Sabtu, 28 November 2009

IDUL FITRI DAN IDUL QURB



Hari raya terbagi dua, hari raya Fitri dan hari raya Qurb. Adakah sama pesan dibawa dari dua hari raya tersebut? Apa makna yang bisa ditangkap di dua hari raya tersebut dalam konteks pertumbuhan keimanan kita? Kita berusaha membedah dengan hati-hati pesan agung yang tersirat di dua hari raya tersebut, seraya berharap kita bisa merengkuh pencerahan agung, yang membuat kita merasakan kebahagiaan bersama Allah SWT.  

Tentu, kita mendapati kesan, hari raya tanda sebuah pesta kegembiraan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Orang mendapati kegembiraan dan kepuasan setelah menjalani beragam pernak-pernik masalah yang menghujani selama ini. Tabrakan masalah telah membentuk kepribadian hidup lebih matang, dan beragam masalah itu pula yang terus membuat jiwa tumbuh pesat. Ya, hanya karena berhasil melewati sekian tantangan hidup, manusia merasakan kepuasan. Lebih dari itu, akar kesuksesan adalah kesabaran. Tepatnya, kesuksesan bersembunyi dibalik kesabaran. Manakala orang telah berlaku sabar, insya Allah bakal merasa kesuksesan benar-benar nikmat. 

Tanpa kesabaran tak ada kesuksesan, bahkan hanya sebentuk kesuksesan instant yang tak pernah membekaskan kebahagiaan mendalam ke dalam hati. Mengapa? Karena kesuksesan tanpa dilandasi kesabaran tidak meniupkan makna. Padahal hanya makna yang membawa manusia pada kebahagiaan. 

Jadi, hari raya dihelat lantaran manusia menjalani masa-masa sulit guna mencapai tujuan hidup yang hakiki, berupa kebahagiaan. Jadilah hari raya sebagai momen untuk mempersembahkan syukur yang tulus pada Allah SWT yang telah menggenapi manusia dengan beragam anugerah. Anugerah terbesar yang perlu dirayakan berupa anugerah iman. Karena hanya dengan iman yang kuat, manusia akan merasa keamanan. Maksudnya keamanan internal. Dan bagaimana iman bisa mencapai pembuahan, maka diperlukan sebuah kesabaran dan ketekunan. Tanpa kesabaran justru iman, alih-alih berbuah, malahan akan mandul. Memang, hanya dengan ikhlas yang berakar dari kesabaran, iman akan berproses menjadi pohon, batang, cabang, bunga, dan akhir berbuah. 

Hari raya diadakan lantaran manusia telah berhasil menapaki perjuangan yang menggetirkan. Berarti tidak ada hari raya tanpa perjuangan. Apa perjuangan yang harus dijalani kita sehingga pantas menghelat hari raya? Hari raya selalu didahului dengan puasa. Hari raya Idul Fitri dimulai dengan puasa Ramadhan, dan Hari raya Idul Qurb diawali dengan puasa 1-10 zulhijah. Apa pesan yang bisa dipetak dari kedua hari raya tersebut. 

Hubungan Idul Fitri bagi Idul Qurb, bagai hubungan tanah bagi bangunan, wudhu bagi shalat. Hanya dengan mencapai suci, manusia menggapai kedekatan dengan Allah SWT, hanya dalam keadaan suci manusia bisa sambung dengan Allah SWT. Meminjam hadis Rasulullah SAW, “kesucian adalah syarat dari iman.” Orang yang belum suci secara batiniah, berarti iman belum menyusup ke dalam hatinya. Padahal hanya dengan iman itulah manusia bisa menjaring keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan yang bersifat internal dan personal. 

Idul Fitri: Proses Penyucian Diri

Pernahkah saudaraku mendengar, Ramadhan yang kita jalani setiap tahun sekali bermakna pembakaran. Maksudnya, pembakaran dosa-dosa yang menempel dalam hati. Hanya ketika dibakar, maka akan ada pembersihan. Bagaikan tumpukan kotoran yang menggunung di halaman rumah, maka cara membersihkan adalah dengan membakarnya. Adapun kotoran yang tersangkut ke dalam hati berkaitan bersumber dari hawa nafsu. Ketika manusia berhasil membakar hawa nafsu, berarti hati telah bersih dan mencapai penyucian. 

Bahkan, andaikan kita pernah mengonsumsi makanan haram, maka untuk membersihkan makanan “terlarang” yang mungkin telah mendarahdaging dalam tubuh kita, bisa dibersihkan dan disucikan dengan puasa. Ketika manusia telah menggapai kesucian, dan berarti hawa nafsu sudah tidak lagi bercokol, maka hati nurani yang menggemakan kesucian bakal terus mengalun merdu. Dan buahnya adalah ketenangan hidup. Ketika orang dikepung kotoran, niscaya terus didera rasa sumpek, gelisah, dan pikiran negatif, namun ketika kotoran itu telah terbakar dan lenyap, maka kebahagiaan personal bakal bergulir sejuk bak salju ke dalam kalbu. 

Hari raya Qurb: Menjalin kedekatan dan Keintiman

Qurb berarti dekat. Dekat tanda orang punya gelora cinta di dalam hatinya. Tanpa cinta, kedekatan tidak bakal dirasakan. Dan cinta sendiri adalah suatu yang suci. Maka tak bisa orang mengotori cinta, cinta tak bisa disentuh dengan suatu yang kotor. Cinta hanya keluar dari hati yang bersih, jernih, dan indah. Ketika cinta telah berkumandang dari hati, maka akan menjadi kompas, juga penarik untuk makin dekat pada Allah SWT. Ya, hanya dengan modal cinta mendalam, manusia akan diarahkan untuk makin mendekat pada Allah SWT. Bukankah hanya dengan magnit cinta yang jauh jadi dekat, yang berpisah jadi menyatu? Karena itu, ketika kita hendak merasakan kedekatan sedeka-dekatnya dengan Allah, maka perlu terlebih dahulu ditanamkan bibit cinta di dalam hati. Ketika cinta telah menghiasi hati kita, maka tanpa kita sadari terus dituntun menuju kedekatan pada Allah SWT. 

Bagaimana tanda orang telah menggapai kedekatan dengan Allah? ketika orang dekat pada Allah, maka akan timbul dua perasaan. Pertama, perasaan damai. Bukankah kebahagiaan seseorang berbanding lurus dengan kualitas kedekatan dengan yang dicintai? Dan kita tidak bisa melukiskan perihal perasaan damai, karena saking personalnya perasaan yang tertiup ke dalam hati kita. Ketika damai terus menerus bermukim dalam hati ini, berarti kedekatan telah memenuhi hati. Dimana ada rasa kedekatan, disana damai tengah menumbuhkan kebahagiaan tak terukur dan tak berbatas.

Kedua, merasakan kesatuan. Ketika rasa kedekatan telah memenuhi batin ini, maka kesatuan dengan Allah amat dirasakan. Telah berhasil melampaui dualitas dekat dan jauh. Karena dekat dan jauh sendiri sebagai cermin masih ada keterpisahan antara hamba dan Tuhan. Sementara sesungguhnya, manusia yang telah berada dalam samudera kesatuan, akan selalu merasa menyatu dengan Allah dimana saja. Saat rasa kesatuan itu telah terbenam dalam hati, maka kebahagiaan tidak pernah berhenti meluap-luap, dan kita terasa selalu berada dalam perhelatan pesta raya setiap saat. Lebih tepatnya, kita menjadi selebritis setiap saat.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar