Minggu, 03 April 2011

BOLEHKAH PUTUS ASA?

Seorang adik yang belum lulus kuliah berkunjung ke kos-kosan, sembari meminta nasihat ringan dari hamba yang bodoh ini. Dia terbilang remaja yang bisa dibanggakan, karena dengan keberanian tinggi melanjutkan studi ke kota, tanpa meminta dana dari orang tuanya. Kini, dia semester akhir—setiap semester akhir mengandung rahasia, biasanya tinggal skripsi—di sebuah kampus yang pernah mendidik hamba. Dia sedang berpikir keras bagaimana bisa menyelesaikan kuliahnya untuk mempersembahkan suatu yang turut membanggakan orang tuanya. Hanya saja dia terhambat masalah finansial, sehingga dia memutuskan untuk mengambil cuti kuliah dalam waktu yang belum ditentukan. Karena memandang finansial sebagai kendala, dia menjelajah perusahaan yang mungkin menyediakan lowongan, siapa tahu ada yang mau menerimanya.

Dia meminta tolong hamba untuk mencarikan lowongan kerja. Ada sebagian teman yang hamba hubungi, mungkin memiliki daftar lowongan kerja. Maklum, hamba juga tidak pernah menginjakkan kaki di dunia kerja. Kecuali kalau ke sawah, hamba sudah berpengalaman menginjak-injakkan kaki hingga berjamur. Dalam proses mencari lowongan, dia bercerita ringan pada hamba. Dulu, pada saat masih aktif di organisasi mahasiswa—tepatnya HMI—dia menggapai karir yang melambung tinggi, seakan bisa menjaga jangkar idealisme yang dibangun sejak remaja. Setelah lepas dari dunia organisasi kemahasiswaan, dia merasa disalip teman-teman sebayanya, terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Kini, dia menyadari berada di dunia ril, karenanya harus berpikir ril. Dia merasa tak boleh lagi terpasung oleh idealisme. Memang, kebutuhan perut cenderung tidak mengenal idealisme.

Teman sebayanya bisa mengalami laju ekonomi yang cepat, lantaran disupport oleh seniornya yang pernah mendidiknya di organisasi dulu. Sementara dia masih terbilang stagnan, dan tak mendapatkan support oleh karena dia dikenal sebagai pribadi yang terlalu vocal, kritis, dan keras terhadap keputusan yang bersinggungan dengan spirit idealisme. Dia mengira, orang idealisme akan mati masa depannya, dan orang yang mampu menangkap realitas dengan jiwa oportunis akan bisa bertahan.

Dia bercerita, ada salah satu temannya yang telah berhasil membuka gerai usaha Loundry tanpa modal pribadi sedikit pun. Murni support dana dari seniornya di HMI. Sekarang, bisnis temannya tersebut mengalami perkembangan yang begitu pesat. Demi melihat kenyataan itu, dia menyesal dengan sikap keras yang ditampilkan saat berorganisasi, andaikan tidak terlalu vocal dan kritis, dia berasumsi akan mendapatkan kesempatan yang sama seperti temannya itu.

***

Hamba terus mendengarkan dengan seksama setiap untaian kalimat yang disampaikan. Dia mengira, andai tidak bersikap kritis terhadap seniornya, akan mendapatkan nasib sama seperti yang diterima temannya. Kata “andaikan” sepertinya sudah tidak cocok lagi bagi orang yang hendak melaju cepat ke depan. Dengan kata “andaikan” inilah orang telah menyediakan dirinya dibajak oleh masa lalu. Masa lalu janganlah dijadikan tujuan, hanya tempat bercermin agar kita terus melangkah dengan jiwa besar menuju masa depan yang terang-benderang.
Hamba hanya menyampaikan, orang yang hidup berdasarkan nilai-nilai akan menemukan kemerdekaan dan pembebasan. Bukankah yang diharapkan manusia hanyalah kemerdekaan dan pembebasan? Bahkan manusia diciptakan oleh Allah untuk mengalami pembebasan. Pembebasan disini dalam konteks pembebasan ruhani dari belenggu-belenggu duniawi. Orang yang telah mengalami kemerdekaan ruhani akan terbang di cakrawala tanpa batas, dan selalu menyatu dengan pengalaman-pengalaman indah yang tak terlukiskan. Kalau Anda mendapatkan nasib buruk lantaran idealisme Anda, berarti Anda diperkuat agar tetap berada di jalan benderang. Kalau Anda mendapatkan nasib baik karena Anda telah mencopot idealisme Anda, berarti di depan Anda tersedia jebakan-jebakan yang membuat Anda akan tertimbun di dalamnya. Lebih dari itu, kata hamba, janganlah Anda menganggap nasibmu hari ini sebagai suatu yang permanen, buntet, minus perubahan. Stagnan. Anda tetap bertumbuh menuju pembuahan.

Manusia, serupa pohon, bertumbuh terus yang pada ujungnya berbuah. Manusia juga dilahirkan ke bumi agar bisa berbuah. Kalau manusia sudah berbuah, dia hanya berusaha berbagi pada kehidupan ini. Kalau Anda merespons keadaan hari ini dengan positif, sembari terus berusaha, perlahan-lahan Anda akan mengalami pertumbuhan berikut berbuah. Memang semuanya memerlukan latihan dan keteguhan hati. Orang yang keyakinannya goyah tidak akan mengalami pertumbuhan yang pesat. Pun, orang tidak bisa berbuah jika tidak terpandu tujuan yang jelas plus istiqamah. Serupa dengan pohon, ia akan mengalami pertumbuhan jika akarnya menghunjam ke tanah, dan menetap di medan tersebut. Kalau pohon itu dipindah ke tempat yang lain, justru akan mempersulit pertumbuhan.

Kita telah dianugerahi pengenalan akan talenta, potensi, dan keterampilan yang dikarunia Allah, tinggal apakah kita serius mengeksplorasi dan menekuni bakat inti tersebut atau tidak? Kalau Anda telah mendeteksi diri berbakat sebagai negosiator bisnis misalnya, maka Anda bisa melatih kemampuan tersebut secara serius. Anda menemukan bakat itu mengalami aktualisasi secara luar biasa, sehingga bisa menebar manfaat yang luas bagi kehidupan. Yang penting kita terus bertumbuh sejalan dengan bakat, potensi, dan karakter khas yang ada pada diri kita. Jika orang mengenali betapa melimpahnya anugerah Allah yang dikaruniakan pada dirinya, niscaya ia tidak akan disalak perasaan bimbang, apalagi pesimis dalam menjalani kehidupan ini. Hanya orang yang tertutup dari cahaya potensi dirinya yang selalu terjerat perasaan bimbang, pesimis, bahkan putus asa dalam mengarungi kehidupan.

Putus asa bukan sikap orang muslim, hanya pantas dinisbatkan pada orang kafir. Orang kafir layak berputus asa oleh karena mereka tidak meyakini akan keperkasaan dan kekuasaan Allah Yang Maha Tak Terbatas. Sementara orang muslim dibalik kelemahan dan kekurangan dirinya, selalu menghadapkan hatinya pada belas kasih Allah Yang Maha Kuasa, walhasil ia merasa aman dalam menjalani kehidupan yang dikitari tantangan ini. Modal utama mengarungi kehidupan adalah keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Tak terbatas, niscaya Allah akan membimbing kita untuk menggali potensi cemerlang yang tersimpan dalam diri. Tanpa keyakinan, orang yang penuh potensi akan mengalami ketertutupan, sehingga tidak bisa mengerahkan secara optimal potensi tersebut. Ingatlah, Allah akan menganugerahkan prestasi pada kita sebanding dengan kualitas keyakinan kita pada-Nya.

Orang beriman benar-benar yakin akan kekuasaan Allah Yang tak terbatas, dan tak bisa dipatahkan oleh rekayasa manusia. Jika Allah hendak memberikan manfaat pada seseorang, maka seandainya seluruh makhluk berkumpul untuk menghambat datangnya manfaat tersebut, niscaya mereka tidak akan berhasil menghalangi-halanginya. Sebaliknya, andaikan Allah hendak memberikan mudharat, maka tak seorang pun mampu menangkalnya. Kekuasaan Allah tak bisa dihambat siapapun.
Setelah kita meresapi makna tauhid tersebut, harusnya kita putus asa dengan sesuatu selain Allah. Janganlah berharap pada selain-Nya. Tangan boleh bergerak menjalin kerjasama bisnis, kaki melangkah mencari nafkah, lisan boleh berbicara mempresentasikan pemikiran-pemikiran bernas, namun hati selalu bersama Allah. Tenangkan hati bersama Allah, sehingga seluruh gerak-gerik fisik kita terkontrol menuju keridhaan-Nya.

Janganlah kita memiliki harapan sedikit pun pada makhluk, karena hati yang melekatkan harapan pada makhluk akan gampang merasa disakiti. Hanya orang yang berharap pada makhluk yang mudah tersentuh perasaan kecewa dan bahkan jengkel. Berarti, perasaan jengkel, benci, penuh keluhan lantaran hati manusia terlalu lengket pada sesama. Dalam konteks ini, putus asa diperbolehkan, yakni putus asa pada selain Allah. Putus asa berarti putus harapan pada makhluk, lantaran seluruh harapan kita dikerahkan pada Allah SWT. Kita belajar tidak mengharap apa yang ada di tangan makhluk, tetapi berharap sungguh-sungguh apa yang ada di tangan Allah. Suatu yang ada di tangan Allah lebih mulia dan luhur ketimbang yang di tangan makhluk.

Orang yang telah mencapai hakikat tauhid, tidak pernah menambatkan hatinya pada makhluk. Di hatinya dipenuhi kesadaran tentang Tuhan semata-mata. Ketahuilah, kala orang hanya berharap pada Allah, maka Dia akan membuktikan diri-Nya sebagai sebaik-baik harapan. Dan siapa yang berharap pada-Nya akan selalu berada dalam keberuntungan. Kalau kau menyumbat lubang harapan yang tertuju pada seluruh makhluk, pintu agung akan terbuka bagi Anda, yakni pintu Allah SWT. Mengibalah di pintu Allah Yang Maha Kasih dari Yang Pengasih. Mengemislah dalam perasaan fakir di pintu Allah, Anda akan mendapatkan berlimpah rahmat dari-Nya. Kalau Anda secara total menyerahkan urusan bahkan diri Anda pada Allah, maka Anda akan merasakan Allah sebagai penjamin Yang Amat Terpercaya (al-Mukmin). Jika Anda percaya pada Allah, maka Allah akan melulu memberikan keamanan dalam hati Anda. Dan orang yang percaya plus yakin pada Allah, dia akan selalu merasa disertai Allah dimana saja. Adakah kecemasan yang mengusik hati orang yang merasa disertai Yang Maha Kuasa, Maha Belas Kasih, Lagi Maha Luhur?

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar