Selasa, 10 Februari 2009

KARENA IMAN, AKU ADA

Bagi saya iman adalam biji kesadaran. Tanpa biji kesadaran, kiranya manusia tidak bakal mengalami pertumbuhan kesadaran yang membuatnya dekat pada Allah SWT. Semasa saya masih di SMA diperkenalkan sebuah pameo keren dari Om Descartes yang membekas dalam pikiran saya, “Cogito Ergo Sum” , alias karena berpikir aku ada. Saat itu, saya menganggap pikiran itulah yang membuat manusia mencapai kejayaan, apalagi diperteguh dengan berapa postulat yang mengatakan bahwa keutamaan manusia dari makhluk yang lainnya adalah pikiran itu. Wah, virus Cogito Ergo Sum itu begitu mewabah di kalangan teman-teman saya di pesantren yang katanya pengin jadi intelektual seperti om Descartes.
Tetapi perlahan setelah direnungkan secara mendalam, sesungguhnya keberadaan diri kita benar-benar terasa kalau kita bahagia. Tanpa kebahagiaan, hidup ini menjadi penuh kehampaan. Tetapi mengapa banyak orang yang menjadikan berpikir sebagai kegiatan sehari-hari ternyata tidak merasakan kristal-kristal kebahagiaan. Bahkan Om Descartes sendiri ditengarai mati bunuh diri, sebuah tanda dia tidak bahagia dalam menapaki perjalanan hidupnya. Pun saya bertemu dengan para intelektual yang tidak pernah memancarkan senyum yang berseri-seri, bahkan keningnya selalu mengerut seperti ada suatu yang belum tuntas dipikirkan. Tapi ada juga yang bilang, bagaimana intelektual bisa tersenyum dan berbahagia, wong dia orang yang paling gelisah dengan keadaan. Bahkan dia sendiri selalu membangun warna kontras dengan keadaan yang hadir, demi bisa mendapatkan penemuan baru yang bisa dijadikan referensi bagi orang-orang sesudahnya.
Kita akan terus didera kegelisahan karena berpikir jika berpikir itu tidak disertai dengan iman yang kokoh. Atau sebuah pikir yang tidak melahirkan zikir. Anda pun bisa mengerti banyak pemikir papan atas yang jago dalam sebuah pengetahuan, tetapi tambah jauh dari akar keimanan. Bahkan cenderung mengalami konflik dengan dirinya sendiri. Kata Nabi, tanda ilmu itu tidak bermanfaat adalah membuatnya makin jauh dari Allah SWT. Kata seorang Kyai, yang menjadikan kita tersesat saat ini, karena kita cenderung berpikir tanpa disertai zikir. Kalau orang berpikir disertai ingat pada Allah niscaya cahaya kebahagiaan bakal memenuhi ruang batinnya. Kalau begitu sejatinya yang membuat bahagia adalah iman. Iman adalah biji keyakinan yang kuat pada Keagungan Allah SWT, dan merasakan keterbatasan diri sendiri. Manakala hati telah tertanam biji iman, niscaya seluruh keadaan akan memancarkan pencerahan ke dalam batin. Setiap aktivitas akan melahirkan makna. Dan bukankah makna itu yang diharapkan oleh setiap orang? Orang yang merasakan makna hidup yang indah, niscaya tidak akan tega bunuh diri. Kita bakal mencapai makna hidup itu kalau selalu tersambung dengan Allah SWT. Tanpa iman pada Allah SWT, niscaya keadaan kita terus berada dalam kehampaan. Adapun beriman pada Allah, tidak sebatas mengikuti seperti yang diungkapkan oleh para guru, pembimbing, dan trainer yang telah memberikan keterangan yang rinci dan akurat, perlu kiranya juga menjalani tafakkur terhadap ayat-ayat Allah, baik yang terbabar dalam kalam Qauliyah (al-Qur’an), atau ayat kauniyah (seluruh makhluk yang berada di alam berikut kejadian-kejadian yang menghiasinya). Manakala Anda terus melakukan tafakkur secara mendalam, niscaya Allah akan memperkenalkan diri tidak sebatas melalui pikiran Anda yang terbatas, tetapi akan mengalir dalam getaran perasaan Anda, yang disebut dengan makrifat fil qalbi (mengenal dalam hati), menuju makrifat fil ruh (makrifat dengan ruh).
Saat orang menjadi iman yang hakiki (haqqul yaqin), maka setiap keadaan selalu membekaskan makna dalam hidupnya. Tak ada sedetik waktu pun yang luput dari faedah dan pelajaran baginya. Karena dengan mata iman, dia meyakini seluruh keadaan telah dibingkai dan didesain oleh Allah. Dan setiap ciptaan Allah, pasti menyuguhkan ibrah bagi orang-orang yang berakal. Sosok beriman selalu mencapai ada yang hakiki (makna), karena dia selalu bisa mengingat Allah dalam setiap keadaan dan peristiwa yang dialami.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar