang tidak menghirup udara beberapa menit saja, apa kiranya yang akan terjadi? Ikhlas itu termasuk udaranya ibadah. Tanpa keikhlasan mendalam, ibadah tak lebih sebagai karangka tanpa ruh. Ada gadis cantik rupawan, hanya saja nyawanya sudah terpisah dari raga. Kendati gadis itu begitu rupawan, ia tak menebar daya tarik bagi siapapun, karena tubuhnya yang elok telah berubah menjadi jenazah yang malah mengingatkan manusia pada kematian. Ketika gadis itu hidup bisa jadi memantik kesegaran hawa nafsu birahi, tetapi ketika kematian telah merenggut nyawanya, niscaya memutus warna-warni keinginan hawa nafsu.

Kalau demikian agar bisa memikat daya tarik batin setiap manusia, maka hiasilah batin kita dengan keikhlasan mendalam, sehingga setiap apa yang diungkapkan melahirkan inspirasi dan hikmah mendalam. Udara tidak mau kelihatan, tetapi akan selalu dirasakan kehadirannya. Kehadiran orang ikhlas menghadirkan pencerahan bagi kemanusiaan. Boleh jadi perkataan yang disampaikan amat sederhana, tetapi karena dibarengi energi keikhlasan, akan terasa berdampak di hati manusia. Kata-kata itu berdampak karena bukan berupa kata bangkai, tetapi kata yang disertai makna yang dalam dan menjulang.

Kata-kata yang terlahir dari keyakinan yang kuat dan teguh akan memberikan keteguhan bagi siapapun yang mendengarkan. Berbeda halnya, perkataan yang berhiaskan kata mutiara, namun karena tidak berasal dan ikhlas, maka perkataan yang berbunga-bunga dan serat puitis itu tidak bisa menyentuh sisi terdalam pendengar, sehingga tidak bisa memberikan bekas apapun terhadap mereka. Kata masuk dari telinga kanan-keluar dari telinga kanan, masuk dari telinga kiri-keluar dari telinga kiri.

Mengapa perkataan, perbuatan, dan sikap hidup orang ikhlas bisa memancarkan makna yang indah pada manusia? Karena orang ikhlas selalu mendulang pertolongan dari Allah. Kala orang menjadikan Allah satu-satunya sebagai tujuan, niscaya Allah yang akan membimbing untuk bisa sampai pada tujuan tersebut. Dari diri menuju Allah, bahkan dari Allah menuju Allah. Dia telah menerabas batas-batas “rapuh” yang mewarnai manusia. Orang ikhlas amat kuat, karena selalu bersama dengan Yang Maha Kuat. Segala kekurangan usahanya akan dicukupi Allah, karena setiap aktivitas yang mendapati sentuhan dari Allah langsung, niscaya akan memancarkan bekas kemuliaan yang terus bersinar dimana-mana.

Bayangkan, bagaimana dampak kekuatan ikhlas yang dibuktikan para wali dalam menebar syiar agama. Kita mengetahui, kemuliaan mereka melampaui ruang dan waktu yang dijejakinya, bertahun-tahun lamanya, kesan indah dan kemuliaan ihwal mereka masih tertancap indah dalam memori bersama masyarakat. Mengapa mereka masih punya nama yang masyhur di dalam hati masyarakat, karena mereka sendiri berjuang dengan spirit ikhlas. Perbuatan, perkataan, dan sikap mereka didasari semangat ikhlas dan berarti keyakinan yang kuat pada Allah SWT. Bukankah setiap keyakinan akan memancarkan pengaruh melampaui batas pikiran manusia, dan bahkan akan kekal selamanya, karena bersandarkan pada Yang Maha Kekal.
Bagi Anda yang hendak merasakan indah kekekalan energi, maka bersandarlah pada Yang Maha Kekal, dan janganlah sedikit pun bersandar pada suatu yang semu dan sementara. Siapapun yang bersandar pada yang semu, dia hanya merasakan sepah-sepah kesemuan. Hari ini dia mendapatkan pujian yang semarak, dia bisa menghimpun sekian pujian dari masyarakat, tetapi pada saatnya dia mendapati segala pujian itu seperti tanaman yang menghijau, tetapi pada saatnya mengalami kekeringan dan akhirnya diterpa angin.

Habis.. segala hal yang berasal dari sesuatu yang semu dan sementara, dan hanya mencari muka manusia, maka itu tidak akan diperoleh secara terus-menerus. Bisa jadi orang yang amat doyan memuja kamu, kini memilih untuk mencacimu. Bukankah hati cuaca hati manusia sering berubah-ubah, lalu mengapa kita selalu menyandarkan diri pada suatu yang berubah-ubah. Kita tidak bakal menemukan ketenangan pada hal yang berubah-ubah, perlu mencari sumber yang tak pernah berubah, kekal, dan universal, sehingga kita bisa merasakan kebahagiaan hakiki dan abadi dalam hidup ini.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

MELUASKAN KESABARAN

Kesabaran membentuk batin menjadi lebih kuat, tangguh, dan perkasa. Bagi yang kesabarannya terbatas, berarti dia telah membatasi rahmat Allah. Jika Anda hendak menggapai rahmat Allah yang tak terbatas, maka hadapilah dengan kesabaran akan setiap ketentuan Allah yang mengalir di sungai kehidupan Anda tanpa batas. Karena ternyata kejayaan itu diperoleh dengan kesabaran prima.
Kita bisa berkaca pada orang sukses yang telah menggapai kedigdayaan di bidang duniawi dan spiritual, mereka telah menjadikan sabar sebagai menu harian bagi ruhaninya. Sabar memuat vitamin yang amat luar biasa bagi batin ini. Tetapi bagi orang yang belum bisa bersabar dengan kenyataan, sembari bersikap mengeluh, maka dia telah menyediakan diri sebagai korban dari setiap peristiwa dan kenyataan yang hadir.

Setiap orang mendambakan kebahagiaan, berarti mendamba rahmat dari Allah SWT. Rahmat adalah kekayaan yang tergenggam di tangan Allah, dan hanya diperoleh orang yang mendapati izin dari Allah SWT. Kendati demikian, orang bisa mencapai hidup dalam liputan rahmat, manakala dia memenuhi dadanya dengan spirit sabar. Itu artinya, sabar sebagai pasangan dari rahmat Allah. Kalau kita ingin dihampiri rahmat Allah, maka sediakan hati untuk bersabar akan segala kenyataan-kenyataan yang menyembul di dataran kehidupan kita. Bagaimana bisa bersabar?

Pertama, menyadari setiap kenyataan sebagai sebuah proses yang harus dijalani. Manusia tidak bisa merubah keadaan dan kenyataan yang ada di luar dirinya, sebagaimana orang tidak bisa merubah rotasi matahari. Saatnya matahari terbit, kita tak bisa memaksa agar tenggelam. Ketika matahari mencapai puncak tengah teriknya, kita tak bisa meminta agar dia terbit dari ufuk timur. Apalagi saat matahari tenggelam kita memaksa agar tetap bersinar.

Kenyataan dan peristiwa di hadapan kita tidak bisa dirubah, kita hanya bisa mengubah keadaan batin kita. Keadaan batin yang positif akan memberikan keluasan rahmat Allah, keadaan batin yang negatif cenderung menutup diri dari rahmat Allah SWT. Itu berarti derita dan bahagia sepadan dengan sikap batin kita akan realitas yang melompat ke ruang kehidupan kita.

Kedua, menyadari bahwa seluruh kenyataan berasal dari Allah yang Maha Kasih Sayang. Setiap perbuatan didasari sifat-sifat-Nya. Jika mindset dasar orang itu baik, maka seluruh perbuatannya memantulkan kebaikan. Sifat terpantul dalam perbuatannya. Dan perbuatan pantulan dari sifat-sifat yang melekat pada orang tersebut. Jika Allah itu Maha Kasih dan Sayang, berarti setiap perbuatan-Nya yang menyembul ke permukaan didasari rasa kasih sayang Allah. Andai ada kenyataan buruk yang dihadapi, yakini itu mengalir dari lautan kasih sayang Allah.

Allah kebaikan mutlak, maka setiap peristiwa yang bersumber dari Allah, pasti menyimpan kebaikan. Hanya saja ada kebaikan itu dirasakan secara spontanitas, ada kalanya kebaikan itu baru disadari setelah melewati waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Kehidupan itu tidak acak, seluruh kenyataan dan peristiwa yang mengada di hadapan kita terhimpun dalam desain dan rancangan dari Allah SWT. Keyakinan akan kebaikan Allah akan menjaga sikap batin kita terhadap luberan masalah yang hadir di hadapan kita.

Ketiga, realitas berpasangan. Dualitas kehidupan yang mewarnai perjalanan manusia sejatinya diciptakan sebagai pasangan yang saling melengkapi. Seperti halnya, laki-perempuan, kanan-kiri, sehat-sakit, untung-buntung. Dua realitas yang berbeda tersebut tidak saling bermusuhan, tetapi berpasangan. Karena berpasangan, maka keduanya saling membutuhkan. Demi menghadirkan kebaikan, kadang harus disembulkan keburukan. Demi terlaksananya pembangunan, harus diadakan penghancuran terlebih dahulu. Rumah yang dihancurkan oleh bulldozer, jangan dikira hanya dihancurkan, bahkan itu awal mula akan terciptanya sebuah pembangunan.

Bertaut dengan pemahaman tersebut, maka kita tidak akan mengalami kegundahan yang mendalam, manakala didera masalah buruk, dan tidak terlalu senang bila dihampiri oleh kebaikan. Semuanya mengalir dalam sungai kehidupan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Terpenting sikap kita yang harus dijaga dengan cara terbaik. Kita harus “kaya” alasan untuk bisa bersabar akan setiap masalah yang bertandang ke rumah kehidupan kita. Sehingga Allah akan mencurahkan kekayaan batin bagi kita. Insya Allah.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya