Rabu, 22 April 2009

MENJARING BARAKAH SPIRITUAL (1)

Kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata kurasakan terus menguap dari rongga hati ini. Saya merasa kehormatan sekali lagi untuk menyertai guru kami yang mulia, KH. Dr. M. Dhiyauddin Qushwandhi dalam Multaqo Ulama se-Jawa Timur, Bali, dan Lombok yang dihelat di Hotel Royal Orchid, Batu, Malang pada tanggal 19-20 April 2009. Betapa bahagianya, saya bisa bertemu dengan wajah-wajah penuh ikhlas yang siap berjuang untuk menegakkan agama Allah. Para ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut ikut memberikan spirit baru bagi saya untuk bisa mengikuti jalan yang ditempuh oleh guru kami sebagai da’i Ilallah. Meski banyak aral yang menghambat perjalanan, mereka rata tidak pernah patah semangat bisa menegakkan agama Allah yang agung. 

Kebahagiaan pun makin meluap-luap tatkala bisa bertemu dengan wajah suci, dan menyalami tangannya yang lembut, yang menggambarkan kelembutan hatinya. Siapa wajah suci itu? Wajah suci inilah yang sering hadir dalam mimpi-mimpi saya. Dialah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, sosok yang lembut, sejuk dan menawarkan kedamaian dalam menegakkan Islam. Saya merindukan sekali pertemuan tersebut, karena selama ini guru kami yang mulia sering bercerita perihal kemuliaan dan pesona beliau.

Saya bersama beberapa santri menyertai guru kami yang mulia dengan harapan bisa mendapatkan barakah spiritual dari Hb Umar al-Hafidz. Saya tiba di Hotel Royal Orchid tepat jam 20.00 Wib, sembari menyalami beberapa santri lain yang ikut berkhidmat dalam multaqo tersebut. Di sana kami bertemu deng Habib Hasan, Habib Jamaal bin Toha bin Baagil, beserta santri-santrinya. Setelah menyiapkan beberapa untuk keperluan acara, kami langsung meluncur ke pesantren yang diasuh oleh Habib Jamaal bin Toha bin Baagil. Melihat keadaan pesantren yang begitu sederhana, saya teringat saat saya nyantri, dimana kesederhanaan memang lekat dengan dunia santri. Di dunia pesantren tidak ada stratifikasi sosial yang menonjol, karena semuanya diperlakukan sama, pun makanan yang dikonsumsi pun hampir sama. Tak ada perbedaan. 

Teman-teman pun memersiapkan berbagai hal yang yang perlu dilakukan di esok harinya. Terjadi percakapan-percakapan ringan diantara teman, terutama terkait dengan acara yang akan berlangsung, kami berharap bisa berperan efektif dalam kepanitiaan. Karena ini tidak hanya menjadi kesempatan bagi kami bertemu dengan guru dari semua guru, akan tetapi juga bisa menjadi jalan berkhidmat pada seluruh ulama yang hadir dalam multaqo tersebut. Saya sendiri diberi tugas oleh guru kami yang mulia untuk menuliskan ucapan yang disampai penerjemah. Skenarionya, Hb Umar al-Hafidz akan mengungkapkan pandangan-pandangannya di Multaqo dengan berbahasa Arab, berikut diterjemahkan oleh Habib sholeh al-Jufri, sementara saya menuliskan terjemahan yang dibawakan oleh Hb Sholeh al-Jufri. Ini sebuah kehormatan yang istimewa bagi saya bisa mengetikkan ucapan-ucapan suci dari Hb. Umar al-Hafidz yang langsung dibaca oleh para peseta multaqo. Seperti yang sering dituturkan oleh guru kami yang mulia, setiap momen tidak ada yang kebetulan, semuanya telah didesain oleh Allah SWT. Dan saya dalam hal ini merasa mendapatkan kehormatan untuk memberitahukan pada peserta multaqo yang tidak bisa memahami bahasa Arab perihal konten ceramah dari Hb. Umar al-Hafidz. 

Saya mendengar dari panitia bahwa Hb Umar al-Hafidz akan tiba di pesantren yang diasuh oleh Hb Jamaal sekitar jam 2 malam. Kami pun berharap bisa berjemaah subuh bersama beliau. Tepat jam 3 malam, teman-teman telah bangun semua untuk menunaikan shalat tahajjud, dan mengikuti dzikir bersama yang dibawakan oleh para santri. Pesantren ini telah mengamalkan seluruh aurat-aurat yang disusun oleh Hb Umar al-Hafidz. Kami ikut berzikir, meski pun tidak bisa mengikuti setiap rangkaian dzikir yang dibaca oleh santri tersebut. Adzan subuh pun bergema. Seusai shalat fajar, santri tidak langsung menunaikan shalat subuh, akan tetapi dilanjutkan dengan membaca dzikir dan aurat sehabis shalat fajar. 

Pun shalat subuh dimulai dengan imam Hb Jamaal bin Toha bin Baagil. Sosok Habib ini masih sangat muda, tetapi memancarkan pesona di mata murid-muridnya. Terlihat seluruh murid-muridnya menaruh perasaan hormat dan cinta padanya. Saya pun menaruh hormat padanya. Selepas shalat subuh, santri-santri melanjutkan dengan dzikir pagi petang, hingga matahari terbit. Seusai matahari terbit, mereka pun saling bermusafahah untuk meneguhkan persaudaraan, melepaskan seluruh kekotoran hati. 

Seusai bermusafahah, kami pun kembali ke ruang penginapan sementara, dan melanjutkan untuk mandi, sembari mempersiapkan untuk menyambut Hb Umar al-Hafidz. Tepat jam 6, beliau pun tiba di pesantren, akan tetapi mobil yang ditumpangi langsung melaju ke teras kediaman Hb Jamaal. Karena Hb Umar hendak istirahat dulu, maka kami memilih mempersiapkan diri untuk kembali ke Hotel Orchid. (bersambung)

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar