Selasa, 09 Juni 2009

KETIKA RUMAH DITINGGAL MERANTAU


Adalah sebuah keluarga yang bisa disebut mewah dalam ukuran orang desa. Kepala keluarga ini bernama Pak Jufri, bermula dari kesetiaan pada anak-anaknya, beliau selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dan tak ingin mengecewakan mereka. Beberapa tahun, beliau menikmati hidup yang berkecukupan, dan anaknya pun ikut mengecap kemewahan yang diperolehnya. Namun, sang anak yang tak pernah mengerti bagaimana kerja keras yang dilakukan sang ayah, sering berlaku tidak setia pada Pak Jufri, mereka lebih suka menguras pundit-pundi kekayaan Pak Jufri. 

Anak pertamanya, Sofar. Ia dikuliahkan ke Jakarta sama Pak Jufri, di sebuah Perguruan Tinggi elit. Hanya saja, di Jakarta, Sofar menghabiskan waktunya dengan aktivitas yang sia-sia, tidur, nonton film, dan cangkruk dengan teman-temannya. Ya kedua, Zainal, Zainal memilih hidup sebagai anak jalanan yang selalu gamang menentukan arah tujuan hidupnya. Memang, hidupnya tak pernah terarah dengan baik. Putera ketiga, Kamal. Kamal dipondokkan ke pesantren. Kamal hanya hobi nyantri, namun tak hobi ngilmu. Karena kamal sering pindah-pindah pesantren, akhirnya Kamal dipondokkan ke luar negeri, tepatnya sebuah pesantren Arab Saudi. Ia balajar disana bertahun-tahun, namun saya tak mendengar kemajuan Kamal dalam hal pengetahuan, yang terdengar dia masih seperti dulu, tak ada perubahan yang berarti. Pak Jufri sebenarnya berharap sekali Kamal fasih berbahasa Arab dan menjadi anak yang sholeh hingga bisa membimbing anak muda desa mengaji al-Qur’an dan membaca kitab kuning. Harapan pak Jufri tinggal serakan harapan yang tak terjalin dalam kenyataan. Mungkin ada rasa kecewa yang meredam di dada Pak Jufri, melihat semua anaknya tidak seperti yang diharapkan. 

Sudah banyak harta yang dikeluarkan untuk menyekolahkan dan menyantrikan anak-anaknya, kini Pak Jufri harus merantau ke kota dekat Lombok sana bersama seluruh keluarganya agar bisa mendulang harta dan hidup mewah seperti dulu. Keputusan Pak Jufri sekeluarga merantau otomatis nasib rumahnya tak lagi berpenghuni. Bertahun-tahun Pak Jufri tenggelam dalam aktivitas perdagangan di luar pulau, sekarang rumahnya berjubel dengan rumput. Rumah yang tak terawat itu bertampang bak sawah yang ditanami beragam tanaman. Bisa jadi semak belukar yang mengelilingi rumah Pak Jufri telah menyulapnya menjadi hunian asri buat ular, tikus, kecoak, dan sebangsanya. Pak Jufri telah meninggalkan rumahnya dan merantau demi mencari kejayaan yang pernah diraihnya. 

Berkaca dari cerita tersebut, tanpa disadari kita seperti sosok Pak Jufri dan keluarganya yang telah meninggalkan hunian kita yang sejati tak terawat, lantaran ingin memuaskan keinginan yang bersifat sementara. Pak Jufri meninggalkan rumah jasadnya, namun kita telah meninggalkan rumah jiwa kita sendiri. Betapa setiap saat, kita meninggalkan orientasi akhirat demi sebatas memenuhi kepentingan duniawi yang bersifat sementara. Kita sering mati-matian memperbaiki hidup kita yang berada di perantauan (duniawi), ketimbang bekal hidup di akhirat nanti. Karena berupayalah agar amal-amal yang kita lakukan bisa membuat akhirat kita tertata asri dan membuat hati menjadi nyaman, yakni rumah akhirat yang menghadirkan suasana surgawi. 

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar