Jumat, 30 Maret 2012

ALLAH MENATAP DENGAN KASIH



Kita tak akan terlahir ke dunia ini tanpa kasih sayang Allah. Jika permulaan kita diawali dengan kasih-Nya, bagaimana mungkin Allah membiarkan kita selalu dalam kondisi merana tanpa kasih sayang-Nya. Andaikan kau selalu merana bukan karena Allah yang hendak membuat Anda merana, tetapi sikap Anda sendiri yang mengundang terciptanya kemeranaan tersebut.
Ingatlah saudaraku, Allah selalu menatap dan mengawasi kita dengan kasih sayang-Nya, hanya saja kita kerapkali dibayangi perasaan ditinggalkan oleh Allah. Bukan Allah yang meninggalkan Anda, tetapi Allah telah kau tanggalkan dan lepaskan dari domain kesadaranmu. Lantas, bagaimana mungkin orang bisa merajut kebahagiaan tanpa hadirnya kesadaran pada-Nya. Anda akan merasa ditinggalkan oleh Allah lantaran terhijab oleh kualitas pengetahuan tentang Dia. Kalau Anda semakin mengenal-Nya lebih dekat, maka Anda akan selalu merasa berada dalam “zona butuh” pada Allah setiap saat. Dan orang yang berada dalam zona butuh pada Allah secara berkelanjutan insya Allah akan memeroleh kelezatan munajat pada-Nya.

Adalah seorang kenalan TNI mengabarkan pada saya tentang kondisinya yang sedang tidak beruntung. Berkali-kali dia urung memeroleh kenaikan karir. Saya sampaikan agar jangan pernah putus asa dengan kasih sayang Allah, karena Allah selalu meluberkan kasih sayang-Nya pada seluruh hamba-Nya tanpa henti. Rahmat Allah akan selalu turun tak pernah berhenti, mungkin hujan bisa berhenti, tetapi rahmat Allah selalu tersedia bagi makhluk yang mengharapkannya. Siapa yang putus asa dari rahmat Allah, berarti telah memutuskan segala kanal dan saluran sampainya rahmat Allah padanya. Hanya saja, kita sering menilai bahwa realitas itu tidak mengalir dari sungai kasih-Nya, sehingga kita gagal mendapati kebahagiaan melalui rentetan realitas tersebut.

Katanya Allah Maha Kasih, lantas mengapa mendepakkan cobaan pada hamba-Nya? Tahukah Anda bahwa orang tua yang penuh kasih pada anaknya, tidak hanya mengekspresikan kasihnya dengan belaian, ada kalanya dia bersikap keras untuk membentuk karakter anaknya agar kuat. Anaknya disuruh menimba air di sumur, di suruh bangun di malam hari yang dingin, dilatih memasak dsb.

Semua kegiatan tersebut sekilas sebagai hal yang tidak baik, tetapi sejatinya seluruh kegiatan yang keras itu untuk membuat anaknya semakin tangguh dan berdaya। Perlakuan keras orang tua bukan penanda minusnya kasih sayang, malah mencerminkan begitu kentalnya kasihnya pada si anak, orang tua harus terus melatih anak tersebut agar menjadi sosok yang perkasa dan anggun. Pada saatnya, anak tersebut layak mendapatkan kemuliaan. Bayangkan, kalau seorang tentara tanpa melalui pelatihan yang ketat tiba-tiba diangkat menjadi Panglima TNI? Sosok yang diangkat tanpa melalui kelayakan justru tak akan pernah menyimpan kharisma di hadapan sesama. Kalau begitu, setiap realitas yang menghantam kita sebagai bentuk agenda Allah pada Anda agar layak memeroleh kemuliaan dari-Nya. Adakah Nabi-Nabi ulul Azmi yang sepi dari cobaan? Semua Nabi Ulul Azmi mendapati cobaan yang memperkuat beton-beton kepribadiannya, sehingga mereka layak bersematkan kemuliaan dari Allah dan dimuliakan oleh manusia. Kalau begitu, segala kenyataan pahit yang Anda rasakan saat ini hanya sebagai wahana untuk membuat Anda semakin layak menjadi orang hebat dan besar. Maka orang yang bisa mendulang kemakmuran yang besar, dia pernah mengalami krisis besar. Kehebatan seseorang sejalan dengan sikapnya menghadapi masalah-masalah besar.


Karena itu saya selalu teringat pada Sabda Nabi Saw, “barangsiapa yang diinginkan kebaikan pada hamba-Nya, maka Allah akan menurunkan ujian.” Sudah saatnya, kita berprasangka terbaik pada Allah, bahwa semua apa yang hadir di hadapan kita disajikan Allah dengan kasih sayang-Nya. Hadapilah seluruh kenyataan dengan prasangka terbaik, dan hati selalu berserah diri pada Allah. Jaringlah segera matahari kebahagiaan. Insya Allah.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

1 komentar:

  1. Luar biasa dahsyat kata" antum menggedor pintu hatiku,terima kasih Akhi

    BalasHapus