Selasa, 29 Maret 2011

THE POWER OF OK!

Tulisan ini diilhami seorang sahabat senior yang kerap menjadi teman berbagi di jalan cahaya. Dialah seorang pencari yang tak pernah memperlihatkan keletihan, kebosanan, apalagi kegundahan di medan sunyi-sepi ini. Hamba hanya melihat gurat-gurat senyum selalu menghiasi wajahnya. Dia selalu berkata OK, sebagai respons akan setiap perkataan yang disampaikan orang lain. Darimana kata OK itu berasal, seolah menjadi power yang mematri jiwanya.

Setelah ditelusuri, slogan OK itu bermula dari sang guru yang mendapatkan SMS beraneka pesan dari santri-santrinya. Semua pesan yang diterima, cukup dibalas dengan OK! Mungkin bagi orang yang memerlukan penjelasan detail, kata OK terkesan meremehkan, tetapi sejatinya bagi orang yang hendak menangkap dengan ketajaman rasa, kata OK mengandung kedalaman rasa. Bermula dari peristiwa SMS itu, maka sahabat senior ini kian akrab dengan ekspresi OK. Tentu OK itu tidak hanya respons atas perkataan orang, tetapi dia berani mengatakan OK pada Allah.

OK menyimpan kekuatan menghadirkan damai, dan membawa orang selalu berbalut kebahagiaan. OK sebagai pantulan kata yang terlontar dari jiwa yang melulu menerima keadaan dan realitas yang berkunjung di hadapannya. Kalau the power of OK telah meresap dan menginternalisasi di medan kesadaran, hati hanya selalu tersenyum pada setiap keadaan. Karena semua realitas sebagai kunjungan Tuhan padanya. Apakah kita harus menolak Tuhan? Bukankah diam-diam kita merindukan pertemuan dengan Tuhan? Tuhan mengada diantara pergantian siang dan malam. Karenanya siang-malam dihadirkan agar manusia bisa mengingat (wilayah kesadaran) dan bersyukur ( wilayah pengalaman). Bukankah hanya dengan ingat dan syukur orang bisa mereguk kebahagiaan.

“dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (QS. Al-Furqan [25]: 62)

Bukankah setiap realitas itu melekat dan menempel pada siang dan malam. Kalau kita ingat dan bersyukur dalam perputaran siang-malam, berarti kita mensyukuri akan muatan yang ada di dalamnya. Ketahuilah, di perputaran siang-malam Tuhan selalu hadir, menengok respons kita terhadap realitas.

Tak jarang, Tuhan bersembunyi dari suatu yang tidak kita sukai. Karena itu, jangan menaruh kebencian terhadap suatu obyek, boleh jadi Allah mengada dari realitas yang kau benci itu. Bahkan, ketahuilah setiap realitas sebagai bentuk konser Tuhan. Adakah konser Tuhan yang kurang berbobot, bukankah Allah selalu menghidangkan yang terbaik. Hidangan Allah terkesan tidak baik lantaran dilihat dari perspektif yang tidak bening.

Orang yang sering berkata OK pada setiap keadaan akan lebih sering menyerap nutrisi kebahagiaan lewat keadaan tersebut. Namun, orang yang sering berkata NO pada realitas yang mengemuka di hadapannya, dia hanya bisa mengakses penderitaan lewat kenyataan itu. Kebiasaan orang yang mengkritik keadaan, cenderung tidak bisa menemukan hikmah agung dari realitas yang melintas. Kalau negeri dibanjiri kritik, apalagi kritik yang berusaha menguak aib orang lain, niscaya negeri ini tidak akan pernah bangkit dari kegelapan menuju cahaya.
Bayangkan, sudah berapa tahun negeri ini berperang dan melawan korupsi, alih-alih korupsi terkikis, malah semakin merebak luas di berbagai instansi pemerintah, baik pusat apalagi daerah, bahkan mengalami tingkat imunitas yang tak bisa disembuhkan. Orang yang pada mulanya malu melakukan korupsi juga ikut melakukan korupsi. Aneh, korupsi semakin dilawan, semakin menaik grafiknya.

Baru saja kita mengenal istilah NARKOBA, dulu orang hanya mengenal minuman keras. Semakin sering dipublikasikan, berikut tertuang larangan akan NARKOBA, bukan mengurangi pengguna dan pengedar NARKOBA, banyak orang tertarik menggunakan dan bahkan mengedarkan NARKOBA sebagai bisnis sarat gengsi. Penolakan bukan membuat orang kehilangan fokus pada apa yang ditolak, malah semakin membuat orang fokus, dan selalu memikirkankannya. Tak aneh, kalau ada orang yang bergabung dalam gerakan anti-NARKOBA juga terjebak menggunakan dan mengedarkan NARKOBA. Bukankah dia menolak akan NARKOBA, mengapa dia juga ikut tersudut di medan penuh cela dan aib itu?

Iklan rokok selain menampilkan tentang rokok sebagai gengsi, juga terselip pesan larangan merokok. Kendati ada larangan morokok, ternyata tidak mengurangi jumlah perokok di negeri ini, bahkan kian melonjak dan merambat pada komunitas remaja, bahkan anak di bawah umur. Memang, suatu yang memuat larangan memiliki daya magnet orang untuk mencobanya. Serupa dengan seorang adik yang otaknya dipenuhi rasa ingin tahu tinggi, tiba-tiba ibunya berkata padanya, “jangan kau buka lemari itu”. Kalimat larangan itu tidak menghentikan gerak anak tersebut untuk membuka lemari, malah timbul penasaran mengapa dilarang?

Kenyataan itu serupa dengan kisah sekelompok manusia yang didekati ular naga. Saat ular mendekat, mereka masih menyempatkan menghelat seminar kecil-kecilan untuk mencari solusi bagaimana menyerang ular tersebut. Seminar belum menghasilkan kesimpulan, mereka semua telah dipatok ular naga itu. Harusnya mereka tak perlu berseminar tentang ular naga, langsung saja berlari, menyelamatkan diri menuju tempat aman, dan kalau sempat datanglah pada orang yang piawai menjinakkan ular naga. Yang terpenting arahkan pikiran pada suatu yang OK saja, sehingga kita bisa melulu menyerap cahaya kebahagiaan. Setiap orang mendapatkan apa yang menjadi fokusnya. Dan hidup itu terasa indah (life is beautiful) kalau orang selalu merasa OK dengan kehidupan ini.

Dengan OK berarti orang tidak pernah bersikap resistens terhadap realitas yang terhidang di hadapannya. Mengapa harus resistens, bukankah seluruh realitas sebagai hidangan yang disuguhkan Allah? Adakah suguhan Allah yang tidak lezat, kecuali orang yang hatinya masih berpenyakitan? Allah serupa dengan koki terbaik dari setiap realitas yang terhidang di hadapan kita, dan setiap suguhan hasil racikan Allah pasti mengandung kebaikan. Mengapa kita harus resistens? Katakan OK saja pada realitas yang hadir, insya Allah kita akan menemukan berjuntai hikmah yang tergelar lewat realitas tersebut. Orang yang mencapai kematangan jiwa, selalu dengan tenang mengatakan OK pada setiap keadaan. Sosok ini tidak lagi terpengaruh dengan realitas, karena dia telah fokus pada penghadir realitas, Dialah Allah Azza Wajallah.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar