Selasa, 29 Maret 2011

MANIFESTO PENYERAHAN

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)

Marilah berjalan dengan bertitik tolak pada firman Allah di atas, berikut memasuki tahap-tahap menuju Islam secara integral. Sudah barang tentu, Anda ingin memasuki rumah Islam tidak sebatas di halamannya, namun bisa menduduki jantung rumah itu hingga bisa mendulang substansi agama. Andaikan rumah, maka Darul Islam bisa disebut rumah penyerahan. Dari rumah penyerahan ini, didapati pilar-pilar penyerahan yang menginspirasi kita agar berserah diri.

Sekarang, kita akan mengupas pilar-pilar penyerahan yang tersimpul dalam 5 rukun Islam plus Jihad fi Sabilillah. Rukun Islam menginspirasi dan mengarahkan kita agar menggapai penyerahan diri secara total pada Allah.

Pertama, Syahadat. Syahadat manifestasi penyerahan hati pada Allah dan Rasulullah Muhammad Saw. Syahadat cermin peneguhan, Allah dan Rasulullah SAW berada di tataran prioritas yang paling dicintai dalam hidupnya. Walhasil, seruan Allah dan Rasul-Nya mengalahkan seruan lainnya. Ketetapan Allah dan Rasul-Nya sebagai preferensi utama setiap gerak-geriknya.

“dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab [33]: 36).

Mengapa dia mau menyerahkan hatinya, berarti rela melakukan baiat, pada Allah dan Rasul-Nya? Karena meyakini, kebenaran itu hanya bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Sehingga, ia mengikatkan diri pada Allah sebagai tujuan satu-satunya, berikut memposisikan Sayyidina Muhammad Saw sebagai model par excellent.

Kedua, shalat. Shalat menjadi manifestasi penyerahan jasad. Bayangkan, orang melakukan shalat dengan seluruh badannya. Gerak shalat dari takbir hingga salam, turut menggerakkan seluruh badan. Itu berarti, badan berserah pada perintah Allah.

Ketiga, puasa. Puasa menjadi manifestasi penyerahan kesenangan nafsu. Puasa tidak hanya melatihmu menghindar dari suatu yang haram dan makruh, bahkan menghindari, sebagai medan pengendalian diri, suatu yang mubah. Hawa nafsu menyukai makan-minum di siang hari, puasa mengendalikanmu agar tidak makan-minum di siang hari. Kala engkau terlatih meninggalkan perihal mubah yang berlebih-lebihan, insya Allah terpandu meninggalkan perbuatan yang haram.

Keempat, zakat. Zakat menjadi manifestasi penyerahan harta. Lewat zakat Anda dilatih melepaskan keterikatan terhadap harta duniawi. Bukankah harta akan ditinggalkan juga? Akan tetapi, jika jiwa zakat belum menelusup ke hatimu, berarti begitu banyak rantai penghambat kerelaanmu mengeluarkan harta. Padahal, kebahagiaan berbanding lurus dengan besarnya penyerahan (pelepasan).

Kelima, Haji. Haji menjadi manifestasi penyerahan akal. Jika engkau analisis dari perspektif akal pikiran, tidak akan ditemukan kesimpulan logis dari rangkaian ibadah yang mewarnai haji. Bayangkan, jemaah haji diperintah mengenakan pakaian ihram. Kain putih tak berjahit. Pakaian nyentrik ini tidak mungkin suka Anda kenakan di rumah, pesta, apalagi untuk berbelanja ke plaza. Selanjutnya, diperintah memutari batu, berikut lari dari bukit ke bukit. Kemudian, wukuf, yang diisi dengan duduk saja. Sesampai di muzdalifah, diperintah mengumpulkan kerikil, untuk kemudian di Mina kerikil-kerikil itu dilemparkan.

Haji sering dijadikan bahan kritik oleh orientalis untuk menyudutkan Islam sebagai agama tidak rasional. Ketahuilah saudaraku, substansinya, haji mendidik manusia agar menyerahkan selubung akal pikiran yang membuatnya merasa eksis. Pakaian putih yang dikenakan jemaah haji melambangkan penyerahan diri. Makanya, kala orang menunaikan ibadah haji, harus menyerahkan akal pikiran pada kehendak Allah. Bukankah pilihan-pilihan bersumber dari akal pikiran? Dan pikiran yang berserah pada Allah berarti menyerahkan seluruh pilihannya pada pilihan Allah.

Keenam, Jihad Fi Sabilillah. Jihad menjadi manifestasi penyerahan puncak dari segala bentuk penyerahan. Menyerahkan seluruh akumulasi keterikatan yang kerap lengket pada manusia. Jika Anda masuk ke tataran jihad, seperti dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, berarti menyerahkan segala bentuk hal yang masih terikat pada diri Anda. Menyerahkan hati, jasad, harta, dan akal. Jihad menghimpun seluruh penyerahan, berpuncak pada menyerahkan penyerahan, atau mengorbankan pengorbanan.

Pilar-pilar penyerahan diri itu berdiri di atas seluruh rukun Islam. Kalau begitu, sejatinya rukun Islam mendidik dan melatih kita agar perlahan-lahan melepaskan keterikatan, atau menyerahkan apapun yang masih melekat pada diri kita. Pada ujungnya, melepaskan keterikatan pada diri sendiri menuju keterikatan secara total pada Allah.

Keterikatan secara total pada Allah akan mengarahkan orang menuju samudera kedamaian yang hakiki. Artinya, telah menggapai penyerahan diri yang kaffah (total). Dia telah melenyapkan keterikatan pada siapapun, bahkan pada dirinya sendiri. Kecuali terus mengikatkan diri pada Allah. Bukankah Allah hanya menerima hamba-Nya yang bersih? Ya, bersih dari segala bentuk keterikatan kecuali pada-Nya.

Penyerahan Diri secara total

Berserah diri bukanlah kedudukan ruhani yang mudah dicapai manusia. Dibutuhkan perjuangan serius untuk berserah diri, yakni berjuang dengan pikiran yang disesaki beragam pemilahan dan pilihan. Orang yang dikepung dan dijerat oleh pilihannya tanpa disadari telah membuat penghalang baginya berserah diri pada Allah Swt. Jika Anda tidak bisa berserah diri, akan mengalami kesulitan tersambung pada Allah. Siapa yang kesadarannya tidak tersambung pada Allah, niscaya tidak bisa menyerap kebahagiaan holistik.

Berarti, engkau diperintahkan berserah diri pada Allah agar bisa menyelam ke dalam samudera kebahagiaan. Bukankah tujuan Allah hanya ekspansi kebahagiaan? Makanya, seluruh perintah Allah yang dirangkum dalam rukun Islam mengarahkan orang agar bisa mereguk kebahagiaan. Akan tetapi, kebahagiaan tidak bisa dicerap, jika penegakan rukun Islam itu tak dilandasi kesadaran penyerahan diri pada Allah.

Ketahuilah saudaraku, modal Anda datang di hadapan Allah adalah berserah diri. Ya, menyerahkan diri. Anda mendatangi Allah tidak dituntut menyetorkan amal yang menggunung, karena Allah sendiri sebagai himpunan kebaikan. Kau tak perlu datang di hadapan Allah dengan tumpukan ilmu, apalagi hadir dengan membawa pundi-pundi kekayaan. Allah adalah gudangnya ilmu dan harta kekayaan. Seluruh apa yang ada di bumi dan langit tergenggam dalam kekuasan-Nya.

Namun demikian, janganlah engkau salah tafsir pada konsep ini, sehingga kau berkesimpulan tidak perlu beramal. Saudaraku, engkau harus beramal berlandaskan ilmu yang benar, ikhlas, dan istiqamah. Akan tetapi, janganlah hatimu sedikit pun bergantung pada amal dan ilmumu. Hal yang paling dihargai di hadapan Allah adalah hati bersih, bersih dari segala bentuk keterikatan pada selain Allah.

“(Yaitu) di hari, harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syuara [26]: 88-89).

Secara gamblang, modal utama kita menghadap Allah adalah berserah diri. Orang yang berserah diri, tak hanya sebatas menyerahkan hati, jasad, harta, dan akal pikiran, bahkan menyerahkan dirinya pada Allah Azza Wajallah. Tak ada yang tersisa sedikit pun di benaknya, kecuali Allah selaku samudera penyerahan diri.

Syaikh Muhammad Dhiyauddin Qushwandhi
Pentranskripsi: Khalili Anwar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar