Selasa, 13 Juli 2010

BERBICARA DALAM SEPI SUNYI

Tak sedikit orang merasakan suasana hambar di keramaian, karena hanya bersentuhan dengan hal semu dan temporal. Padahal piranti ruhani merindukan yang hakiki dan abadi. Apakah orang menemukan yang hakiki dan abadi lewat jalan keramaian? Di sisi lain, orang-orang besar mendulang kearifan dan turut membangun istana kebahagiaan di hatinya, karena memilih keluar dari kemewahan dan kemegahan hidup yang mengitarinya, lalu berusaha memerhatikan sisi kekayaan yang terbenam di hati. Karena tak jarang orang memerhatikan kekayaan di luar, luput memerhatikan kekayaan yang ada di dalam batinnya, sehingga terjebak ke dalam kebangkrutan ruhani.

Ibrahim bin Adham, seorang pangeran masyhur dari Balkan rela melepaskan baju kemegahan sembari menapaki jalan sunyi penuh derita duniawi. Disana Ibrahim bin Adham tak menyisakan sedikit pun kuasa hawa nafsunya, sehingga terus berada dalam penjara derita yang begitu pedih secara fisik. Walau dia merasakan kepedihan secara lahiriah, diam-diam mengalir keanggunan dan kedamaian universal di medan batinnya. Seiring berjalannya waktu, beliau berhasil melewati tangga-tangga penderitaan demi menggapai kebahagiaan sempurna. Dari beliau menghabiskan seluruh perbekalan untuk disedakahkan pada setiap orang yang ditemui, hingga menggadaikan dirinya sebagai budak demi bisa memberikan makan pada perempuan renta.

Kita pernah mengenal Tolstoy, tokoh sastrawan yang berhasil membesut karya sastra yang memikat, dan berhasil merekam kearifan universal lewat karya tulisnya yang mencengangkan. Dia menggeser kebiasaan hidupnya yang dikitari kemewahan dan keramaian, ke rumah yang amat sederhana dan sepi sunyi. Dalam sepi sunyi yang sempurna, dia bisa memahatkan inspirasi dalam tulisan-tulisan menggerakkan.
Mulailah merubah dunia ramai dengan memahami dunia sepi-sunyi. Inspirasi dan ilham sering datang di ranah-ranah kesunyian yang menawarkan ketenangan dan kedamaian tak berbatas. Bagi orang yang berkomitmen menebarkan kasih pada kemanusiaan, perlu kiranya menempuh jalan-jalan sunyi dan mempersedikit bersentuhan dengan dunia ramai. Memang, seorang pejuang selalu berada dalam sunyi bersama Tuhan. Mula-mula, dia mengalami sepi keseluruhan, dari fisik, pikiran, hati menuju Yang Maha Sunyi. Setelah mengalami pencerahan, dia telah bersenggama dengan sunyi, dan keramaian fisik tidak akan merampok suasana sunyi di medan hati. Kendati berpapasan dengan beragam latar manusia, dia tetap menyatu dalam kesunyian mendalam. Sunyi-sepi telah terintegrasi dalam dirinya.

Praktik ibadah sehari-hari melatih manusia tenang dalam sepi-sunyi, fokus pada satu tujuan final. Dialah Allah SWT. Semisal dalam menunaikan shalat, ingatan kita hanya tertuju pada Allah, merasa bahwa Allah selalu menyaksikan setiap gerak-gerik fisik dan batin kita. Lewat kesadaran akan penyaksian berikut kehadiran Allah, kita akan ditarik ke medan sunyi, perhatian pada selain-Nya akan punah dan tenggelam. Ketika pikiran dan hati telah tersetrum pada tujuan utama, yang lain tersingkir dari ingatan. Bagaikan orang terpesona dengan rembulan, kendati ada nyamuk menghinggapi kulitnya, seakan tidak terasa. Lolongan anjing, seakan tidak menggangu perhatiannya, bahkan perkataan teman seakan tidak terdengar. Seluruh perhatian tersedot pada semburat cahaya rembulan yang amat memesona.

Bagaimana sikap orang yang telah mengalami sunyi batinnya? Dalam sunyi akan tergelar kedamaian semesta. Tak ada sedikit pun yang mampu menginterupsi setiap gerak-gerik orang ini. Dia telah menyatu dengan kedamaian tanpa terusik. Dia telah menyelam di kedalaman lautan yang disana hanya ada mutiara kedamaian yang terus berkilauan. Ia tak lagi terpesona dengan fluktuasi luaran, dengan kesadaran bahwa di luar hanya memengaruhi sisi luar, tak bisa memengaruhi sisi terdalam. Ketika orang berselancar di laut yang sarat arus gelombang, arus gelombang akan membuat keadaannya bergerak tak beraturan, tidak tetap, orang akan ringkih berada diantara arus gelombang, karena dipermainkan oleh gelombang itu sendiri. Berbeda halnya, ketika orang telah berhasil mengalami diving ke dalam, niscaya disana ditemukan kebahagiaan tak bertepi, tak tersentuh pasang surut gelombang.

Ketika kita telah bermukim dalam ruang sunyi penuh pesona, disana dia bakal memeroleh sekian ilham yang bisa ditebarkan pada seluruh kemanusiaan. Bayangkan, Rasulullah Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul, menapaki jalan sunyi sepanjang 7 tahun lamanya. Tujuh tahun berteman dengan sunyi, beliau SAW memeroleh wahyu yang bisa meradiasikan kesadaran suci ke seluruh orang tanah Arab, dan menyebar ke seluruh pelosok dunia. Memang, demi bisa menebarkan kebajikan, kita harus berjalan dalam ruang sunyi, yang didalamnya diisi dengan tafakkur, merenungi dunia luar dan dijalinkan dengan gema suara yang menyembul dibalik kesunyian. Dalam sunyi orang akan menemukan mutiara dalam dirinya, berikut menemukan cara bagaimana bisa memperluas manfaat mutiara bagi kehidupan.

Mengapa Rasulullah SAW harus berada di gua, ruang gelap pekat, guna menjaring ilham berupa wahyu dari Allah? Ternyata orang menemukan cahaya batin, enlightenment di saat berada di ruang gelap pekat. Seperti halnya orang akan bisa mengaktivasi mata batin, ketika telah menutup mata lahiriah. Pun, ketika mata lahir tidak bisa melihat, saat itu mata batin akan mengalami keterbukaan. Kalau begitu, gelap lahiriah sebagai teman bagi terangnya jiwa. Mengapa demikian? Ketika orang terpesona pada terang yang berada di wilayah lahiriah, niscaya dia tidak bakal memerhatikan pesona terang yang terpancar di wilayah batin. Padahal terang batin lebih abadi ketimbang terang di luaran.

Selain itu dalam sunyi orang tidak lagi berbicara pada wajah lahir, tetapi berbicara pada wajah batin. Ketika terang di luar, orang sibuk bercermin untuk melihat wajah lahiriah, tetapi ketika dia akan tertarik untuk mengoreksi dan mengaca sisi batin. Ketika orang sering berkaca batinnya, insya Allah akan mengalami pencerahan dan kebeningan terus-menerus. Bagaimana cara agar batin ini bisa berkaca? Ini sering disebut muhasabah. Ketika orang sering menjalani muhasabah, menghitung-hitung apa yang terlintas dari hati dan pikiran terus-menerus, jika melihat dari lintasan itu keburukan, dia langsung beristighfar disertai penyesalan. Bedanya, kalau orang melihat wajahnya baik, maka dia berhenti membersihkan. Ketika orang ingin batinnya senantiasa baik, maka jangan pernah merasa baik. Karena merasa baik sendiri akan membuat wajah batin dihinggapi kotoran.

Berdialog dengan diri sendiri di malam sunyi amat efektif untuk menguak diri hakiki, apakah masih sering ditebari kotoran, atau berbalutkan kedamaian yang indah. Qolbun salim tanda hati telah menggapai kebersihan penuh cahaya.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar