Senin, 15 Maret 2010

RASUL, KEMANA AKU BERTEDUH

tiga minggu kemarin, saya pulang memenuhi permintaan Ibunda tercinta yang sudah lama didera kerinduan. Saya pulang berbarengan dengan momen yang ditunggu orang madura, momen Maulidur Rasul. Kelahiran Rasulullah Muhammad SAW mendapatkan sambutan yang begitu meriah di sekitar kampung saya, mungkin juga berlaku di setiap lapisan pelosok di Madura. Semarak kemariahan Maulid tidak hanya bergema di Mushalla, Masjid tetapi berdentum dari rumah ke rumah. Nyanyian shalawat sebagai pantulan kerinduan pada Rasulullah berembus dari rumah-rumah secara bergantian. Saya pulang tepat hari Senin, saya diundang ikut maulid di rumah sepupu. Malam berikutnya di rumah saya sendiri, dan malam berikutnya diselenggarakan di rumah tetangga. Saya begitu bahagia melihat kebiasaan kampung saya yang mempersembahkan cinta pada Rasulullah SAW dengan menyelenggarakan Maulidnya.

Saat menghadiri acara maulid di rumah sepupu, saya mendapatkan uraian hikmah yang menggugah hati dari guru agama saya pada saat berada di bangku MTS An-Najah. Namanya KH. Khozin. Beliau membeberkan dengan renyah dan menggunakan bahasa yang gampang ditangkap pendengar (mustami’in). Beliau mengutarakan tentang adanya hadis dari Rasulullah SAW, kendati diakui dhaif,”Barangsiapa yang mengagungkan kelahirkanku, maka dia mendapatkan syafaat pada hari kiamat,” selain itu beliau juga membabarkan perkataan Imam Jalaluddin As-Sayuti “Barangsiapa yang membacakan shalawat maulid di rumah, maka penghuninya akan dihindarkan dari kefakiran.”

Saya melihat raut wajah orang yang hadir di dalam majelis penuh keberkahan itu, rata-rata memancarkan kebahagiaan yang tak terkira. Kendati banyak diantara mereka tidak mengerti landasan syariat Maulid, baru begitu bahagia bisa menyelenggarakan kelahiran Rasul yang Agung. Kendati mereka hidup dalam keadaan sederhana, mereka masih berani menyelenggarakan Maulid Rasul, hanya sebagai bentuk ekspresi kecintaan pada Rasulullah SAW.

Dengan momen tersebut, saya tidak hanya sekadar bisa bertemu ibunda dan ayah yang begitu saya cintai, saya merasakan keguyupan bersama masyarakat kampung, yang kadang jarang saya nikmati. Disana saya bisa bertemu guru yang mengantarkan pendidikanku di MI hingga MTS. Saya bisa mencium tangan mereka. Sikap mereka masih tetap sama, menganggap diriku sebagai murid, dan saya pun mengekspresikan keta’dziman padanya. Merekalah cermin-cermin sosok Rasulullah SAW yang hidupnya dipersembahkan di jalan Allah dengan cara mengajarkan agama melalui sekolah, juga membuka mushalla untuk mengajari anak-anak kampung ngaji al-Qur’an.

***
Menilik begitu meriahnya peringatan Maulid Rasulullah SAW, saya merasa mendapatkan wawasan ruhani, betapa banyak cara orang mengekspresikan kecintaan pada Rasulullah SAW. Kemudian bagaimana kalau kita tidak punya cinta pada Rasulullah SAW, padahal seluruh ibadah yang kita tegakkan belum tentu bisa menjamin kita masuk surga, karena betapa banyaknya cecat dari persembahan ibadah yang kita lakukan.

Dengan hanya bermodalkan cinta pada Rasulullah SAW, kita akan bersama dengan beliau. Keyakinan ini terekam dari perbincangan beliau dengan Arab Baduwi yang disaksikan oleh sahabat Rasul yang Agung. Menurut sebuah riwayat, ketika Rasulullah hendak shalat maghrib, sekonyong-konyong orang Arab Baduwi bertanya pada Rasul Yang Luhur, “kapan kiamat?” tetapi karena hendak sholat, Rasulullah mempersilahkan dia untuk shalat terlebih dahulu. Selepas shalat Rasulullah memanggilnya, “Kamu bertanya kapan hari kiamat, apa yang telah engkau persiapkan untuk menyambutnya?” kata Rasulullah SAW. “Saya tidak mempersiapkan hal tersebut dengan banyak shalat, puasa, dan sedakah, tetapi saya mencintai Allah dan Rasulnya,”kata Arab Baduwi. “Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintai.”seru Rasulullah Muhammad SAW dengan penuh gairah.

Pernyataan Rasulullah SAW itu mendapatkan tanggapan yang begitu antusias dan bergairah dari para sahabat. Hanya dengan bermodalkan cinta, orang bisa bersama dengan orang yang dicintai. Rasulullah Muhammad SAW sendiri berada di maqam yang tertinggi di surga, kita harus mengungkapkan terima kasih karena perlahan-lahan kita diajarkan oleh ulama dan orang tua agar mencintai Allah dan Rasul-Nya. Ketika cinta pada Allah dan Rasul-Nya telah terbenam di dalam hati manusia, maka nantinya akan berbuahkan akhlak yang luhur dan agung.

Ketika cinta sudah meresap ke dalam hati insan, niscaya dia akan selalu mengingat yang dicintai. Kalau kita mengaku mencintai Rasulullah Muhammad SAW, maka kita harus memperbanyak membaca shalawat padanya dengan hati yang diluapi rasa cinta. Siapa yang banyak membaca shalawat untuk baginda Rasulullah SAW, niscaya dia akan menjadi orang yang dekat pada Rasulullah Muhammad SAW saat hari kiamat. Selaras dengan sabda beliau yang saya petik dari Jamius Shaghir, “sesungguhnya seutama-utama manusia kedudukan di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang banyak membaca shalawat.” Saatnya kita membaca shalawat pada beliau, dengan semangat cinta, dan menghayati shalawat seperti kita bersua dan berjumpa dengan beliau SAW. Semoga nanti di hari kiamat kita dipayungi oleh syafaat Rasulullah Muhammad Saw. Lebih daripada itu, sebelum bisa memandang Allah, semoga kita diizinkan untuk memandangi wajah Rasulullah SAW yang amat mempesona.

Ya Allah, demi Rasulmu Muhammad SAW, turunkan pada hamba yang begitu hina ini rasa cinta pada Rasulullah Muhammad SAW, kendati diri ini hina, sebuah kenikmatan yang begitu besar jika Engkau pernankan mencintai sosok yang begitu agung dan luhur di hadapanmu, sebagaimana engkau telah menggelarkan pujian pada beliau, “sesungguhnya engkau benar-benar berbusanakan akhlak yang agung.”


Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar