Jumat, 30 Maret 2012

PENEBAR AIB


Aib bukan untuk ditebar, tetapi ditutupi. Allah Maha menutup aib hamba-hamba-Nya. Bisa Anda bayangkan, bagaimana jadinya, kalau Allah membuat organ kita transpran, sehingga seluruh kotoran melekat di tubuh kita, bahkan aliran darah yang mengarus juga terlihat jelas. Bagaimana rasanya kalau paru-paru ini diperlihatkan dengan jelas, sungguh ketampanan itu tidak menampak bagi orang yang melihatnya. Kita semakin terperangah dengan kasih sayang-Nya, Dia membalut aib kita dengan kebaikan.

Untuk itu, jika ada orang yang memuji kita, boleh jadi karena pandangannya tertuju pada pembalut Anda yang terlihat indah dan kekar, bagaimana kalau mereka mengerti akan aib yang tersembunyi pada diri Anda, mungkin mereka semua akan berlarian dari Anda. Allah menamakan diri-Nya sebagai Yang Maha Menutup aib (Saatirul Uyuub), sehingga dia selalu menjaga rahasia-rahasia yang tersembunyi pada setiap hamba-Nya, andaikan Allah membongkar seluruh aib itu, dan diberitahukan sungguh tidak sulit bagi Allah.

Mungkin orang yang pada mulanya mencintai Anda akan berbalik membenci Anda jika telah terbongkar aib yang tersimpan pada diri Anda. Kalau Allah Yang Maha Tahu akan segenap aib yang melekat setiap hamba-Nya tidak pernah membongkar aib hambanya, mengapa kita tidak meniru sifat Allah yang agung tersebut. Karena Yang Maha Mulia hanya memberitahukan kemuliaan dan keindahan yang menghiasi hamba-Nya, adapun manusia yang berperangai buruk hanya bisa memotret keburukan yang melekat pada saudaranya. Ketahuilah, kalau orang menebarkan aib saudaranya, sejatinya bukan menebar aib saudaranya tersebut, tetapi semakin mempertebal keburukan dan aib bagi dirinya sendiri.

Saya teringat dengan kisah Abu Jahal dan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang memberikan penilaian pada Sayyidina Muhammad Saw, pada saat itu, Abu Jahal bilang, “Saya tidak melihat orang yang lebih buruk ketimbang engkau, wahai Muhammad,” berkata dg roman wajahnya yang terlihat sangar. “Kau benar,” sambut Sayyidina Muhammad Saw dengan lembut. Lantas Abu Bakar Ash-Shiddiq melontarkan penilaian sebaliknya, “tidak ada orang yang lebih indah yang pernah kulihat kecuali engkau Wahai Rasulullah Saw,” “benar engkau sahabatku,”respons Sayyidina Muhammad Saw. Mengapa Sayyidina Muhammad memberikan jawaban yang sama pada penilaian yang berbeda dan bertolak-belakang itu.

Diam-diam Sayyidina Abu Bakar bertanya mengapa memberikan respons yang sama terhadap penilaian yang sangat bertolak-belakang tersebut. “Ya, karena saya adalah seperti kaca yang bening, dan orang hanya bisa melihat wajahnya di kaca yang bening tersebut. Kalau wajahnya buruk, dia akan melihat keburukan tersebut, dan kalau wajahnya bening dan bersih tak ada yang dilihat kecuali yang bening dan bersih saja,” demikian Rasulullah Saw bertutur lembut.

Pembuka Aib orang Lain=Membuka Aib diri sendiri

Merujuk pada kisah diatas, bisa diambil pemahaman bahwa orang sering mencari kejelekan orang lain, justru dia tengah mempurukkan dirinya di lembah keburukan yang semakin dalam. Bayangkan, kalau Anda mencari keburukan dan menebarkan keburukan alih-alih orang bertambah terpesona pada Anda, malah mereka akan bersikap tertutup pada Anda, lantaran takut bila aibnya juga ditebar oleh Anda pada orang lain.

Jika orang tidak setia pada yang tidak hadir—dengan mengurai segala bentuk keburukan orang yang tidak hadir tersebut—justru orang yang hadir akan memberikan penilaian buruk penebar berita itu, walhasil kredibilitas dan kehormatannya bakal tersungkur di hadapan teman dialognya। Setiap perkataan dan sikap Anda menjadi pengukur kualitas diri Anda, semakin tinggi dan berkualitas perkataan Anda justru semakin tinggi kualitas Anda di hadapan orang lain. Orang mulia selalu membuka diri untuk meminta koreksi bagi dirinya sendiri, dan selalu bisa melihat sisi kebaikan yang menghias orang lain.

Adapun perkataan yang cenderung mempreteli keburukan orang lain akan mempergelap citra Anda sendiri. Kita sangat kagum, jika ada orang selalu bisa mencari dan mengungkapkan sisi kebaikan orang yang tidak hadir pada yang hadir. Begitulah tipikal sahabat sejati, yang selalu menebarkan keharuman temannya pada orang lain, tetapi berani memberikan nasihat jika sahabatnya menempuh jalan yang keliru. Tak sedikit orang yang bermanis muka dan menggelar pujian di hadapan temannya, akan tetapi ketika berada di belakangnya lebih sering mengumbar sisi keburukan pada orang lain.

Kalau Anda ingin menjadi orang yang selalu indah di hadapan Allah dan sesama, tinggalkan membuka dan menggunjing keburukan orang lain, malah berusaha meminta saran nasihat bagi diri Anda sendiri. Jika Anda membuka diri untuk mendapatkan koreksi dari lingkungan sekitar Anda, justru Anda telah berproses menjadi pribadi yang bening. Bukankah hanya orang yang merasa kotor yang gampang dibersihkan?

Orang yang mulia selalu mencari sisi terang orang lain, berikut mencari sisi gelap dalam dirinya untuk diperterang, sementara orang bodoh selalu mencari kegelapan orang lain, dan merasa telah menemukan terang dalam dirinya. Dan ingatlah, siapa yang merasa gelap, sejatinya dia sedang menyalakan cahaya dalam dirinya, dan siapa yang merasa terang, sembari mengklaim orang lain berada dalam kegelapan, justru dia sedang memadamkan cahaya dalam dirinya.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

2 komentar:

  1. Subhanallah terima kasih Akhi

    BalasHapus
  2. syukron atas respons dan jalinan persaudaraannya, smg kita tetap dipersatukan Oleh Allah saudaraku

    BalasHapus