Jumat, 22 Mei 2009

NEGERI KITA: THE SMILING COUNTRY



Semula kita mendengar, Jakarta, sebagai ikon Indonesia mendapati julukan dari TIME sebagai kota terbaik guna melatih kesabaran. Baru-baru ini, saya mengunduh berita, Indonesia masuk tataran negara paling murah senyum dengan merebut sekor 98%. Untuk (pengucapan) salam, Indonesia menempati skor 98%, disejajarkan dengan Hongkong. (Detik,17/5). 

Di tengah kemelut, bangsa ini belum kehilangan senyum untuk disebarkan pada dunia. Jiwa agama seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, “senyum adalah sedakah” telah terbetot dalam kesadaran bangsa ini. Indonesia dikenal sebagai negara yang mengutamakan perasaan, sehingga setiap aktivitas selalu dicandra dari kacamata perasaan. Perasa selalu meraba perasaan orang lain, agar setiap apa yang dikemukakan dan dilakukan menghadirkan kehangatan bagi sesama. Tak ingin setiap celetukan mengundang kemarahan dan kejengkelan orang lain, malahan bagaimana setiap kata dan perbuatan menebarkan oasis yang menyejukkan dan menghangatkan hati. 

Semoga riset tentang peringkat seyum Negeri Indonesia dari AB Better Bussiness yang berbasis di Swedia itu benar-benar menyentuh ke seluruh sisi kehidupan bangsa ini secara nyata dan menyeluruh. Bukankah senyum jendela kebahagiaan. Dengan senyum seolah kebahagiaan akan mekar dari dalam hati ini. Persisnya, senyum adalah pembuka kebahagiaan yang terkatup dalam hati. 

Senyum yang tulus menjadi pengungkit kreativitas pada diri manusia, karena senyum menjadi energi positif yang meresap pada tubuh, seraput pun otak ikut terbuka untuk menumbuhkan ide-ide kreatif. Berarti senyum harusnya membikin diri produktif, ketika senyum ini terpantik untuk hal-hal positif. Namun ketika senyum hanya diarahkan pada hal yang negatif, justru senyum hanya membuat diri berada dalam kehampaan. Alangkah baiknya, jika senyum menjadi pembangkit kesadaran untuk memaknai kehidupan yang penuh ajaib ini. Senyum menghadirkan makna luar biasa ketika dialiri dengan energi ketakjuban atas anugerah Allah yang begitu berlimpah. 

Senyum pertanda kebahagiaan yang bersemai dalam hati. Meski demikian, Islam tidak sebatas mengajarkan senyum, juga dianjurkan kita terampil menebarkan salam. Rasulullah Saw bersabda: “Wahai manusia sebarkan salam dan berilah makanan pada orang yang membutuhkan, jalinlah silaturrahim, dan shalatlah di malam hari kala kebanyakan manusia tidur niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Tirmidzi).

Adalah salam memberikan energi positif untuk menularkan surga pada setiap orang, pun mempesona hati kita dengan cahaya surgawi. Janganlah pelit mengucapkan salam. Salam adalah pokok kehidupan. Andaikan kita mengucapkan salam, berarti kita telah memberikan suatu yang amat penting yang mendasari kehidupan. Betapa indahnya kala setiap lekuk kehidupan ini dihiasi perasaan salam (salam feel). Kita tidak menaruh curiga pada orang lain, dan orang lain tidak terpancing untuk mencurigai kita. Tak ada kedengkian yang meletup dari hati kita, pun orang lain merasakan ketenteraman bersama kita. 

Membudayakan senyum dan salam bukan suatu yang mudah. Hanya orang yang dipenuhi energi cinta yang senantiasa menularkan senyum dan menebar salam. Andaikan saya, engkau (terpadu dalam kita) belum pernah membiasakan dan membudayakan senyum, berarti hati ini masih kering dari energi cinta. 

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar