Jumat, 06 Februari 2009

MEMBACA BUKU SEMESTA

Wahyu pertama kali yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW adalah soal membaca. Membaca disini tidak sebatas membaca buku, al-Qur’an atau beragam teks-teks yang tersebar. Pun diimbangi dengan membaca realitas yang menjadi buku semesta bagi kita. Betapa banyak orang belajar tentang kearifan dari alam. Mereka merenungi kearifan air yang terus memberikan energi pada kehidupan ini, dan berkat kehadiran air, kehidupan bumi bisa dilestarikan. Pun Anda tidak hanya disuruh membaca semata, tetapi berusaha menguak makna esesial dibalik yang terbaca tersebut. Andaikan Anda disuruh membaca al-Qur’an, pastinya tidak sebatas membaca secara tartil, tetapi meningkat pada upaya bagaimana Anda bisa merenungi ayat-ayat yang tersebar dalam al-Qur’an. Pun soal alam ini, Anda tidak sebatas menyaksikan kejadian demi kejadian tanpa merengkuh makna di dalamnya.
Ingatlah, setiap kejadian yang mengemuka di alam ini merupakan ayat-ayat Allah, dan agar Anda bisa mendapatkan cerapan pelajaran agung dari setiap peristiwa yang terjadi, maka berusahalah untuk menyelami batinnya peristiwa dengan tafakkur. Bagi saya, tafakkur adalah membaca secara mendalam, yang dengan membaca itu orang akan menguak mutiara dari permasalahan yang menyeruak ke permukaan. Sungguh kalau Anda mau merenungi setiap lintasan kejadian yang mengemuka di alam ini, niscaya Anda bakal menemukan keajaiban-keajaiban. Karena semuanya telah dirancang secara ajaib oleh Allah SWT. Mengapa banyak diantara kita tidak menemukan inspirasi dibalik setiap kejadian? karena kita hanya bisa melihat permukaan, tidak bisa menguak batinnya sebuah peristiwa.
Sungguh ayat Allah itu amat luas tidak bisa tercakup oleh pikiran manusia yang terbatas. Karena tidak bisa dicakup oleh pikiran manusia, maka berusahalah mengoptimasi pikiran agar setidaknya mengetahui setetes dari samudera pengetahuan Allah. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al-Kahf [18]:109). Kalau ilmu Allah hanya sebatas ayat-ayat yang tersebar dalam al-Qur’an tentu saja bisa dicakupnya, tetapi ruh yang terpendam dalam setiap ayat-ayat al-Qur’an tak bisa dicakup oleh otak manusia. Hanya dari waktu ke waktu rahasia-rahasia pengetahuan yang tersimpan dalam al-Qur’an bakal terkuak dengan sendirinya. Kebenaran al-Qur’an akan terbukti dan menjadi pelajaran bagi orang yang berakal.
Membaca buku semesta akan membuat kita bisa mencerap kearifan demi kearifan. Setiap kearifan menjadi energi yang bakal merumuskan perubahan bagi kita. Bacalah secara teliti peristiwa alam, berupa banjir bandang yang turut memacetkan seluruh aktivitas, gempa bumi yang membikin bangunan ambrol dan roboh, angin pusing beliung yang membuat bangunan berantakan. Ketika Anda merenungkan secara seksama, bahkan kejadian demi kejadian itu menggambarkan keadaan batin manusia yang tengah dibentur oleh beragam masalah yang membuat batin tidak pernah mencerapi kebahagiaan. Coba renungkan pula, tentang kekerasan yang dilakukan satu kelompok pada kelompok lain, mengapa harus ada kekerasan dalam agama? Mungkinkah jiwa kita sudah amat keras, sehingga terpantul dari tindakan yang amat keras dan brutal. Atau mungkin hati kita sekarang makin keras, sehingga sulit menerima kebenaran yang bersifat lembut. Kebenaran telah dikalahkan oleh beragam pertunjukan seni yang menyeret orang dalam kegelapan dan kesesatan. Suguhan media telah membuat hati kita semakin keras, bahkan makin tidak memiliki jiwa kemanusiaan. Sungguh, keadaan alam dunia hanyalah gambaran kejadian di alam batin.
Ketika kita selalu berusaha menguak pengetahuan dibalik kejadian yang mencuat ke permukaan, maka kearifan bakal menyusup dalam kesadaran kita. Lewat kejadian yang direnungkan secara seksama insya Allah kita bisa mencapai puncak pengetahuan. Apa puncak pengetahuan itu? Puncak pengetahuan adalah berserah diri. Bagi orang yang telah sampai pada stasiun berserah diri tersebut, justru akan selalu melihat af’al (tindakan) Allah dalam setiap peristiwa. Bukankah Allah amat berkuasa untuk melakukan apa yang dikehendaki?
Karena itu, kalau Anda setiap hari memiliki waktu untuk membaca buku, maka Anda pun harus bisa menyisihkan waktu untuk membaca kehidupan ini secara seksama. Saat Anda bisa membaca dan merenungi seluruh kejadian yang mewujud dalam perputaran kosmik ini, insya Allah kita akan makin bijaksana dalam menghadapi kenyataan hidup ini, dan kita tidak bakal menyia-nyiakan untuk mendapatkan hikmah di dalamnya.
Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Hati






1 komentar:

  1. Jawaban Rasulullah adalah: Aku bukanlah seorang yang dapat membaca.

    Maka untuk dapat membaca perlu mendapat pengajaran pengenalan notasi dan bimbingan cara membaca dari Sang Penulis atau asisten-Nya.
    Tak ada jalan lain untuk dapat membaca dan memahami alam semesta kecuali dengan bimbingan yang berkesinambungan dari mereka yang kompeten.
    Terima kasih (Batara) Guru.

    Wallahu 'alam.

    BalasHapus