Rabu, 13 Mei 2009

KOMBINASI PESELANCAR DAN PENYELAM



“Hidup di permukaan kehidupan seperti peselancar. Jalan peselancar tak pernah lurus lantaran dia harus berselancar diantara kepungan gelombang yang tak pernah tenang, ” tutur guru yang mulia dalam kesempatan pengajian al-Hikam. 

“Menyelamlah ke dasar lautan, niscaya Kamu akan menemukan kedamaian yang tak terbatas,” Dawuh guru yang mulia di kesempatan berbeda di hadapan kami murid-muridnya.
 

                                          ***

Bermodal dua nasihat tersebut, saya hendak menafsirkan atau mengulas tentang karakter peselancar dan penyelam. Mungkinkah kita bisa mengombinasikan dua sikap itu dalam hidup keseharian yang terus berubah secara tiba-tiba? Tiba-tiba menyeruak kejadian yang amat mengejutkan. Di luar dugaan. Dan setiap hari kita bagai dikepung informasi yang melompat dan terus berubah. Kita memang tengah memasuki episode supercepat, akselerasi, dan instant. Serba seketika. 

Kejutan-kejutan dimungkinkan muncul di luar dugaan logika. Kamarin dia menikmati kekayaan yang demikian melimpah, tiba-tiba dikepung hutang yang menggunung. Kamarin memeroleh sanjungan bak pahlawan, kini didamprat cacian dan makian. Dulu berada di kursi terhormat, sekarang berada di kursi pesakitan atau kamar prodeo. Dulu sepasang suami-istri terjalin begitu mesra dan romantis, sekarang saling mencecar dan menguak aibnya masing-masing. Kemungkinan sarat dualisme akan terjadi dan menghantui manusia zaman ini. 

Kondisi kehidupan yang didesain begitu cepat dan terus berubah secara dinamis telah memproduksi sikap stress pada beberapa kalangan, terutama di wilayah perkotaan. Jakarta sebagai pusat Indonesia, ditengarai kota yang dihuni banyak orang stress. Banyak orang terjerembab dalam stress, bisa jadi karena begitu padat dan mecetnya lalu lintas ibu kota yang tak bisa mengimbangi keinginan orang yang terburu-buru sampai ke tujuan. Makin kompleksnya permasalahan di kota, membuat jumlah orang stress membengkak. Majalah TIME pun menjuluki Jakarta sebagai kota terbaik untuk melatih kesabaran. 

Mengapa stress? Ketika orang terus berselancar di ombak perubahan yang menghantam silih berganti, dan seluruh perhatiannya fokus pada permukaan, niscaya perlahan-lahan akan terpental dalam kubangan stress. Bukan berarti kita tak boleh bertindak dan berselancar. Kita harus berselancar dengan cara fair agar kita bisa menggapai tujuan yang diharapkan. Kendati demikian, jiwa kita tidak hanya dipenuhi nafsu untuk berselancar yang cuma menghadapi ombak demi ombak. Bila perhatian kita terserap pada berselancar, niscaya kita tidak bakal menemukan ketenangan batin yang memicu diri semakin produktif. Padahal ketenangan sebagai upaya menyemaikan produktifitas kerja. Kita juga menyelam guna menemukan kemurnian yang berada di dalam lautan hati kita. Penyelam terus menukik di kedalaman guna menemukan zona yang tenang dan menghadirkan kedamaian. Saat berselancar kita juga harus menyelam. Menyelam disini berarti mengingat Allah setiap saat.

Kapan kita bisa memadukan dua karakter peselancar dan penyelam?

Demikian dinamisnya perubahan di zaman ini, kita tak boleh menghindar dari berselancar. Kita tetap berselancar dalam ombak perubahan yang sarat turbulensi. Berselancar terkait dengan pikiran dan fisik yang harus mencari cara bagaimana bisa berselancar dengan gagah menerobos ombak perubahan yang menghantam. Kadang kala kita harus mendobrak ombak perubahan, juga bisa memilih menghindarinya guna menggapai tujuan yang diharapkan. Disanalah seni hidup terasa.  

Pikiran dan fisik boleh terus mengikuti arus kehidupan permukaan, namun hati sebagai sentrum kesadaran suci harus terus menyelam ke kedalaman dengan menyatukan kesadaran pada Allah. Hati tak boleh tersandera dengan keadaan permukaan, bahkan hati perlu menularkan pengaruh positif ke permukaan, agar pikiran dan fisik tetap bisa mengarungi kepungan ombak kehidupan dengan tenang. Penyelam mendapatkan mutiara. Sementara peselancar hanya mendapatkan kepuasan dan gengsi.

Andai jiwa peselancar dan penyelam dipadukan, niscaya kita akan terus menapaki dan menggapai sukses yang sejati. Bagaimana? Jika mendapatkan kemenangan, mereka tidak bermegah-megah dan terlalu euforia, namun bisa menggali hikmah yang terbungkus dalam kemenangan. Pun ketika terdepak kekalahan tak membuatnya putus asa, bahkan mencari mutiara dibalik kekalahan tersebut. Dalam episode seperti ini, kadang kemenangan lahir merapuhkan batin lantaran kemenangan direspons dengan kesombongan. Kesombongan tak membawa ketenangan karena dibenci oleh Yang Maha Bahagia, Allah SWT. Dan kadang kekalahan lahir mengundang kekuatan dan kemenangan sejati, lantaran dari kekalahan bisa mendulang banyak hikmah yang turut meneguhkan jiwanya. Dalam artian, dari kekalahan ia bisa menyadari kehadiran Allah.  

Rising star, jika memeroleh kemenangan yang cemerlang, dan disikapi dengan rendah hati, tawadhu’, dan dia menggapai mutiara hikmah dibalik kemenangan tersebut. Dia selalu merasa bersama Allah dalam setiap keadaan. Ketika semua telah disandarkan pada Allah, niscaya hidup menjadi ringan.

Berselancarlah terus dengan raga dan pikiran Anda, dan menyelamlah ke kedalaman dengan kejernihan hati Anda dengan selalu menyadari Allahu... Allahu... Allahu. Allah masuk dalam kesadaran kalbu kita. Boleh banyak masalah menghantam Anda, tetapi hati tetang tenang. Ketika hati tenang, maka justru masalah menjadi begitu indah, seperti indahnya berselancar, dan masalah akan terurai dengan sendirinya. Insya Allah. 

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar