Jumat, 20 Agustus 2010

DENDAM

Dendam sebagai akumulasi kebencian yang mengurat dalam hati. Andai dendam menduduki dan mencabik-cabik hati manusia, niscaya akan gampang terbakar dan menyemburkan bahaya besar. Perang, pembunuhan, dan pembantaian berakar dari dendam yang terus menggelapkan batin. Batin gelap hanya bisa menampilkan dan memantulkan kegelapan semata-mata. Tak ada ketenangan yang menetes di hati orang yang berbalut dendam. Yakinilah, orang yang telah tertembus perasaan dendam tidak mendapati oasis cinta universal dan meluas.

Penyakit dendam tidak sebatas menjangkiti kalangan awam agama, bahkan bisa diidap kelompok elite agama, dimana agama sendiri belum bisa diposisikan sebagai cahaya petunjuk jitu di pengarungan kehidupannya. Agama hanya dijadikan kedok dan topeng membalut citra apik di hadapan sesama, namun hatinya dipenjara dendam yang sulit diredam. Mungkin saja sesama tokoh masyarakat terjebak dalam penyakit batin ini, sehingga tidak pernah bisa menata keselarasan spirit mendidik dan mengarahkan masyarakat.

Dendam superbahaya bagi lestarinya rasa kasih sayang. Penyakit inilah yang turut menggerus spirit cinta yang mengembang di masyarakat, dan makin menebar fitnah yang berujung pada pembunuhan karakter hingga pembunuhan fisik. Ketika dendam merasuk ke jantung hati manusia, niscaya dia tidak bisa mencari sisi cahaya pada orang yang amat dibenci tersebut. Bagaimana agar kita bisa kebal virus dendam ini?

Pertama, Jauhi prasangka buruk. Dendam tumbuh dari bibit kebencian, dan kebencian terlahir prasangka buruk. Via prasangka buruk tersebut, orang tergerak menghimpun sisi negatif yang ada pada orang lain. Himpunan citra negatif itulah yang mamantik kebencian dalam hati, apalagi kemudian bergesek di pergaulan sehari-hari. Jika orang yang dibenci itu, melakukan sedikit kesalahan saja, niscaya hatinya menjadi kian terbakar dan panas. Rasa panas yang memenuhi dinding hati inilah yang nantinya akan berakibat fatal, dan membuat pengidapnya akan terus didera kepanasan batin. Dendam.

Agar dendam tidak menembus relung batin, kita berusaha membersihkan dinding hati ini setiap saat dengan proses muhasabah yang intens. Kalau biasanya kita kerap terjebak dengan prasangka negatif ihwal orang lain, kita berusaha agar terampil menggali dan menangkap sisi positif yang melekat pada perilaku orang lain. Kala kita terampil memotret sisi positif orang, niscaya kita telah berhasil menghiasi batin kita dengan spirit positif yang insya Allah akan membuahkan kebahagiaan.

Jika dulu kita lebih suka memotret pribadi orang lain dari angle negatif, kini berusaha memotret sisi positif yang tidak hanya membuat kita bahagia, orang lain pun turut terluapi kebahagiaan. Andaikan, tiba-tiba terpantik pikiran negatif tentang orang, buanglah jauh-jauh, dan memandangnya sebagai kotoran, yang dikhawatirkan mengkristal sebagai kanker spiritual bagi hati. Berlatihlah melihat orang lain dengan cahaya terbaik yang menghasilkan ketenangan. Bagi orang yang selalu melihat orang lain dari kegelapan pikiran, akan memantulkan derita ke ruang hati. Sebaliknya, orang yang terampil melihat sisi baik, maka akan terpantul kebahagiaan ke relung hati.

Kedua, melakukan muhasabah. Kita selalu menjelajah siapa sejatinya diri kita? Mungkinkah kita bisa menangkap dan memotret sisi gelap yang berteduh di batin kita? Andaikan ada kotoran dan kegelapan yang memenuhi batin, sadarilah dan segera hapus dengan penyesalan mendalam. Kunci muhasabah adalah menelisik sisi negatif yang masih nangkreng di hati, berikut menghapus dan berupaya tidak mengotori hati kembali.

Muhasabah amat penting agar virus negatif tidak meresapi relung hati. Bukankah setiap pikiran, sikap, dan perbuatan kita akan memantul pada diri kita sendiri. Tidak ada sikap dan perbuatan kita yang membahayakan orang lain, hanya membahayakan diri sendiri. Bahaya terbesar yang merusak manusia, adalah bahaya penyakit hati. Agar kita bisa selamat dari penyakit hati, muhasabah menjadi jalan efektif untuk bisa menelisiki sisi negatif yang menunggangi hati. Ingatlah, timbulnya prasangka negatif karena orang terlena menilai orang lain, dan setiap menilai orang melulu tertuju pada sisi negatifnya.

Saking pentingnya muhasabah, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “matilah sebelum mati, dan hitung-hitunglah dirimu sebelum diperhitungkan।” Kita tidak bisa menjadi pribadi yang mengalami lompatan dalam perbaikan, jika kita belum memperbaiki onderdil-onderdil batin yang masih rusak. Adapun perbaikan onderdil batin itu dimulai dengan proses diagnosa. Bila ternyata saat diagnosa tersebut ditemukan ada piranti-piranti yang terkena virus, segera dibersihkan dan dibenai, niscaya akan sehat kembali. Andai “mesin batin” kita baik, insya Allah seluruh diri ini pun akan mengalami perbaikan. Bagaikan kendaraan, mesin sebagai komponen penting yang membuat kendaraan bisa melaju kencang. Bila mesin rusak, kita akan mengalami kendala di perjalanan. Mesin diri manusia adalah hati, ketika hati ini baik, insya Allah keseluruhan diri menjadi baik dan akan bisa terbang indah dalam perjalanan menuju Allah SWT.

Ketiga, menyadari dendam hanya menghancurkan hati. Dendam sebagai bentuk kegelapan pekat, dan penyakit kronis yang memiliki daya ledak besar, bahkan menghancurkan sendi-sendi batin manusia. Bila kita mengetahui akan bahaya dendam, maka kita tidak bakal pernah sedikit pun mendekati wilayah tersebut. Apa wilayah yang mendekati dendam, itulah kebencian. Dia tidak pernah menanam bibit kebencian di hati, karena pasti nantinya berbuah dendam. Dendam tak hanya membuat hati manusia gelap, bahkan rusak, kemana-mana ia membawa hati yang penuh sakit. Sedikit saja ketemu dengan orang yang dibenci, maka jantungnya gampang berdegup kencang, dan bisa jatuh shock. Itu disebut dengan spiritual shock.

Andai kita mengalami gejala dendam, memerlukan tiga langkah untuk menyembuhkannya, pertama memaksa diri untuk bisa melihat sisi positif orang, karena setiap orang pasti dilekati kebaikan walau setitik. Kedua, terus melakukan muhasabah ke sisi dimensi batin kita sendiri, karena muhasabah bisa membuat kita tercerahkan dari kotoran yang kerap menyangkut ke relung batin. Ketiga, menyadari akan bahaya besar yang dibawa oleh penyakit dendam, sehingga kita selalu menjauh dari wilayah-wilayah yang memerangkap diri pada dendam.

Semoga kita bisa menemukan terang cahaya batin, ketika dendam berikut benih-benih yang menumbuhkannya telah tergerus dan dibersihkan.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

1 komentar:

  1. Hmmm, tulisan yang menarik. Terima kasih ya telah berbagi.

    Kebetulan kemarin saya juga barusan menulis topik serupa tentang membalas dendam. Cek saja entri saya yang berjudul Balas Dendam Itu Manis? Saya yakin bisa jadi referensi silang yang menambah pengetahuan kita bersama.

    Salam kenal, dan sampai jumpa lagi nanti.

    Lex dePraxis
    Unlocked

    BalasHapus