Minggu, 29 Maret 2009

KEBAHAGIAAN MEREKAH DIBALIK KESEDIHAN

Bunga adalah simbol keindahan yang tak pernah habis untuk dihayati oleh kepekaan rasa. Walau bunga itu sudah layu, masih saja terkenang keindahan yang melekat padanya. Ketika hati telah berhiaskan kedamaian, maka kita bakal memeluk sekuntum bunga yang berkuncup, merekah, sembari menebarkan harumnya yang membuat hati merasa terbang bersama keindahan itu. Ketika bunga itu telah berada dalam pelukan mesra, disana kebahagiaan hidup telah menyatu ke dalam sanubari kita.

Hanya saja bunga kebahagiaan itu tidak diperoleh lewat jalan-jalan yang bertaburkan permata, berhiaskan pernik-pernik yang menggeliatkan rasa, atau berjuntaikan permadani di sepanjang perjalanan mencapai keindahan itu. Meskipun memerlukan pengorbanan yang luar biasa untuk mendapatkannya, bunga yang didambakan itu tak berada di luar kita, akan tetapi telah menyatu ke dalam jiwa kita. Demi memungut bunga yang indah, manusia perlu menyusuri lorong-lorong yang bisa jadi dipenuhi rekahan-rekahan batu cadas yang demikian keras. Andaikan kita berhasil menerobosnya, belum tentu kita bisa mencium mesra bunga itu, bahkan masih tersisa kesedihan yang menguap dibalik setiap rasa. Bila hawa nafsu yang menurutkan kesenangan masih menghiasi jagat batin, bunga itu tidak pernah merekah dengan indah, atau belum tumbuh di taman hati kita.

Bagaimana bunga batin itu bisa merekah, dan dari sana kita bisa meresapi kebahagiaan sejati? Betapa banyak orang bisa memeluk mesra bunga setelah dia lama berurai air mata kesedihan, diterjang berbagai persoalan yang membuatnya berpikir, merenungi setiap halaman demi halaman kehidupan yang dilewati. Buktinya tokoh-tokoh dunia muncul di tengah gelombang kekacauan yang memberondong bangsanya. Jalaluddin Rumi, sufi kenamaan yang melejit dengan syair yang membawa hati bahagia, setelah pasukan Mongolia dan Salib mencabik-cabik Persia. Imam madzhab yang empat muncul pasca terjadinya tragedi Karbala yang membuat hati umat Islam tersobek-sobek dalam kesedihan dengan wafatnya cucu Rasulullah SAW, sayyidina Husain r.a. Dan di tengah penjajahan 3,5 abad lebih, Indonesia melahirkan deretan pahlawan kenamaan yang mengibarkan kemerdekaan Indonesia, Bung Tomo, Soekarno-Hatta, Agus Salim, Natsir serta tokoh lainnya yang telah berjuang dengan air mata dan darah. Di India muncul Mahatma Gandhi yang berhasil membebaskan negerinya dari penjajahan dengan jalan cinta. Manusia agung sepanjang sejarah, Rasulullah Muhammad Saw juga muncul di tengah pekatnya kegelapan peradaban, dan memuncaknya perang antara kabilah di dataran Arab.

Dari berbagai episode sejarah anak manusia itu kita bisa merengkuh pelajaran yang paling bijaksana, bahwa untuk mendapatkan bunga keindahan itu maka kita perlu membayar ongkosnya. Di setiap ongkos itu ada air mata kesedihan yang bakal terus mewarnai perjalanan untuk mencapainya. Memang bunga yang diperoleh tanpa sebuah perjuangan, niscaya bunga itu tak membekaskan kesan apa-apa. Seorang pemain akan merasakan kebahagiaan puncak ketika mendulang juara sembari dikalungi bunga. Ketika orang telah berhasil menikmati bunga yang merekah ke dalam batinnya, maka pada saatnya dia akan berucap terima kasih pada berbagai kesedihan yang pernah menggedor jiwanya. Terima kasih kesedihan, engkaulah utusan yang telah melahirkan kebijaksanaan dan keindahan dalam hidup. Engkau pula yang telah menumbuhkan bunga di jagat batin ini, sehingga hari-hari menjadi begitu indah dan membahagiakan.

Khalili Anwar, penutur dari jalan cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar