Sabtu, 25 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (2)

Tepat jam 6.00, sebagian dari kami ada yang sudah mandi, namun ada juga yang tidak sempat mandi di Ponpes yang diasuh Hb Jamaal tersebut. Meski demikian, kami harus tetap meluncur ke tempat acara bakal dihelat. Hanya dalam durasi waktu 20 menit kami sampai di tempat acara. Kami langsung menuju ruang acara untuk melihat kembali persiapan acara, karena sebagian dari rombongan kami lebih banyak dilibatkan untuk persoalan IT dan administrasi peserta dan dokumentasi acara. Ada sebagian yang mengurus perangkat proyektor untuk memandu peserta agar memahami setiap seruan dan perkataan Hb Umar al-Hafidz, ada juru kamera, menulis data peserta, juga menuliskan terjemah dari penerjemah.

Tepat jam 9 Hb Umar al-Hafidz tiba di ruang acara, sungguh sebuah kebahagiaan sendiri bisa bertemu dengan sosok yang begitu dicintai oleh orang-orang yang mencintai Allah SWT. Banyak orang berebutan bersalaman dengan beliau hafidzahullah, aku pun tak ketinggalan mencium tangan beliau dengan penuh ta’dzim. Kurasakan kelembutan tangannya, air mukanya yang memancarkan kesejukan, tatapannya menawarkan harapan indah, dan senyum terus mengembang dari wajahnya yang terlihat polos karena telah dibalut oleh kearifan.

Dalam rentang waktu 15 menit, sambil menunggu peserta multaqo, acara pun segera dimulai. Acara dibawakan oleh Gus Abdullah Habib bin Abdullah Faqih. Sosok muda yang santun dan lemah lembut ini membuat saya begitu terpesona. Pertama kali, saya bertemu beliau saat berkunjung menyertai guru kami ke langitan. Beliau adalah putra KH. Abdullah Faqih yang sepertinya ditunjuk untuk merekatkan silaturrahim dengan para ulama. Memang akhlak menjadi suatu kekuatan yang demikian menancap dalam kesadaran dan kesan setiap orang. Tanpa akhlak, keilmuan yang begitu menjulang dan meghunjam tidak menghadirkan kesan apa-apa. Dari Gus Abdullah, saya tidak mendapatkan keterangan yang jelas bahwa beliau termasuk orang yang begitu mendalam pengetahuan diniyahnya, tetapi akhlak sebagai output dari pengetahuan itu sendiri seperti menyatu dengan jiwanya, terlihat dari pembawaannya yang amat sejuk. Saya bertanya tentang beliau pada santrinya yang diikutsertakan sebagai panitia. Ternyata beliau pernah nyantri di Darul Mustofa, sebuah pesantren yang diasuh oleh Habib Umar al-Hafidz, Tarim, Yaman.

Ya, dalam acara tersebut saya tidak mendapatkan begitu banyak pengetahuan yang sebatas mengisi pikiran dan ruang intelek, akan tetapi saya seperti mendapatkan cerapan kearifan yang mengalir dari akhlak orang-orang yang dicintai Allah SWT. Saya terus memerhatikan satu per satu orang-orang yang dipandang berpengaruh dalam forum tersebut, guna mendapatkan model akhlak yang santun dari mereka. Saya menyadari bahwa diri ini amat terbatas dalam segala hal, dari sisi pengetahuan masih amat dangkal, ibadah masih sarat dengan cacat, akhlak pun masih penuh dengan keburukan. Saya merasa tidak bisa menyucikan akhlak dengan menggunakan kekuatan diri sendiri, akan tetapi saya menyadari lewat keberkatan orang-orang yang dicintai Allah, saya kelak memeroleh perubahan akhlak yang lebih baik. Juga pengetahuan yang lebih mendalam, serta kearifan yang lebih padat dan mengristal.

Pertama sambutan didahului oleh kyai sepuh. Kyai H. Sholeh Qosim didapuk untuk memberikan sambutan dalam multaqo, dan selanjutnya sambutan dari Walikota Batu. Saya memelajari perilaku walikota batu yang begitu hangat menyambut para ulama yang hadir dalam multaqo tersebut. Meski hanya menjabat sebagai walikota, tetapi ghirah untuk berkontribusi terhadap umat demikian menyala-nyala. Saya mendengar dari salah panitia, bahwa hampir seluruh kebutuhan penginapan di Hotel telah ditanggung sepenuhnya oleh Walikota Batu, Bapak Edy Rumpoko. Saya mencita-citakan, bagaimana jika pemimpin negara ke depan memiliki kepedulian terhadap keimanan umat seperti pak Edy Rumpoko. “Jika seorang ulama dan umara menyatu untuk membangun umat yang lebih baik, maka insya Allah umat pun menjadi baik. Jika keduanya buruk, niscaya buruk pula umat.” demikian salah satu sitiran yang dikemukakan Hb Umar al-Hafidz, mengutip dari sabda Rasulullah SAW.

Usai sambutan dari Walikota, dilangsungkan ceramah (muhadharah) dari al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Inilah sebuah momen yang ditunggu oleh peserta. Memang fatwa dari orang suci seperti air hujan yang menebar rahmat di hati-hati yang gersang. Menyirami pohon-pohon kearifan yang kering. Menebarkan harapan bagi orang-orang yang terus dikungkung derita. Melancarkan lisan yang kelu untuk terus berzikir pada Allah. Menghangatkan jiwa yang beku. Juga menyalakan semangat juang bagi orang-orang yang terus ditimpa kegagalan. Jika kehadiran jasadnya saja begitu ditunggu oleh setiap orang, apalagi kata-kata yang mewakili jiwanya yang terdalam, niscaya akan terus diharapkan. Karena dari setiap kata-kata orang suci tidak sebatas kata, tetapi mengandung makna yang insya Allah akan menghunjam kuat di dasar sanubari.

Saya memersiapkan diri untuk mengetik ceramah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz yang telah diterjemah oleh Habib Sholeh al-Jufri. Sempat saya bersalaman dengan Hb Sholeh al-Jufri. Beliau murid kesayangan Hb Umar al-Hafidz, tempat duduk saya amat dekat pada beliau. Semoga keberkatan hidup selalu memuai pada Hb Sholeh al-Jufri. Saya juga menaruh kesan yang baik tentang beliau. Seperti diceritakan oleh guru kami yang mulia, beliau adalah murid Hb Umar al-Hafidz yang ditugasi untuk mensosialisasikan Majlis Muwasholah di Nusantara, juga di Malaysia. Pembawaannya begitu halus dan amat rendah hati. Sekali lagi saya belajar tentang akhlak pada beliau. Ketika beliau berada di hadapan Hb Umar al-Hafidz, beliau amat dekat, dan duduk bersimpuh di lantai, sembari berbicara pada Hb. Umar al-Hafidz. Dari beliau, saya belajar bagaimana akhlak murid terhadap guru. Semoga saya bisa mempraktikkan pada guru kami yang mulia. Karena dari akhlak inilah kekuatan cinta bisa direkatkan. (Insya Allah bersambung)

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar