Sabtu, 28 Februari 2009

RESPONS TERHADAP KRITIKAN

Wahai Zat yang menampakkan kebaikan dan menutup kejelekan, tutuplah aib yang melekat pada diri hamba ya Allah. Wahai Yang pemilik hujjah dan dalil, lenyapkan seluruh hujjah hamba dengan hujjahMu agar hamba selalu dekat padaMu ya Allaah. Wahai Yang baginya cahaya yang tak pernah padam, anugerahilah cahaya dalam hati hamba, setelah lama hamba berada di bawah awan kegelapan. Wahai yang memberikan hidayah pada setiap orang yang meminta hidayah, ya Allah anugerahilah hidayahMu pada hamba. Dan dijadikan setiap keadaan baik pujian atau kritikan sebagai jalan mencapai hidayahMu ya Allaah. Wahai Yang Maha Menolong bagi orang yang meminta pertolongan, tolonglah hamba dari segala keburukan yang menjauhkan hamba dariMu ya Allaah. Hamba yakin yang datang dariMu adalah kebaikan mutlak bagi hamba. Tetapi betapa sering hamba selalu menangkap keadaan itu sebagai sebuah keburukan, hingga keadaan itu tidak membekaskan gizi bagi ruhani hamba Ya Raabb.

Setiap saat kita tidak pernah lepas dari pergaulan dengan sesama. Saat bergaul itu tercipta pergesekan, dan bertemu beragam kepentingan yang kadang tidak sepadan dan sejalan satu sama lain. Manakala orang mengedepankan kepentingan diri sendiri, kadang timbul persengketaan, percekcokan, kritikan yang pedas, bahkan akan terlempar cacian yang membuat wajah seperti disirami air keras. Andaikan kita salah merespons cercaan dan makian tersebut, justru bakal membuat kita terus berada dalam derita. Mula-mula kita amat marah, kemudian ingin membalas cacian tersebut, hingga terjadi pertengkaran, dan pertengkaran itu bisa berakibat fatal bagi kita sendiri. Baiknya kita bisa menempuh keadaan itu dengan cara yang bijaksana. Kita bisa menghadapi segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, manakala bisa melihat makna batin dibalik setiap peristiwa yang menyakitkan tersebut. Pun menyadari siapa pada hakikatnya menggerakkan orang untuk mencerca dan mencaci kita? Hanya dengan kehendak Allah sajalah orang tersebut membeberkan aib dan keburukan kita lewat cacian dan makian mereka.

Kalau kita menyadari bahwa tidak ada setiap sesuatu tanpa dikehendaki Allah, maka kita perlu menganggap cacian dan kritikan itu datang sebagai peringatan serius bagi kita. Saat itu kita menilai dalam pandangan Allah, andaikan dalam sudut pandang Allah, juga menurut patokan agama, kita tidak bersalah, maka cukuplah kita dengan penilaian Allah SWT saja. Cercaan dan kritikan itu dikirimkan sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kita di hadapan Allah. Andaikan Anda sabar dengan kritikan dan cacian tersebut, maka perlahan-lahan Allah akan mengangkat Anda lebih dekat padaNya. Bisa jadi hadirnya kritikan tersebut mengirimkan pesan agar kita tidak terlalu bersandar pada penilaian manusia yang sering berubah-ubah. Jika kita terlalu memikirkan kritik orang lain, tanpa dijadikan sebagai bahan evaluasi diri, maka hati kita bakal selalu sakit, dan hati yang sakit tidak bisa melahirkan perbuatan yang produktif. Bagaimana menghadapi kritikan dan cercaan?

Bagi orang beriman segala sesuatu itu adalah rahmat, bergantung cara pandang orang tersebut. Apakah kritikan dan cercaan juga rahmat? Ya, kritikan adalah rahmat yang didatangkan oleh Allah pada kita, bergantung persepsi kita pada kritikan tersebut. Andaikan kita menganggap bahwa kritikan itu sebagai bentuk cara dari Allah untuk membersihkan kotoran yang tidak disadari oleh kita selama ini, maka bukankah itu sebagai rahmat? Ketika hati kita bersih, maka banyaknya kritikan akan membuatnya makin sibuk memperbaiki diri, dan siapa yang mengerahkan tenaga untuk selalu memperbaiki diri, maka insya Allah dia bakal menemukan dirinya yang sejati.

Setiap kritikan yang terlontar padanya, selalu menjadi referensi untuk dijadikan bahan penghapus kotoran yang melekat dalam hatinya. “Benarkah kekejian itu melekat pada diri saya?” “Betapa banyak kesalahan yang perlu saya perbaiki agar berganti kebaikan?” Betapa banyak orang besar yang membiasakan diri untuk mengoreksi dan mengevaluasi diri sendiri. Dan mereka amat bahagia ketika ada orang melemparkan kritikan padanya. Ketika kita bisa menanggapi kritikan itu dengan jujur justru bakal makin membersihkan hati kita, mencerahkan pikiran, dan mencerlangkan jiwa. Teruslah berlaku jujur, maka Allah akan terus memberitahukan sisi yang perlu kita perbaiki, hingga makin hari kita terbimbing untuk bisa mendekatkan diri pada Allah SWT. Bukankah hanya hati yang bersih yang bisa bersanding dengan Yang Maha Indah, Allah SWT.

Bagaimana sikap kita, jika kritikan dan cercaan itu tidak benar? Ingatlah saudaraku, segala sesuatu bila disikapi dengan yang terbaik pasti akan menimbulkan kenikmatan di hati kita. Andaikan ada orang mencaci bahkan menelanjangi aib kita, maka yakinilah itulah cara Allah untuk menaikkan derajat kita. Andaikan kita berani menjadi al-Kayyis, yakni berjiwa besar untuk memaafkan orang yang bersalah pada kita, betapa kita akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Bukankah Nabi pernah dicaci maki? Bukankah para wali juga sering dicaci maki? Bahkan kata Syekh Hasan Asy-Syadzili, bahwa orang-orang yang menjadi kekasih Allah selalu memiliki musuh. Dalam pandangan beliau, jika musuh itu dihadapi dengan hati yang lapang, niscaya musuh itu menjadi pengangkat derajat kita di hadapan Allah SWT. Kesatria ruhani selalu bersikap terbaik dalam segala keadaan, tak terkecuali ketika dia menerima kritikan. Andaikan ada orang yang mengritik atau mencerca, maka dia berani memaafkan, bahkan mendoakan kebaikan bagi orang tersebut. Kita perlu menilai bahwa orang lain mencerca kita, karena memang belum mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya. Andaikan kita bisa bersikap penuh kasih sayang pada orang-orang yang mencaci dan mengkritik kita, niscaya dengan izin Allah orang tersebut menjadi pribadi yang amat mengasihi kita jua. Perlulah kita belajar pada Umar bin Khattab, yang pada mula-mula terkenal menjadi orang yang amat menantang perjuangan dakwah Rasulullah SAW, tetapi dengan hidayah dari Allah, menjadi orang yang benar-benar setia dan begitu cinta pada Rasulullah SAW. Wallahu A’lam Bish Showaab.

3 komentar:

  1. Sebuah renungan. Mohon maaf jika kurang berkenan:

    -----

    TERIMALAH KRITIKAN ITU SEBAGAI NASEHAT

    Assalamu’alaikum wr. wb.

    Saudaraku…,
    Terimalah kritikan itu sebagai nasehat. Apapun bentuk kritikan itu serta disampaikan dengan cara apapun, sesungguhnya semuanya itu adalah sebagai bentuk perhatian serta nasehat untuk kita. Sekalipun kritikan itu adalah tidak benar dan disampaikan dengan cara yang kasar. Apalagi jika kritikan itu adalah benar adanya dan disampaikan dengan cara yang sopan dan lemah lembut. Semoga Allah membalas kebaikan saudara-saudara kita yang telah bersedia untuk memberikan kritikan kepada kita (apapun bentuk kritikannya serta disampaikan dengan cara apapun). Amin...!

    Sebagai ilustrasi, jika selama ini kita telah berusaha untuk bersikap jujur dan tidak pernah berupaya untuk mengambil hak orang lain. Kemudian orang lain telah mengatakan kepada kita bahwa kita telah melakukan banyak kecurangan (melakukan korupsi, mengurangi timbangan, berbohong dalam hal harga / kualitas barang, dll) demi meraup harta/kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Padahal sebenarnya kita tidaklah demikian.

    Menghadapi kritikan tersebut, akan lebih baik jika kita bersikap sabar dan menerima kritikan tersebut justru sebagai bentuk perhatian serta nasehat untuk kita. Mungkin selama ini (tanpa kita sadari) kita terlalu sombong dengan kejujuran kita. Mungkin selama ini (tanpa kita sadari) kita terlalu membanggakan ketaatan kita dalam menjalankan perintah-Nya.

    Jika memang demikian, bisa jadi Allah telah menegur kita (melalui orang tersebut). Bisa jadi Allah telah mengingatkan kita (melalui orang tersebut). Karena sekalipun kita benar-benar telah berusaha untuk bersikap jujur dan tidak pernah berupaya untuk mengambil hak orang lain, namun jika kemudian diikuti dengan kesombongan, hal ini menunjukkan bahwa kita kurang ikhlas dalam menjalankan perintah-Nya. Hal ini juga menunjukkan bahwa kita kurang memurnikan ketaatan kita kepada-Nya.

    Padahal, Allah hanya akan melihat amal-amal kita, jika semua amal-amal tersebut hanya kita ikhlaskan kepada-Nya, jika kita benar-benar memurnikan ketaatan kita kepada-Nya.

    BalasHapus
  2. (Lanjutan):

    -----

    ”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al Baqarah. 264).

    “Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati”, (QS. Al Baqarah. 139).

    ”Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". (QS. Az Zumar. 14).

    Nah, jika menghadapi kritikan yang tidak benar saja kita seharusnya bersikap baik seperti uraian di atas, apalagi jika kritikan itu adalah benar adanya.

    Saudaraku…,
    Belajarlah untuk menjadi pendengar yang baik. Terimalah kritikan/nasehat itu dengan baik, bagaimanapun cara orang dalam menyampaikan kritikan/nasehat tersebut. Orang lainlah yang lebih tahu tentang kelemahan serta kekurangan kita, karena (pada umumnya) ada kecenderungan pada diri kita untuk menilai diri kita sendiri secara subyektif (cenderung untuk memberi penilaian yang lebih baik dari kenyataannya), sehingga kita menjadi kurang jeli terhadap kelemahan, kekurangan maupun bahaya yang sedang mengancam diri kita.

    Jadi, diantara kita sudah semestinya untuk saling nasehat-menasehati, yang dalam hal ini tentunya masing-masing pihak harus siap untuk menerima kritikan demi kebaikan bersama. “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3).

    Saudaraku…,
    Belajarlah untuk merendahkan diri. Karena dengan merendahkan diri, kita akan sanggup untuk menerima kritikan dengan lapang dada. Dan ucapkanlah kata-kata yang baik, dimanapun, kapanpun, kepada siapapun. “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik”. (QS. Al Furqaan. 63).

    Dan tak lupa, belajarlah untuk memberi ucapan terimakasih kepada orang-orang yang telah memberikan kritikan/masukan/nasehat kepada kita. Jika perlu, sertakan dalam do’a kita. Semoga Allah memberikan balasan terbaik kepadanya. Amin!

    Semoga bermanfaat!

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus